Harris pergi meninggalkan rumah Suhana, dia bingung karena tidak berhasil berbicara secara baik-baik dengan istrinya, malah berakhir dengan pengusiran oleh sang istri, di kediaman keluarganya pula sekarang dia sedang ditunggu oleh keluarga Safina, pasti penentuan hari pernikahan, kusut! pikiran Harris benar-benar kusut dan kacau saat ini, dia memukul setir mobilnya dan berteriak keras, urusannya makin runyam hanya karena kesalahan yang telah ia lakukan beberapa hari lalu.
Dulu dia separuh mati mencintai Safina, mereka sempat bertunangan dan hampir menikah, tapi Safina mendapatkan tawaran kontrak modelling dengan sebuah Model Agency ternama di USA, Safina meninggalkannya tanpa berpikir panjang karena modelling adalah dunianya, ia bahkan merelakan Harris untuk menyerah tanpa memperjuangkan ikatan mereka, Harris frustrasi dia sempat terluka dan membawa diri ke Australia, hingga ayahnya, Dato' Jamal membuka cabang perusahaan di Indonesia, perusahaan yang bergerak di bidang ekspor impor dan produksi bahan makanan itu sekarang ada di puncak kejayaannya di bawah pimpinan Harris Iskandar.Siapa sangka saat dia sudah bisa move on dari sakit hatinya pada Safina dan memilih seorang gadis bernama Rania sebagai pendamping hidup, kini dia harus kembali berurusan dengan masa lalunya itu. Masa lalu yang pernah mengisi mimpi indahnya, Safina Tan Sri Ja'afar. Safina memang sangat disukai oleh keluarganya, tapi waktu gadis itu meninggalkan dia, sang mama berubah sikap sangat membenci Safina. Bahkan semua yang mengingatkan dia pada gadis itu ikut dibenci. Sekarang keadaan terbalik, Safina menjadi menantu idaman keluarganya, sementara istrinya yang berasal dari Indonesia, Rania namanya, seolah menjadi musuh keluarganya selalu dipojokkan karena dia belum bisa memberikan keturunan setelah usia pernikahannya masuk tahun ke tiga."Semua kacau!" gerutu Harris sambil terus membawa mobilnya menyusur jalanan lengang.Harris akhirnya sampai di depan rumah besar keluarganya. Selama di perjalanan, otaknya dipenuhi dengan Safina dan Rania. Rasa bersalahnya pada sang istri membuatnya sulit untuk mengambil keputusan. Tapi ucapan ayahnya tentang ancaman dan nama baik keluarga menjadikannya seolah berjalan di atas bara api. Kedua pilihan tidak mudah baginya.“Assalamualaikum.” ucapan salam dari Harris membuat orang-orang yang ada di dalam ruang tamu utama itu menoleh serentak. Datin Maria menghampiri putra sulungnya itu menggandeng lengan sang putra.“Waalaikumussalam, kemana saja Is, Mama call nomor ponsel tidak dijawab,” Datin Maria yang masih memegang lengan putranya bertanya, Harris dibawa agar berkumpul di ruang besar itu.Safina terlihat menekuk wajah, dia duduk di samping ibunya.“Is keluar bentar tadi, Ma, ada urusan penting, Hallo Uncle, Auntie, sorry lama tunggu.” Harris menyapa Tan Sri Ja'afar. Sengaja dia tidak memberitahu ibunya urusan apa, kalau soal istrinya pasti tidak akan suka.“Tidak mengapa Is, sekalian Uncle ada membicarakan tentang kemajuan bisnis keluarga dengan papamu.” Tan Sri Ja'afar tersenyum pada Harris.“Semua sudah berkumpul sekarang, langsung saja, saya selaku ayah kepada Harris Iskandar sudah membuat keputusan kalau Harris harus segera menikahi Safina. Sebelum pihak media tahu ini semua. Bisa hancur nama besar keluarga kita.” Dato' Jamal memulai perbincangan.“Saya setuju, dan majlis kita adakan secara tertutup dulu untuk acara akad nikah. Setelah itu baru kita buat pesta besar-besaran.” Tan Sri Ja'afar memberi usulan. Nenda terlihat sumringah, Safina juga larut dengan kebahagiaannya, hanya Harris yang masih diam tanpa sebarang pertanyaan ataupun reaksi bantahan. Hati dan pikirannya sedang bersama Rania. Istrinya pasti menangis sedih mendengar ini semua.