Maid Kesayangan Bos Mafia

Maid Kesayangan Bos Mafia

last updateLast Updated : 2025-11-13
By:  MeistoriaUpdated just now
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
7Chapters
16views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Berawal dari tabrakan kecil hingga berujung pada sebuah pertengkaran singkat, Emily tak pernah menyangka hidupnya akan berubah sejak pertemuannya dengan pria bernama Vincent Fiorenzo—Bos Mafia di kenal bengis. Di pecat dari pekerjaan, Di tolak kesana kemari. Hingga saat hampir menyerah, tiba-tiba seorang pria asing datang dan menawarinya pekerjaan sebagai seorang Maid. Tak di sangka, jika ini semua adalah rencana dari Vincent. Karena ia tak akan melepaskan Emily yang telah mencari masalah padanya, begitu saja. "Ternyata dunia ini memang sempit ya, nona kecil?"

View More

Chapter 1

01. Berawal Dari Tabrakan Kecil

‘Ada tamu penting datang ke restoran! Cepat ke sini sebelum Bos marah!’

Emily menatap layar ponselnya, pesan singkat itu membuat jantungnya hampir meloncat keluar.

“Serius?! Kenapa baru bilang sekarang?!” serunya panik, wajahnya memucat. “Aku bisa telat—gawat!”

Tanpa sempat berpikir panjang, ia berlari di trotoar, melewati kerumunan orang yang berlalu-lalang, hampir menabrak beberapa di antaranya. Napasnya memburu, rambutnya berantakan, tapi ia tak peduli. Setiap langkah hanya diiringi satu kalimat yang terus terngiang di kepalanya.

Jangan sampai telat.

Namun, nasib memang suka bercanda.

Di tengah langkah yang terburu dan pandangan yang tak fokus, Emily tanpa sengaja menabrak seseorang. Tubuhnya oleng, dan detik berikutnya,

Bruk!

Ia jatuh tepat di bawah kaki seorang pria.

“Ah, pinggangku…!” pekiknya sambil mengelus bagian yang nyeri.

Ketika pandangannya jatuh pada sepasang sepatu hitam yang berkilap, Emily sempat terdiam. Ia perlahan mendongak, dan di hadapannya berdiri seorang pria tinggi, tegap, membuat napasnya tertahan sesaat.

Astaga… kenapa orang ini berdiri di tengah jalan seperti patung?

“Hei, Paman! Kenapa berdiri di tengah jalan, sih? Jalan ini luas sekali! Apa Paman pikir jalan ini warisan nenek moyang Paman? Seenaknya berdiri di tengah jalan!”

Pria itu menghentikan pembicaraan di telepon. Emily melihat tangannya bergerak santai menurunkan ponsel, lalu matanya beralih padanya. Tatapan itu dingin, hingga membuat tengkuknya menegang.

“Kenapa malah menyalahkanku atas kecerobohanmu sendiri?”

Tatapan sinis dan dingin dari pria itu membuatnya geram—ia bisa merasakan jelas kesombongan yang memancar dari sorot mata pria itu.

Tangan Emily terkepal kuat, menahan emosi yang mulai mendidih mendengar ucapan pria itu.

“Dasar menyebalkan,” gumamnya pelan, tapi nada kesalnya jelas terdengar.

Seketika pria itu membungkuk sedikit, membuat Emily spontan mendorong tubuhnya ke belakang, berusaha memberi jarak agar tidak terlalu dekat. Namun tatapan pria itu terasa begitu menusuk, dingin, tajam, dan membuat bulu kuduknya berdiri.

Hingga akhirnya, suara pria itu terdengar. Berat, dalam, dan entah kenapa membuat jantung Emily berdegup lebih cepat.

“Kalau kamu tidak bisa memakai matamu dengan baik, lebih baik serahkan saja matamu padaku. Biar kujual ke pelelangan pasar gelap.”

Emily terpaku. Kalimat itu terdengar begitu absurd hingga otaknya butuh waktu beberapa detik untuk mencerna maksudnya.

Apa tadi dia bilang... menjual mata?

“Apa maksudmu, Paman? Tega sekali. Tidak punya rasa perikemanusiaan.”

“Memang. Kamu mau apa kalau aku tidak punya rasa perikemanusiaan?” pria itu menjawab, nadanya jelas menjengkelkan untuk di dengar.

Emily mendengus pelan, membuang pandangannya.

Namun pria itu kembali bersuara dingin.

