Home / Romansa / Jerat Cinta Pembantu Jandaku / Bab 3 Fakta Mengejutkan

Share

Bab 3 Fakta Mengejutkan

last update Huling Na-update: 2025-09-09 20:27:41

Plak

“Berani sekali kamu bicara seperti itu, Mas!” Ucap Kanaya seraya melayangkan tamparan keras ke pipi Hendra.

Hendra memegangi pipinya. Tatapan Hendra sangat tajam bak sebuah pedang yang siap menusuk musuhnya.

“Semua ini salah kamu, Naya. Jika kamu tidak memperkenalkanku kepada Susi, maka semua ini tidak akan terjadi.” Jawab Hendra mencoba membela diri.

Kanaya tersenyum tak percaya, “Kamu bilang ini salahku? Apa kamu tidak punya malu? Kamu yang sudah bermain api dengan Susi dan bisa-bisanya kamu bilang semua ini salahku.”

“Sudah cukup! Jangan bertengkar lagi.” Sambar Asih.

Asih sudah tidak kuat lagi menyaksikan pertengkaran Kanaya dengan Hendra.

“Apa kesalahan yang Naya perbuat padamu?" Dengan tangan keriputnya, Asih menunjuk wajah Hendra.

"Selama ini, dia mengabdikan hidupnya padamu, Hendra. Dia bahkan rela bekerja demi membantu mencukupi kebutuhan rumah ini. Tapi, kamu seolah menutup mata dengan apa yang Naya lakukan selama ini. Kamu tidak memberikan nafkah yang pantas untuk istrimu dan memilih menghamburkan uangmu untuk hal tidak berguna. Tapi, apakah selama ini Naya pernah mengeluh? Dia sangat sabar menghadapi semua tingkah lakumu yang buruk itu.” Ucap Asih panjang lebar.

Asih seolah ingin membuka mata pria itu agar dia ingat pengorbanan apa yang sudah Kanaya lakukan selama ini.

Asih sudah sangat geram dengan semua tingkah laku Hendra selama menikah dengan Kanaya. Namun, Kanaya selalu melarang Asih untuk menegur Hendra. Kanaya selalu menutupi semua keburukan Hendra agar tidak ada pertengkaran dalam rumah ini.

“Diam Nek! Jangan ikut campur masalah kami!” Bentak Hendra.

“Jangan pernah membentak Nenek! Dia tidak ada urusannya dengan keluarga kita. Urusanmu denganku, Mas!"

“Halah, kamu sama nenekmu sama saja. Sama-sama beban!” Hendra bergegas meninggalkan Naya dan neneknya, tapi Naya menahan. "Lepaskan Naya!!!" Hendra menyentak tangan Kanaya dengan keras.

"Jangan berani untuk muncul dihadapan ku lagi. Mulai detik ini, kamu bukan istriku lagi." Dengan membawa semua amarahnya, Hendra akhirnya melenggang keluar dari rumah Kanaya.

"Ibu…"

Saat akan mengejar suaminya, langkah Kanaya tertahan diambang pintu ketika ia mendengar suara Zahra yang memanggilnya. Kanaya berbalik badan dan mendapati Zahra yang keluar dari kamar hanya dengan menggunakan popok dan dalaman kaos saja.

"Zahra..."

Kanaya usap air matanya dengan cepat dan berjalan menghampiri Zahra.

"Bapak mana?" Zahra menangis melihat orang tuanya bertengkar hebat.

"Bapak kerja sayang. Zahra sama ibu ya?"

Zahra tak menjawab dan hanya memeluk Kanaya. Mungkin Zahra masih belum sadar sepenuhnya sebab Zahra masih berusia 2 tahun lebih sedikit. Dia juga terbangun gara-gara bentakan Hendra tadi.

“Kepala Ibu, kenapa?” Zahra menyentuh pelipis Kanaya saat tangisnya sudah reda.