“Is harus berbicara dulu dengan Nia, dia harus memberi persetujuan untuk.... ”“Dia akan setuju, toh ini juga untuk masa depan kalian, Safina tidak boleh menanggung malu kalau sampai pihak media tahu tentang ini.” Datin Maria segera memutus kalimat putranya.“Is ingat kata-kata Papa tadi malam 'kan? dan Papa yakin Rania tidak akan keberatan dengan ini semua, ini menyangkut nama baik keluarga, dia tidak boleh menolaknya.” Dato' Jamal begitu yakin.“Nenda yang akan berbicara pada Rania tentang ini, memberinya pengertian. Is punya wewenang untuk menikah lebih dari satu, Is mampu soal nafkah 'kan? Dan istri yang baik tidak akan menyulitkan suaminya.” Nenda pula angkat bicara.Harris tidak mampu lagi menjawab. Dia sudah pasrah. Dirinya juga bersalah dan terbukti memang bersama Safina waktu penggerebekan dan itu tidak bisa dipungkiri atau dibantah.“Is serahkan semua pada Mama.” akhirnya Harris pasrah dan mengalah setelah didesak oleh semua orang yang ada di ruangan itu, mereka semua seakan sudah sepakat.“Majlis akad nikah akan diadakan tiga hari lagi, di kediaman Tan Sri, bagaimana?” usul dato' Jamal. Dia bertanya pada rekan bisnisnya yang mempunyai nama besar di dunia perniagaan itu.“Saya tidak keberatan bahkan berbangga hati, itu hari bahagia putri saya pasti saya akan buat sesempurna mungkin.”“Baiklah saya setuju.” Datin Maria berpelukan dengan Puan Sri Fatimah calon besannya. Sementara Safina tampak bahagia memeluk Nenda.Akhirnya sebentar lagi dia akan menjadi milik Harris Iskandar, pria yang pernah ditinggalkannya dulu, rasa sesal karena ternyata dia mendengar Harris memilih wanita lain membuatnya cemburu dan iri hati, apalagi wanita itu hanya gadis biasa yang berasal dari luar negara. Setelah pertemuannya dengan Harris dan rasa cintanya masih ada untuk pria itu Safina bertekad untuk kembali pada bekas tunangannya, merebut kembali apa yang seharusnya menjadi miliknya.Melihat kemesraan layanan Harris terhadap istrinya menumbuhkan kecemburuan yang terus menerus membuat dia merasa tersaingi, tidak ada yang boleh memiliki Harris selain dirinya, meskipun cara kotor harus ditempuh. Dan akhirnya kini dia puas karena kesepakatan dua keluarga sudah dibuat.Pernikahannya dengan Harris akan segera dilaksanakan, dia tidak perduli meskipun akan menyakiti hati seorang wanita bergelar istri. Yang dia tahu Harris harus menjadi miliknya, milik Safina Tan Sri Ja'afar. Itu tekadnya.“Terima kasih Pa, Ma,”Safina memeluk kedua orang tuanya bergantian, mengucapkan terima kasihnya. Harris hanya memandang dengan tatapan kosong.***Keesokan harinya, Harris sudah berdiri di depan pintu rumah Suhana awal pagi, Suhana yang hendak keluar untuk ke kedai bunganya terkejut karena melihat Harris sudah ada di sana sepagi itu.“Ish Abang nih, buat orang kaget aja tau. Nasib baik aku tidak ada riwayat jantung.”“Morning Su, assalamualaikum.”“Waalaikumussalam bang, buat apa pagi-pagi sudah di sini?”Suhana mengurut dadanya.“Mau ketemu istri Abang lah, takkan ketemu Su pulak.”Jawaban Harris membuat Suhana memutar bola matanya.“Dah memang benar istri Abang di sini.”“Nia baru mandi tadi, sebentar lagi keluar itu. Tapi Su tanya dulu, mana tau dia tidak mau ketemu Abang.”“Abang nak mau jumpa istri Abang, tidak perlu tanya dia dulu. Kamu buatlah apa yang mau kau lakukan.”“Ini bukan rumah abang.”