“Dan satu lagi. Jangan pernah panggil aku ‘Paman’. Apa kamu tidak tahu siapa aku? Dasar lancang.”

Alis Emily terangkat, tidak tahu siapa dia? Sungguh sangat menggemaskan sekali mendengar pertanyaan itu.

“Cih, lucu sekali pertanyaan, Paman. Tidak punya cermin di rumah, ya? Sampai harus bertanya begitu?”

Wajah pria itu menegang, tapi Emily lebih cepat mengangkat tangannya, memberi isyarat agar ia tidak banyak bicara.

“Apa? Mau bertanya lagi?” suaranya meninggi. “Nih, aku bantu jawab. Paman itu pria paling menyebalkan yang kutemui hari ini!”

“Rupanya kamu memang belum tahu siapa aku.”

Emily menatapnya dengan mata membulat, bisa merasakan jantungnya berdetak tak karuan. Pria itu menyeringai—senyum yang membuat bulu kuduknya meremang. Tatapannya menyapu wajah Emily perlahan, seolah ingin menghafal setiap detailnya.

“Kutandai wajahmu, Nona kecil.”

Emily tak sempat merespons ketika pria itu sudah berujar lagi. “Semoga kita bertemu kembali.”

Punggung pria yang berjalan pergi dengan langkah tenang namun angkuh adalah pemandangan terakhirnya. Emily masih terpaku di tempat, napasnya belum juga stabil. Dada terasa sesak menahan emosi yang belum reda.

Ia mengepalkan tinjunya ke udara dan berteriak lantang,

“HEI! DASAR PAMAN MENYEBALKAN SEDUNIA! SEMOGA PAMAN MENDAPATKAN ISTRI YANG LEBIH MENYEBALKAN DARI DIRIMU!”

Suara itu menggema, tapi pria itu sama sekali tidak menoleh. Seolah teriakannya hanya dihembus angin.

Emily mendengus kesal. Tangannya cepat merogoh ponsel dari saku rok, dan matanya langsung membesar.

“Ya ampun! Hampir telat!”

Ia berdiri terburu-buru, menepuk roknya yang kotor sambil bergumam pelan, “Semua gara-gara pria itu. Semoga aku gak ketemu lagi sama dia.”

Tanpa pikir panjang, Emily berlari sekuat tenaga menuju restoran tempatnya bekerja, sementara sisa rasa kesal masih menggelayut di dadanya.

....

Di menit-menit terakhir, Emily tiba di restoran, napasnya tersengal dan penampilannya berantakan.

“Akhirnya sampai juga,” bisiknya lirih. Tangannya menekan dada, berusaha meredakan detak jantung yang menggila.

Tenang, Emily, tenang.

Namun, belum sempat ia menarik napas lega...

Suara langkah sepatu pantofel mendekat, berhenti tepat di depannya. Emily mendongak dan mendapati tatapan Meliana menelusurinya dari ujung kaki hingga kepala. Tatapan menilai itu membuatnya kesal.

“Astaga, Emily. Habis dikejar anjing?”

“Diam! Ini semua gara-gara kamu memberitahuku mendadak,” jawab Emily, nada suaranya lebih tajam dari yang ia inginkan.

Meliana terkekeh pelan, menutupi mulutnya dengan tangan. Tawa itu membuat Emily semakin kesal.

Menyebalkan sekali!

“Baiklah, baiklah, maaf.” Meliana tersenyum geli, tapi Emily bisa melihat sedikit rasa bersalah di matanya.

Emily masih kesal. Dalam hati, ia menyalahkan Meliana yang mendadak memberitahunya soal tamu penting. Kenapa tidak dari kemarin saja? Sekarang, dia harus bergegas memperbaiki penampilan dan bersikap profesional. Sangat menyebalkan.

Meliana tersenyum geli, lalu Emily merasakan tepukan ringan di bahunya.

“Cepat bersiap, Emily.”

Meliana menuntunnya memutar badan, lalu mendorongnya pelan. Sebuah bisikan terdengar di telinga Emily.

“Kita akan berkumpul sebentar lagi untuk rapat singkat, dan aku sudah menjadikanmu partnerku untuk melayani mereka.”

Seketika mata Emily membesar.

Apa? Tidak, ini tidak mungkin.

“A... apa katamu tadi?”

“Sudah, cepat bersiap!”

“Ingat, tamunya bukan orang sembarangan!” seru Meliana.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
7 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status