Kanaya tersentak. Dia baru sadar dorongan Hendra tadi membuat pelipisnya robek. “Ibu nggak apa, Zahra. Selama kamu ga sakit, kamu bisa senyum, Ibu pasti ga akan sakit, kok.”

“Obati lukamu dulu.” Pinta Asih.

“Iya, Mbok.”

Setelah selesai menggunakan hansaplast, ibu dan anak itu kemudian bermain sampai Zahra capek dan tidur.

Kanaya bergegas mengambil peralatan kerjanya karena tidak ingin gajinya dipotong, tapi Asih langsung menyela. “Istirahat, Nduk, kamu nggak kasihan sama Zahra? Kalau kamu sakit, gimana nasib Zahra nanti?”

Kanaya nampaknya tidak peduli. Dia hanya ingin mendapat uang meski kondisi mentalnya hancur.

Yang dia pikirkan hanya bagaimana keluarga kecil ini tetap melanjutkan hidup serta menabung untuk sekolah Zahra

Baru satu langkah keluar dari pintu, seorang lelaki berpakaian rapi datang.

“Benar ini rumahnya Bapak Hendra Siswanto?”

“Benar. Ada perlu apa dengan suami saya?”

“Jadi begini, kami dari pihak bank. Pak Hendra telah menggadaikan sertifikat rumah ini untuk meminjam uang sebesar dua puluh juta kepada bank. Dan dalam kurun waktu dua tahun sesuai perjanjian, Pak Hendra tidak dapat melunasinya. Jadi, terpaksa kami harus menyita rumah ini.”

“Apa? Rumah ini atas nama saya, Pak. Bagaimana bisa sertifikat rumah ini digadaikan?”

“Silahkan lihat buktinya sendiri.”

Dua pria itu menunjukkan bukti sertifikat kepada Kanaya dan jelas itu adalah sertifikat rumah ini.

“Pak, ini rumah saya. Bapak tidak bisa menyitanya begitu saja.”

“Kami sudah memberikan peringatan berulang kali kepada Pak Hendra. Tapi, beliau tak menggubris dan tidak mau membayar cicilan. Jadi, terpaksa kami harus melakukan tindakan tegas dengan menyita rumah ini.”

“Ada apa ini?” Asih keluar dengan menggendong Zahra yang bangun karena haus.

Asih cukup terkejut dengan kedatangan dua orang pria berbadan besar di rumahnya.

“Kami dari pihak bank dan kedatangan kami kemari untuk menyita rumah ini.”

“Mas Hendra sudah menggadaikan sertifikat rumah ini tanpa sepengetahuanku, Mbok. Dan dia tidak bisa membayar cicilannya dalam kurun waktu yang seharusnya,” terang Kanaya dengan mata berkaca-kaca.

“Jadi, kami harap kalian meninggalkan rumah ini sekarang. Jika tidak, maka kami akan menyeret kalian pergi."

“Pak, jangan seperti ini. Kami tidak tahu harus tinggal dimana jika rumah ini disita.” Ucap Kanaya.

“Itu bukan urusan kami. Kami hanya menjalankan tugas dan lebih baik sekarang kemasi barang-barang kalian!”

Deg!

Kanaya ingin roboh. Nyeri di pelipisnya kembali kambuh. Rasa pening di kepalanya tiba-tiba hilang saat melihat Asih terjatuh tak sadarkan diri.

"Mbok!"

Teriak Rini yang baru saja datang ke rumah Kanaya. Melihat Asih tak sadarkan diri, Rini gegas membantu.

Beruntung Kanaya berhasil menangkap Zahra yang berada di gendongan Asih, walau tangan kanannya terkilir.

Kejadian itu kemudian diketahui Pak Lurah yang tidak sengaja lewat. Pak Lurah akhirnya diskusi dengan pihak Bank dan membayar tenor perpanjangan menggunakan uang pribadinya.

Kanaya merasa bersyukur untuk itu. Setidaknya, ia tak kehilangan rumah ini dan memiliki waktu untuk menebus kembali serifikat rumahnya nanti.

