Maafkan ada nama Luciano Caruso muncul dan bikin bingung teman-teman. saking cintanya Freyaa nih sama nama Luciano hahaha.
Matahari sore terlihat megah di cakrawala barat, Lucy terkekeh rendah mencubit ujung hidung bayi Lula yang kelopak matanya merem melek dan mulutnya mengisap pelan sumber makanan di dadanya. "Sudah sore, Sayang. Kau tidak boleh tidur saat sore. oke?" bisik Lucy sembari menggoyangkan pelan tubuh bayi Lula yang semakin bertambah hari semakin pandai berekspresi. "Heeekk ..." bayi Lula menanggapi perkataan Lucy dengan bahasa bayinya dan menggeliatkan tubuh serta mengangkat sebelah kaki menendang selimut yang menutupi pinggang kebawahnya. Di depan Lucy, Luca masih terbaring dengan pernapasan teratur di atas ranjang hidroulik. "Paman Luca ...panggil pamanmu, Sayang ..." Lucy menciumkan wajah bayi Lula ke atas bibir Luca, sambil bibirnya tergelak merdu menggoda Lula yang terlihat senang bermain dengan Umminya. "Twins ..." Luca mendesah lirih. "Ohhh, Luca?! Kau sudah bangun?" Lucy terpekik terkejut dan hampir membuat Lula menangis karena terperanjat mendengar pekikannya. "Tu-tunggu sebe
Beberapa detik sebelum tembakan peluru mengarah ke dirinya dan juga kapal, Zeze telah meloncat dengan sangat cepat, menarik Pierre dan juga juru kemudi ke pinggiran kapal. Pun Simon sudah meraih kacamata canggihnya, bertengger di atas pematang hidung mancungnya, terkekeh menoleh pada Zeze. "Pancinganmu berhasil, Young Lady." seru Simon pada Zeze yang menikmati pelukan Pierre melingkupi tubuhnya dari percikan serpihan pecahan kapal yang berhamburan ke udara akibat dari tembakan. Zeze tergelak renyah, menoleh pada juru kemudi yang kapalnya di sewa oleh PIerre sejak siang, kini telah hancur. "Apakah Anda baik-baik saja? Jangan kuatirkan soal kapalmu, kami akan menggantinya dengan yang baru." "Terima kasih, Nona Muda. Itu terdengar menyenangkan. Saya memang membutuhkan kapal untuk mata pencaharian." juru kemudi menyahut dan Pierre menepuk pelan pundaknya, "Datanglah esok ke Lemoncello untuk mengambil biaya beli kapal barumu." "Sekarang, apakah kau memiliki sesuatu yang bisa membua
Pierre baru saja turun dari ruangan kerjanya di lantai atas, kini membantu pekerjaan Luciano Caruso, keponakannya di balik meja bartender. Pengunjung cafe Lemoncello sedang banyak untuk makan siang juga bersantai sehingga Luciano sedikit kewalahan membuat minuman serta menyajikan camilan dari area bartender. Untuk makanan berat sudah langsung dari area dapur yang dibuat oleh koki berpengalaman. "Hai, Pappina." gurau Zeze menyapa Luciano Caruso, keponakan Pierre yang tak kalah tampan dari pamannya. "Pappina?" ulang Luciano pada gadis muda bermata biru yang sedang memajukan wajah ke depan meja bartendernya. "Hai, kapan kau datang? Kenapa tak menghubungiku?"Pierre langsung tersenyum cerah menyapa Zeze dan tidak bisa dipungkiri tatapan matanya yang beberapa saat lalu fokus memotong cake, membuat minuman dan meletakkannya pada atas meja yang gegas diambil pelayan untuk disajikan pada tamu pemesan, kini mata biru gelap Pierre terlihat sangat lembut memandang Zeze yang tertawa merekah ta
Freyaa akhirnya bisa tenang dan tidur kembali dalam pelukan hangat Zetha dan Luciano yang tak henti-hentinya memberikan kecupan ke kepala putri bungsu mereka tersebut.Sementara Zeze dan Simon baru saja tiba di Sorrento. Dominic telah memesankan mereka connecting room di sebuah hotel mewah, pusat kota Sorrento. "Uch, nikmatnya meluruskan punggung!" seru Zeze tertawa kecil seraya membaringkan punggungnya ke permukaan ranjang. "Ganti bajumu dulu, Young Lady." Simon turut terkekeh, tak lupa mengingatkan adik perempuannya agar tidak langsung tidur menggunakan pakaian yang ia pakai dari luar. "Sebelum tidur, jangan lupa berdoa dulu." ucap Simon kembali, sesudah ia meletakkan tas punggung berisi pakaian Zeze juga dirinya pada atas meja. Waktu masih menunjukkan dinihari di Sorrento. "Aku mau mengejutkan Pierre ahhh ..."Zeze meraih ponselnya, hendak menghubungi Pierre yang seolah gadis muda itu lupa jika sekarang belum pagi. "JIka sekarang kau mengejutkan Pierre ...aku yakin ia benar-b
Luciano keluar dari ruangan perawatan Luca sembari membopong Zeze yang belum puas ia manjakan, mereka masuk ke dalam ruangan tempat Michele dan Damon sedang didampingi Susie bersama Anjo. Effren yang melihat pemandangan Zeze di bopong oleh Luciano, rongga dadanya yang seperti digantungi batu besar, semakin terasa berat. ditambah langkah kaki Lucy yang ia gandeng terseok-seok. "Kendalikan dirimu, Young Lady, kendalikan dirimu ..." bisik Effren seraya mengeratkan lengannya memeluk pinggang Lucy, adik perempuannya, saudara kembarnya Luca. "A-aku ...tidak bisa hidup tanpa ...Luca ..." Lucy mencicit sedih. Bibir Effren tak sanggup berkata, ia benar-benar merasa menyesal karena sejak Luca menginjak usia dewasa, ia seperti bermusuhan dengan adik lelakinya itu.Effren pun teringat bagaimana ia pernah menghajar Luca habis-habsan sampai hampir sekarat, namun tak sekalipun adik lelakinya tersebut membalasnya. Luca juga yang selalu pasang badan melindungi mereka semua sekeluarga besar Salvat
Rombongan Effren, Zeze, Massimo, Megan dan Simon membawa Luca tiba di kediaman Salvatore dengan pengawalan ketat pasukan khusus yang dipimpin langsung oleh Ubba dan Bonnie. "Luca ...." Langkah kaki Lucy terseok menyongsong sampai ke pintu depan, pada genggaman telapak tangannya masih terdapat handuk kecil yang bernoda darah. Ikatan bathin Luca dan Lucy masih seperti biasa, Lucy tiba-tiba mengalami mimisan parah di kediaman. Effren langsung berlari memeluk Lucy ke depan dada, "Young Lady ..." bisiknya tercekat dan beban berat seakan berkumpul memberatkan sekaligus membuat rongga dadanya terasa seperti membengkak. Zetha, Ariana dan Luciano bersama Simon sudah membawa Luca ke ruangan khusus perawatan yang sengaja disediakan dalam kediaman Salvatore. "Aku menghentikan pernapasan paman untuk sementara. Pelurunya sudah dikeluarkan dan pendarahannya juga telah dihentikan." lapor Simon pada Zetha dan Ariana yang membuka pakaian Luca, hanya melihat bebat perban mengeliling tubuh Luca bagia