Mendengar kalimat itu membuat hati Rania seperti diremas, sakit. Kaki yang tadi kuat melangkah menjadi lemah tiba-tiba. Pernikahannya dengan Harris Iskandar sudah berjalan selama tiga tahun, belum ada dikasih keturunan dan itu yang menjadi salah satu penyebab mertuanya menerima kehadiran Salfina. Wanita cantik yang memakai jilbab berwarna cokelat susu itu mencoba tidak langsung termakan oleh omongan Salfina yang memang selalu berniat untuk menyakiti hati. Mood kerja yang mati-matian ia bangun dari tadi pagi bisa hancur berantakan kalau ia meladeni madunya. “Aku tidak percaya, kalian menikah saja baru berapa hari,” Rania seperti mencoba memancing sebuah pengakuan lagi dari bibir sang madu. “I sudah tidak haid selama empat minggu, and you bisa pikir sendirilah, pertemuan i dengan Harish yang tertangkap oleh jabatan agama itu sudah berjalan satu bulan lebih rasanya.” Rania meneguk ludah yang terasa kesat. Dasar pengkhianat semua! Pembelaan diri yang dilakukan oleh Harris hari itu meng
Bik Ina langsung menunduk. Wanita yang sedang berdiri di anak tangga paling atas itu melotot menatap pada wajah Bik Ina sambil bercekak pinggang. Ia tidak suka jika orang sekelas asisten rumah tangga saja menilainya apalagi sampai membanding-bandingkan kredibilitasnya dengan Rania.Sementara itu, di ruangan kerja Harris. Rania terlihat merapikan barang-barangnya yang berada di meja Harris, ia memasukkan beberapa barang pribadinya ke dalam kotak. Ia akan pindah ke mejanya kembali karena setelah ini Harris pasti akan mulai rutin masuk kantor. Entah kenapa kepalanya sekarang dipenuhi dengan kalimat Safina tentang kehamilannya. Dadanya sesak tiba-tiba, itu artinya dia benar-benar tidak akan dibutuhkan oleh Harris lagi dalam hidup pria itu, apalagi keluarga mertuanya.“Sayang, kenapa pergi kerja tidak pamit atau menunggu abang dulu?” Harris masuk ke dalam ruangan dan langsung memberondong istrinya dengan pertanyaan ketidakpuasan hatinya.“Istri tercinta Abang tadi bilang kalau Nia bisa
Rania langsung berdiri dan memeluk wanita di depannya penuh suka cita. “Kenapa sampai menangis? Saking rindunya sama gue?” Alexa menepuk belakang tubuh Rania, air mata di pipi sang sahabat merangkap saudara satu ayah itu diseka dengan jemari. Sementara Rania tidak bisa menahan derasnya air mata yang berebut keluar dari kelopak. Ia rindu sahabat merangkap saudara tirinya ini. Alexa yang selalu ada saat ia butuh teman cerita sekarang ada di dalam pelukannya. Rasanya ia ingin sekali meluapkan semua yang terbuku dalam hati, ia ingin mencurahkan segala kesakitan yang ia rasakan. Tapi nanti pasti ayah mereka akan bersedih dan terluka saat mengetahui nasib sang putri yang dicintai. “Gila kalian! Kenapa bikin kejutan gini?” dengan cepat Rania menghapus air matanya. Ia tidak mau Haikal Hasan, suami dari Alexa juga mencium prahara rumah tangganya. Biarlah Alexa sekedar tahu kalau dirinya sekarang sedang dimadu. “Namanya juga kejutan, mana bisa tidak gila,” Rania keluar dari pelukan Alexa dan
Satu minggu berlalu, hubungan Harris dan Rania semakin renggang karena Safina tidak pernah membiarkan mereka ada waktu untuk berdua. Bahkan posisi Rania sebagai PA Harris juga digantikan oleh Safina, alasannya karena sebagian saham di perusahaan sudah dibeli oleh orang tua Safina, dan syarat yang diminta adalah Safina harus menjadi PA Harris untuk mengetahui semua schedule meeting.Kehamilan Safina juga kini sudah diketahui dengan jelas dan itu membuat posisi Rania dalam hidup Harris sangat tidak aman, usia kandungan sudah diketahui berapa lama dan hal itu kembali membuat luka di hati Rania. Sakit hati karena merasa dibohongi oleh sang suami, membuat Rania seolah membangun tembok tinggi. Ia tidak bisa menyembunyikan perasaannya lagi. Hidup dimadu ternyata tidak semudah yang ia bayangkan. Sakit sekali. Apalagi Safina seolah mengambil kesempatan atas kehamilannya. “Malam ini waktu i dengan Rania,” ujar Harris saat makan malam mereka bersama-sama sudah selesai. Sekarang di rumah Harri