Kanaya akhirnya pergi ke rumah sakit ditemani Rini . Dalam harap-harap cemas, Kanaya dan Rani terus merapal doa untuk Asih, sementara Zahra hanya melihat penasaran.

“Sus... Tolong!!"

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Jerat Cinta Pembantu Jandaku   Bab 94 Usaha Kanaya

    Kanaya menangis tergugu setelah mendengar kebenaran menyakitkan itu dari mulut Aron. Kanaya tak menyangka jika nama yang disebut oleh Aron begitu tega kepadanya. Orang itu ternyata bertekad bulat untuk memisahkan Kanaya dengan Bram. Padahal, Kanaya sama sekali tak pernah berbuat jahat kepadanya. Tapi, kenapa ujian cintanya bersama Bram sangat terjal. Kanaya pikir, setelah ia menikah dengan Bram semua masalah akan berangsur membaik. Tapi, ternyata banyak pihak yang ingin menghancurkan pernikahannya. Bahkan, sampai rela memalsukan kematian Kanaya dan juga Zahra hanya demi keuntungannya semata. "Aku tidak boleh lemah. Aku harus mencari cara untuk keluar dari sini. Jika aku terkurung disini, maka penjahat itu akan menguasai mas Bram. " Kanaya menyeka air matanya dengan cepat. Dengan tekad kuat, Kanaya keluar dari kamar milik Aron. Aron sedang dalam pengaruh alkohol dan itu membuat Aron tak sadarkan diri sekarang. "Aku akan mencari jalan keluarnya." Dengan mengendap-

  • Jerat Cinta Pembantu Jandaku   Bab 93 Mencari Tahu

    "Ini sudah satu bulan sejak Kanaya meninggal. Kamu harus memulai hidupmu lagi dengan semangat. Kamu tidak boleh terus menerus terkurung dalam kesedihan ini, Bram." ucap Linda mencoba membuka obrolan di meja makan. Semua orang yang ada disana langsung mengarahkan tatapannya kepada Bram yang nampak santai menghabiskan makan malamnya. "Mama kamu benar. Kamu harus terima kenyataan jika istrimu telah tiada. Jika mendiang istrimu melihatmu bersedih seperti ini, nenek yakin dia tidak akan tenang disana." Bram masih tak menanggapi. Ia tetap mempertahankan diamnya. Sedangkan, Linda menatap suami dan juga mertuanya. Mereka sudah membicarakan masalah masa depan Bram. Dan itulah kenapa mereka mulai memancing pembahasan ini. "Kamu harus membuka hatimu untuk wanita lain. Kamu masih muda dan kamu harus membangun keluarga kembali." Brak Semua orang terkejut mendengar suara gebrakan yang keras dari Bram. Sampai-sampai alat makan di meja bergetar semua karena ulah Bram. Setya yang d

  • Jerat Cinta Pembantu Jandaku   Bab 92 Fakta Baru

    Satu bulan berlalu... Kanaya masih tak menemukan cara untuk keluar dari tempat ini. Penjagaan yang ketat membuat Kanaya tak bisa bergerak dengan bebas. Apalagi, mansion ini di penuhi dengan CCTV yang tersebar dimana-mana. Jika Kanaya gegabah, yang ada ia akan habis di tangan Aron. Terlebih lagi, sedikit banyak Kanaya sudah tahu bagaimana karakter Aron. Karakter pria itu cepat sekali berubah. Terkadang, pria itu baik tapi dalam hitungan detik bisa menjadi sangat kejam jika ada yang memantik amarahnya. Kanaya harus memperhitungkan semuanya, apalagi ada Zahra disisinya. *** "Zahra disini saja ya. Duduk yang tenang, ibu mau masak dulu." Zahra hanya mengangguk dan begitu senang duduk menunggu di dekat Kanaya. Zahra bermain dengan mainannya yang membuatnya tidak rewel. "Zahra mau pisang?" "Mau." Kanaya menyulam senyumnya lalu memberikan buah pisang yang sudah di potongnya dan ia letakkan di piring. "Jangan rewel ya." "Iya." Kanaya begitu bersemangat memasak

  • Jerat Cinta Pembantu Jandaku   Bab 91 Pergi Kamu!

