Benar saja, James sudah ada di depan pintu kamar Karin ketika gadis itu mendengar bunyi bel pukul setengah 7 malam. Mendapati James dengan sikapnya yang formal, membuat Karin gelagapan. Dia belum siap, karena tidak menyangka James akan menjemputnya tepat di depan kamar. Seperti basa-basi pada umumnya, Karin mempersilahkan James untuk masuk karena bagaimana pun lelaki itu lebih tua darinya. "James, aku sekarang punya ponsel, kenapa nggak nelepon dulu?" protes Karin menyiapkan tempat duduk untuk James. "Aku tidak pernah pakai ponsel," "Terus bagaimana caramu berkomunikasi?" James memandang Karin keheranan, "Apakah aku perlu menjelaskannya?" Karin awalnya mengangguk, namun melihat James mengerutkan kening membuatnya tersadar. Dia sedang berurusan dengan makhluk abadi. "Jadi Katon memiliki ponsel hanya untuk berkomunikasi denganku?" James mengangguk, menyuruh Karin lebih cepat bersiap-siap. Karin segera menata rambutnya dan memasukkan barang yang perlu dia bawa. "Sepertinya kau per
Karin tak pernah tahu jika seorang bangsawan iblis seperti Katon menikmati makanan layaknya manusia biasa sepertinya. Pantas saja saat ini terhidang sepiring besar spageti, lengkap dengan garlic bread dan salad sayur. Tak lupa di sana juga tersedia minuman kesukaan Karin, jus semangka. "Di sini ada semangka?" ujar Karin nyaris tertawa. Katon tersenyum lalu mempersilakannya duduk, "Apapun untukmu pasti ada," Pandangan Karin masih berkeliling pada jamuan makan malam yang luar biasa mewah, karena seumur hidup dia tidak pernah dijamu seperti ini. Selain karena kesulitan ekonomi keluarga, selama di Alfansa hidup Karin juga tak pernah tenang akibat kejaran dari para lelaki yang haus akan dirinya. Ingatan kelam itu tiba-tiba muncul, membuat rasa takjub yang sempat menyelimuti hati Karin berubah menjadi pandangan kosong yang nanar. "Apakah pantas aku menikmati semua ini?" gumamnya pada Katon. "Penderitaanmu di Alfansa sudah berakhir. Aku akan menjagamu di sini," Pandangan Karin masih nan
Karin tak pernah tahu jika seorang bangsawan iblis seperti Katon menikmati makanan layaknya manusia biasa sepertinya. Pantas saja saat ini terhidang sepiring besar spageti, lengkap dengan garlic bread dan salad sayur. Tak lupa di sana juga tersedia minuman kesukaan Karin, jus semangka. "Di sini ada semangka?" ujar Karin nyaris tertawa. Katon tersenyum lalu mempersilakannya duduk, "Apapun untukmu pasti ada," Pandangan Karin masih berkeliling pada jamuan makan malam yang luar biasa mewah, karena seumur hidup dia tidak pernah dijamu seperti ini. Selain karena kesulitan ekonomi keluarga, selama di Alfansa hidup Karin juga tak pernah tenang akibat kejaran dari para lelaki yang haus akan dirinya. Ingatan kelam itu tiba-tiba muncul, membuat rasa takjub yang sempat menyelimuti hati Karin berubah menjadi pandangan kosong yang nanar. "Apakah pantas aku menikmati semua ini?" gumamnya pada Katon. "Penderitaanmu di Alfansa sudah berakhir. Aku akan menjagamu di sini," Pandangan Karin masih nan
"Aku nggak nyangka ada juga yang berani ngintipin kita," sindir Stefani dengan pandangan ditujukan pada Tanya yang mematung ngeri. Tanya menggigit bibirnya, "Maaf, Stef ... " Stefani berjalan mendekati Tanya dengan kedua tangan dilipat di depan dada. Matanya menelusuri tubuh Tanya dari atas sampai bawah, "Oh jadi kamu yang ngaku sebagai calon pengantin Katon?" Kemudian dia balik menatap Karin, "Dan kamu berteman dengan calon pengantin Katon yang asli?" Stefani tersenyum licik penuh maksud, sambil melambaikan tangan dia kembali menghampiri Katon yang semenjak tadi masih duduk santai di tempatnya. Tak ada kata yang keluar dari mulut maupun penjelasan yang ingin dia lontarkan pada Karin. Sedangkan Karin, tubuhnya panas dingin, menahan kecewa dan marah menjadi satu namun tak bisa dia lampiaskan. Dia hanya ingin respon dari Katon, respon apapun. Mungkin terkejut atau panik. Tapi Katon tidak merespon, dan hanya balik merengkuh tubuh indah Stefani seakan kehadiran tiga onggok manusia bias