Tanpa ada jawaban yang keluar dari bibir Harris, tapi dari raut mukanya bisa dilihat kalau pria itu sedang menahan amarah yang meledak-ledak. Bagaikan bom waktu yang siap untuk membumihanguskan apa saja. “Kenapa kalian masih belum tidur? Harusnya kamu banyak beristirahat Fina, ingat kalau kamu itu sedang pregnant!” Datin Maria tiba-tiba muncul di ruang keluarga. Ia langsung menghampiri menantu yang paling ia sayang.“Mama perlu tahu hal ini,” bisik Safina. Matanya tak lepas dari satu titik, wajah Harris.“Ma, ada sesuatu..” kalimat Safina terpotong karena Harris menahannya.“No! Biar i yang akan beritahukan ini kepada beliau!” tegas sang suami. Safina terdiam serta Merta.“Ada apa?” tanya Datin Maria, menatap anak dan menantunya dengan mengerutkan dahi.“Tak ada apa, Ma.” Jawab Harris masih belum bisa berbicara.“Sepertinya ada sesuatu yang sangat penting, ada apa Fina? Harris tidak akan bicara. Beritahu Mama ada apa?” Datin Maria tidak mau jika ada sesuatu yang harusnya ia k
“Tidak Abang! Jangan! Ini tidak adil buat Nia! Nia tidak pernah melakukan kesalahan itu, itu fitnah belaka!” Rania membela diri, ia mencoba untuk kuat berdiri di atas kedua kaki dan lutut yang bergetar, ia ikhlas jika akhirnya nanti Harris meninggalkan dia dan lebih memilih Safina, tapi bukan begini caranya. Bukan dengan difitnah dengan perbuatan yang menjijikkan seperti ini. Lembar demi lembar fotonya yang dalam keadaan mengaibkan bersama Reno ditatap dengan hidung kembang kempis menahan isak tangis.Harris tidak bergerak, ia bergeming melihat air mata Rania yang terus menganak sungai. Rasa benci yang menguasai hati tidak akan mampu melunak lagi. Ia merasa sudah dikhianati. Rania sudah berubah menurutnya, mungkin juga karena sebab pria lain ia ditolak untuk meminta haknya sebagai seorang suami.“Aku mengerti sekarang, kenapa waktu itu kamu seolah tidak mau melayani aku sebagai suami, aku meminta hakku dan kamu menolakku, rupanya ada pria lain yang sedang kamu cintai! Dasar istri du
Boy menerobos kerumunan setelah ia membuka helm dan meletakkannya di atas motor, taksi yang tadi membawa Rania hancur di bagian kanan, pengemudi meninggal di tempat kejadian. Boy mendekat ke arah petugas medis dari rumah sakit yang membawa tubuh korban lainnya, terlihat yang dibawa oleh para petugas adalah seorang perempuan dan Boy bisa mengenal baju yang di gunakan, “Pak, bagaimana kejadiannya tadi?” Boy bertanya pada saksi mata yang mungkin melihat kejadian waktu kecelakaan itu berlangsung.“Kami kurang tahu pasti, Mas. Yang jelas ada suara sangat keras seperti benturan dua benda dan setelah kami berlari ke arah sumber suara, rupanya mobil itu sudah menabrak pembatas di sisi kanan jalan. Penumpang yang tadi dibawa oleh pihak rumah sakit terlempar jauh di tengah jalan raya, untung saja tidak ada mobil lain yang melintas dan menggilasnya,” jawab warga yang ditanya oleh Boy. “Iya, Mas. Untungnya penumpang tadi masih bernafas, tapi mungkin mengalami luka dalam karena benturan.” Sahut
Hening.‘Papa tidak mengerti, coba cerita dulu, kenapa kamu yang harus menjaganya? Lalu ke mana suami dia?’ Giliran Alex Rayyan yang terdiam sekarang.Ia berpikir sejenak, apa yang dialami Rania sekarang sangat tidak enak untuk diceritakan, bagaimana sang papa bisa tenang di sana jika tahu nasib buruk apa yang sudah diterima sang putri. Ia yakin Pak Heru sebagai ayah kandung Rania pasti akan sedih dan marah. Putrinya mengalami kecelakaan setelah diceraikan oleh sang suami. Rania umpama jatuh tertimpa tangga.‘Ray, kamu masih di sana?’“I-iya, Pa,”‘Apa sebenarnya yang terjadi? Tadi malam Papa memimpikan Rania sedang hamil besar, apa dia sedang hamil sekarang? Kenapa tidak mengabarkan itu pada kami? Terakhir dia menghubungi Papa saat ia akan melakukan perjalanan ke luar kota, sekarang Papa tidak bisa menghubungi nomornya,’ Pak Heru bercerita tentang mimpinya mengenai Rania pada Alex Rayyan. Inilah firasat seorang ayah, mimpi hamil besar bukanlah karena hamil sungguhan, maknanya a