    Kanaya menunggu dengan cemas ketika melihat dokter yang tengah memeriksa putrinya. Tidak di rumah sakit, melainkan Aron memanggil dokter ke rumah untuk memeriksa kondisi Kanaya. Kanaya berdiri dengan cemas disamping Aron. Kanaya bersyukur karena Aron masih mau membantunya. Meskipun, tidak ke rumah sakit tapi setidaknya putrinya sudah ditangani oleh dokter. "Saya akan berikan obat penurun demam. Setelah ini, bisa langsung di minumkan. Tapi, jika dalam tiga hari demamnya tidak kunjung hilang, maka saya sarankan untuk dibawa ke rumah sakit." "Baiklah." jawab Aron. "Apa putrimu mau makan?" Kanaya gelengkan kepalanya dengan lemah, "Sulit untuk makan, dokter. Bahkan seharian ini, hanya makan nasi dua sendok saja. Sisanya dia hanya mau minum ASI saya." Dokter laki-laki itu mengangguk, "Baiklah. Saya resep kan vitamin juga." "Terimakasih banyak, dokter." Kanaya kemudian duduk di pinggiran kasur seraya mengelus kepala Zahra yang tengah tertidur lelap. "Terimakasih."

  • Jerat Cinta Pembantu Jandaku   Bab 90 Permintaan Tolong

    "Abang yakin mau bertemu dengan Aron?" tanya Setya memastikan lagi. Bahkan, dulu Bram selalu menolak ajakan kerjasama dari Aron karena hubungan keduanya yang tidak baik. Bram dan Aron adalah rival bisnis. Reputasi Aron di dunia bisnis begitu buruk hingga banyak perusahaan yang enggan untuk bekerjasama dengan Aron. Namun, meskipun begitu perusahaan Aron masih bisa berkembang pesat bahkan menjamah pasar luar. Sedangkan, sejak dulu Aron selalu ingin mengganggu usaha milik Bram karena Aron begitu ingin melihat Bram hancur. Tapi, sejauh ini Bram masih bisa bertahan dengan segala cara. Rivalitas keduanya benar-benar sudah di kenal oleh banyak orang. "Aku hanya ingin melihat apa yang dia inginkan sebenarnya." jawab Bram dengan santainya. "Jika papa tahu, dia akan marah besar." "Dengar Setya. Aku sudah menolak untuk memegang perusahaan ini kembali karena aku sudah memiliki perusahaan ku sendiri. Tapi, papa, mama dan juga nenek terus mendesak ku untuk kembali mengambil al

  • Jerat Cinta Pembantu Jandaku   Bab 89 Kembali Ke Rumah

    "Mama senang karena kamu mau kembali ke rumah ini, Bram." Linda langsung memeluk sang putra yang begitu ia rindukan kedatangannya. Kondisi Linda yang semakin membaik membuat Linda sudah boleh pulang dari rumah sakit. Begitupun dengan Bram. Kini, semua keluarga berkumpul jadi satu di kediaman utama. Semua orang nampak senang karena pada akhirnya mereka dapat berkumpul kembali. "Semoga keluarga kita akan selamanya seperti ini. Mama tidak akan biarkan kamu pergi lagi dari hidup mama." Bram hanya diam saja. Meski raganya ada disini, namun pikirannya menerawang jauh memikirkan Kanaya. "Aku mau istirahat." Bram seketika beranjak dari duduknya. "Bram!" sentak Edward seraya menahan tangan Bram, "Apakah seperti ini sikapmu sama mama? Mama kamu baru saja sembuh dan harusnya kamu bisa memperlakukannya dengan baik." "Aku juga baru sembuh, Pa. Harusnya aku dan mama masih butuh istirahat cukup. Jadi, daripada berkumpul disini lebih baik aku istirahat di kamar." "Bram!"

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status