“Abang tau ini bukan rumah Abang, itulah sebab Abang tunggu Su keluar, baru Abang minta izin masuk.”“Tapi Nia mungkin tidak mau ketemu sama Abang,”“Trust me, she will.”“Confident aje Abang ni 'kan? Masuklah.”“Cakap dari tadi 'kan bagus.” Suhana mendengus kasar mendengar ucapan Harris.Akhirnya setelah berdebat panjang Suhana mengijinkan Harris masuk ke dalam rumahnya. Harris melangkah menuju ruang tamu dan duduk santai di sofa panjang di tengah ruang tamu itu. Suhana mengetuk pintu kamar yang ditempati oleh Rania, terdengar sahutan suara Rania dari dalam kamar, membuat Harris tersenyum suka. Dia rindu dengan istrinya itu. ‘Abang rindu sayang.’ bisik Harris dalam hatinya. Kemarin Rania dalam keadaan marah, sekarang dia mencoba lagi untuk mengambil hati istrinya itu.“Aku keluar dulu lah Abang, kalian tinggal berdua di sini tidak apa kan?”“Sangat tidak apa, thanks Su.”“Hmmmm. Awas kalau buat Rania menangis lagi.” Suhana lalu keluar rumahnya, kedai bunganya harus dibuka hari ini, ada beberapa pesanan yang belum disiapkan dan akan diambil orangnya hari ini.“Nia tidak mau bertemu Abang.”Rania tertegun, ia tidak akan memikirkan soal rumah tangga lagi. Soal cinta juga soal lelaki. Ia tidak mau terluka dan kecewa untuk kali ke tiga. “Nia tidak memikirkan hal itu, Pa,” ujar Rania dengan hati-hati, tidak mau sampai membuat hati sang ayah terluka dengan penolakan yang frontal. ‘Maaf, Papa tidak bermaksud untuk membuat kamu bingung dan memaksa, kamu benar. Memang sebaiknya sekarang kamu fokus pada kesembuhan kamu,' suara sang ayah bergetar.“Pa, Nia serahkan soal urusan panggilan pengadilan agama itu pada Papa,” Rania pasrah. Ia lelah dengan semua yang berkaitan dengan Harris juga Safina. Di depan keluarga mertua, ia seolah tiada harga.‘Jangan khawatir, Papa akan urus semuanya, Harris tidak boleh menghina dan menyepelekan keluarga kita lagi, apa dipikir kita tidak akan bisa hidup tanpa dia?’Suara Pak Heru terdengar penuh emosi, pasti ia teringat dengan semua perlakuan Harris pada putrinya. Putri yang ia cintai dan amanahkan pada Harris untuk dibahagiakan ternyata s
Reno menatap pada Alex Rayyan, masih belum percaya dengan apa yang baru saja ia dengar langsung dari mulut pria berpenampilan rapi di depannya.“Apalagi yang masih kamu pikirkan, Reno? Kamu butuh uang ‘kan? Untuk terus setia dengan dua wanita jahat itu tidak akan menjamin masa depanmu,” ujar Alex Rayyan pada Reno, pria itu sepertinya masih berpikir panjang untuk menerima tawaran yang diberikan.“Pekerjaan apa yang mau Anda berikan pada saya?”“Yang penting bukan kejahatan seperti yang sudah kamu lakukan beberapa waktu lalu,” sindir Alex Rayyan. Reno langsung menunduk, merasa menyesal karena sudah menerima pekerjaan yang ditawarkan oleh Datin Maria dan juga Safina.“Sepertinya saya akan coba untuk menerima tawaran yang Anda berikan,” ujar Reno setelah berpikir beberapa saat.“Good choice! Hanya itu yang mau aku dengar, selamat bergabung dengan kami,” Alex Rayyan mengulurkan tangan dan disambut oleh Reno. Mereka berjabat tangan.“Terima kasih, Pak,”“Sama-sama. Boy, Ady! Antar Reno pula