Serena mempersilahkan Karin untuk masuk ke dalam rumahnya yang berdesain minimalis itu. Ken masih mengantar kepergian Katon, yang mendadak harus pergi tanpa bilang apapun pada Karin. Serena menuntun lembut tangan Karin, berusaha menghibur keresahan di benak Karin. Walaupun Serena sesama manusia Alfansa sepertinya, tapi Karin dapat merasakan kalau Serena memiliki intuisi yang tajam. Dia seakan mengerti kekhawatiran dan kecemasan yang ada di dalam diri Karin, hanya dengan melihat gerak-geriknya. "Karin siapa nama lengkapmu?" tanya Serena setelah menyuguhkan segelas teh hangat pada Karin. Karin segera menyeruput teh itu, "Karin Nevada," Serena menautkan kedua alisnya kemudian melipat tangan di depan dada, "Aku senang bertemu denganmu," "Serena ... " panggil Karin, memainkan cangkirnya, "sudah berapa lama kamu menikahi Ken?" "Lima belas tahun ... mungkin?" Serena berusaha mengingat untuk dirinya sendiri, "Yang pasti sudah sangat lama sampai aku lupa," Serena tertawa ringan membodohi d
James masih saja menunduk walaupun sudah lima menit lamanya waktu berlalu sejak dia datang menjemput Katon untuk kembali ke dunia mereka. Dia melakukan itu karena saat ini mata Katon berubah hitam legam, penuh amarah dan dendam yang tak bisa dihentikan siapa pun bahkan oleh James. Cerberus sudah pergi, menunaikan tugasnya untuk menjaga Deswita dan ibu Karin, jadi sekarang tinggal James dan Katon berdua saja. "Antar aku ke Stefani," James memberanikan diri mendongakkan kepalanya, "Kenapa kita menemui Stef?" Bola mata Katon bergerak mengawasi James, "Haruskah kujawab?" James kembali menunduk dalam, lalu mempersilakan Katon untuk segera duduk di kursi belakang mobil. Hanya hitungan detik mobil mereka sudah melaju kencang, membelah jalanan, menembus bangunan dan hanya dalam satu kedipan mata James sudah mengantar Katon hingga di depan gerbang negeri bangsawan iblis. Ketika sampai di sana, laju mobil mereka melambat layaknya mobil biasa dan bergerak melewati jalanan yang ada. James men
Hendery tertawa menggelegar, membuat gemuruh langit cerah di sekitar Sekolah Sofia siang ini. Dia berdiri di tepi rooftop yang biasa ia gunakan sebagai tempat persembunyiannya. Tangannya terbuka lebar, menarik nafas dalam-dalam dan kembali tertawa sangat bahagia. Salah satu misinya untuk mendekati Karin sebentar lagi terwujud, karena berita tentang Karin yang dicampakkan Katon beberapa hari lalu masih terus saja diperbincangkan. Tak bisa dipungkiri Hendery, selain menjadi mantan calon pengantin Katon, Karin juga memiliki pesona tersendiri yang mampu menarik perhatian semua laki-laki termasuk para bangsawan iblis. "Kau harus bergerak cepat," ujar Erna yang entah kapan muncul. Hendery dan Erna memang berbagi tempat persembunyian yang sama karena secara tak sengaja mereka memiliki tempat tujuan yang sama. "Sudah banyak yang mengincar Karin," tambahnya. "Tentu," Hendery turun dari tempatnya berdiri, "Dia adalah mantan calon pengantin Bagaskara, salah satu petinggi di sini." timpal Hender
"Kapan kamu akan menikah?" tanya Serena, setelah Karin mempersilahkannya duduk. Hari ini Serena menyempatkan diri untuk datang ke asrama Karin, karena dia baru saja berbelanja di tempat yang berdekatan dengan asrama Karin. Walaupun terkejut dengan kedatangan Serena yang mendadak, namun Karin tetap menyambutnya seramah mungkin. "Aku nggak tahu," jawab Karin singkat, sibuk menata barang-barangnya yang berserakan, "Serena, ada perlu apa kamu kemari?" tanyanya berusaha mengalihkan pembicaraan. "Oh iya," Serena mengambil sesuatu dari tas belanjaannya. Lalu dia memberikan sebuah bingkisan kecil, "Bukalah. Ini khusus aku pilihkan untukmu," pinta Serena penuh semangat. Karin menerima bingkisan itu dengan hati-hati, "Scrunchies?" Serena mengangguk senang, "Warnanya sangat cocok denganmu. Aku sengaja membeli banyak biar bisa dipake gantian," Karin mengucapkan terima kasih paling tulus lalu memasukkannya ke dalam laci meja. Air mata mendadak menggenangi matanya. Dia berusaha menyembunyikann