“Pa, Ray ada urusan setelah ini,” Alex Rayyan kembali ke meja yang ditempati oleh sang ayah dan Harris. “Sebentar! Papa bertemu dengan kamu hanya mau memberitahu kalau sebaiknya kamu segera urus perpisahan kamu dan Rania, Papa tidak mau kamu sampai datang bertemu dengannya lagi suatu saat nanti,” ujar Pak Heru tegas memberi peringatan kepada Harris. “Apa sekarang Rania ada bersama Papa?” “Tidak perlu kamu tahu semua itu, yang perlu kamu lakukan hanya segera urus perceraian kalian, putri Papa layak bahagia,” “Apa Rania mau menikah dengan selingkuhannya sampai dia mengutus Papa untuk meminta cerai? Sudah terlalu gatal dan tidak tahan mau tidur dengan pria itu? Dasar murahan!” “Jaga mulutmu, bangsat!!” Alex Rayyan yang dari tadi belum duduk segera meraih kerah baju Harris dan mengacukan tinju di depan wajah pria itu. “Stop Ray!” Pak Heru menahan putranya dari memukul Harris, wajah Alex Rayyan merah padam mendengar nama Rania dengan kalimat kotor Harris. “Itu bukan urusanmu! Jadi ja
Rania kaget, ia bahkan belum bercerita pada siapa pun tentang masalah dan nasib yang harus ia hadapi sekarang. Ia menatap pada sang ayah.“Apa maksud Papa?” “Jangan sembunyikan air mata dan luka hatimu lagi, Nak. Sudah cukup lama kamu menderita, jangan buat Papa semakin merasa bersalah dengan sikap acuh dan pura-pura kuat begini, Papa tahu kamu sangat hancur sekarang. Papa tahu kamu butuh tempat untuk bersandar, ada Papa, ada Alexa yang bisa kamu tuju. Kenapa kamu memilih diam begini?” tangis Pak Heru semakin menjadi-jadi, ia tidak tega melihat sang putri yang mencoba tersenyum sementara dalam hatinya hancur tanpa tersisa. “Nia baik-baik saja,” air mata tanpa isak bergulir jatuh membasahi bantal putih, ia masih bersyukur sang ayah ada di sini bersamanya. Tapi melihat sedihnya wajah sang ayah membuat hati Rania seperti luka yang ditaburi garam, pedih. “Papa bukan anak kecil yang bisa kamu bohongi, jangan membuat Papa menjadi orang tua yang tiada guna begini! Papa merasa sangat b
Bahu Pak Heru jatuh mendengar berita yang disampaikan oleh sang putra. Sekali lagi Rania harus menelan pil pahit dalam pernikahan keduanya. Ia harus mencari tahu kenapa Harris sampai melakukan tindakan kejam pada putrinya. “Bagaimana Harris bisa melakukan itu, Ray? Dia sangat mencintai Rania sebelum ini, mereka juga baik-baik saja tanpa ada masalah,” Pak Heru tidak habis pikir. Apa yang menyebabkan perceraian dalam pernikahan Rania dan Harris. Mendengar kalimat sang ayah, Alex Rayyan tersenyum samar. Ini pasti karena Rania yang terlalu menutup diri dari keluarga dan orang-orang yang menyayangi dia. Sejak kecil sudah hidup mandiri tanpa orang tua membuat gadisnya menjadi orang yang cukup kuat dalam memendam masalah. Rania tidak mudah untuk mengadu dan bercerita kecuali dengan orang yang benar-benar ia percaya. “Semua ini adalah fitnah seseorang, Pa,” ujar Alex Rayyan dengan yakin. “Ray, kalau hanya spekulasi kamu dan tanpa bukti nanti jatuhnya fitnah,” tehlgas Pak Heru. Ia tidak ma
Hening.‘Papa tidak mengerti, coba cerita dulu, kenapa kamu yang harus menjaganya? Lalu ke mana suami dia?’ Giliran Alex Rayyan yang terdiam sekarang.Ia berpikir sejenak, apa yang dialami Rania sekarang sangat tidak enak untuk diceritakan, bagaimana sang papa bisa tenang di sana jika tahu nasib buruk apa yang sudah diterima sang putri. Ia yakin Pak Heru sebagai ayah kandung Rania pasti akan sedih dan marah. Putrinya mengalami kecelakaan setelah diceraikan oleh sang suami. Rania umpama jatuh tertimpa tangga.‘Ray, kamu masih di sana?’“I-iya, Pa,”‘Apa sebenarnya yang terjadi? Tadi malam Papa memimpikan Rania sedang hamil besar, apa dia sedang hamil sekarang? Kenapa tidak mengabarkan itu pada kami? Terakhir dia menghubungi Papa saat ia akan melakukan perjalanan ke luar kota, sekarang Papa tidak bisa menghubungi nomornya,’ Pak Heru bercerita tentang mimpinya mengenai Rania pada Alex Rayyan. Inilah firasat seorang ayah, mimpi hamil besar bukanlah karena hamil sungguhan, maknanya a