Gadis Bisu Tahanan Mafia

Gadis Bisu Tahanan Mafia

last updateLast Updated : 2025-12-29
By:  Nn_EffendieUpdated just now
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
6Chapters
8views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Eden adalah Pemimpin Mafia, hidupnya hanya berisi kegelapan pistol dan waspada kematian. Hitam dan abu-abu. Tidak ada yang menarik dalam hidup selain membunuh musuh. Namun semua menjadi lebih berbeda setelah pertemuanya dengan Lintang, seorang gadis bisu yang berani masuk ke wilahnya. Lintang bekerja sebagai pencuci piring di restoran. Hidup sebatang kara di usianya yang muda tak membuatnya menyerah, ia selalu hati-hati dalam hal apapun, namun untuk pertama kalinya dalam hidup ia berbuat kesalahan. Kesalahannya hanya satu, mengantar pesanan makanan, namun dunia balas menghukumnya dengan ketidak adilan. Lintang di sekap oleh pria yang tak dikenalnya hanya karena di sangka penyusup. Dan hidupnya berubah total sejak hari itu. Apakah lintang bisa lepas dari jerat Eden? ataukah justru terperangkap kehidupan gelap sang mafia yang kejam? Pantau terus kisah mereka ya!!

View More

Chapter 1

Bab 1. kehilangan kesucian

“Bersihkan tubuhnya. Kenakan pakaian ini.”

Eden menyerahkan paperbag coklat pada pelayan tanpa menoleh. Suaranya datar dan tajam.

“T-tapi, Tuan…” pelayan itu menelan ludah. Tangannya gemetar saat menerima kantong itu.

Eden akhirnya menoleh. Menatap tajam wanita yang menunduk di depannya.

“Berapa nyawamu?” tanyanya rendah.

Satu kalimat itu cukup membuat Pelayan itu pucat, lututnya hampir ambruk.

“Ba-baik, Tuan. Akan saya lakukan,” katanya tergesa, lalu pergi secepat mungkin sebelum Eden berubah pikiran dan mengambil nyawanya.

****

Langkah sepatu Eden menggema panjang di lorong sunyi. Setiap derapnya seperti hitungan mundur menuju sesuatu yang tak terelakkan.

Ia berhenti di depan pintu hitam mengkilap.

Brak!

Pintu terbuka dengan kasar.

Cahaya dari lorong membelah kegelapan kamar menjadi garis tipis. Bau dingin dan lembap menyergap inderanya.

Hening.

Eden mengerutkan dahi saat tak ada suara dan pergerakan.

Lalu matanya menyesuaikan. Di sudut ruangan, sesuatu bergerak dengan halus tersorot oleh cahaya rembulan.

Tubuh kecil itu meringkuk, gemetar hebat, seolah mencoba menyatu dengan bayangan. Napasnya tersengal tertahan, tangannya menutup mulut rapat-rapat, takut satu suara saja akan memanggil kematian.

Senyum Eden terangkat perlahan.

Puas.

“Kau takut padaku, Lintang?” suaranya menggema lembut, terlalu lembut untuk disebut aman.

Udara terasa semakin dingin menusuk tulang. Lintang menahan napas, menahan air mata, menahan gerakan tubuhnya agar tak terlihat namun pria itu tetap bisa melihatnya.

“Keluar,” ujar Eden tenang. “Sebelum aku benar-benar membunuhmu.”

Eden menekan setiap katanya dan Lintang tahu kalimat itu bukan kalimat biasa. Itu adalah ancaman, tak ada satupun ancaman Eden yang tak terbukti.

“Ayah…kumohon” suaranya pecah tanpa suara. Bibirnya hanya membentuk kata. “Tolong aku kali ini… aku takut…”

Air mata mengalir deras. Tubuhnya mati rasa, kesemutan menjalar dari ujung kaki hingga ke dada, seolah jiwanya perlahan melepaskan diri.

Eden tetap berdiri di tempatnya.

Tak bergerak. Namun suaranya seperti terompet kematian.

“Satu.”

Detak jantung Lintang menghantam dadanya. Setiap denyut terasa seperti palu. Matanya menatap Eden yang masih terlihat tenang.

“Dua.”

Ia menggigit bibirnya keras-keras. Darah terasa asin di lidahnya. Tangannya mencengkeram lantai dingin.

“Ti—”

Lintang berlari.

Ia tak tahu dari mana tenaganya datang. Ia hanya tahu jika tetap diam, ia akan hancur.

Tubuhnya menghantam dada Eden. Lengan kekar itu langsung melingkar, mencengkram pinggangnya kuat membuat tubuh Lintang seketika menegang.

“Nah…” Eden terkekeh pelan. “Begini seharusnya.”

Tangannya terangkat, membelai dagu Lintang perlahan. Terlalu lembut untuk seseorang yang disebut monster.

Matanya menatap mata madu yang basah oleh air mata. Kilau ketakutan membuatnya bersinar indah dan itu membuat Eden tersenyum lebih lebar.

“Kau gemetar,” bisiknya. “Kau benar-benar takut padaku.”

Lintang tak mampu menoleh. Nafasnya tercekat, dadanya sesak.

“Kau tahu dimana kesalahan mu, Lintang?” suara Eden hampir tak terdengar, namun justru menusuk sangat dalam.

Setiap kata terasa seperti paku di jantungnya.

Lintang kembali berpikir mencari letak kesalahan yang diperbuat, namun semakin ia pikir ia tak menemukan sedikitpun kesalahannya.

Ia hanya datang untuk mengirim makanan namun tiba-tiba dikepung dan di sekap.

“Kau harus dihukum, Lintang,” lanjutnya pelan. “Kau harus membayar apa yang sudah kau lakukan.”

Pelukan itu mengencang. Eden mengangkat tubuh lintang yang seringan kapas kemudian melemparkan ke atas ranjang.

"akh.."

Tubuhnya memantul. Kepalanya tak terbentur apapun, namun dunia tetap berputar liar. Pusing menyerang tiba-tiba, seolah ada tangan tak kasat mata yang memeras otaknya.

Lintang mencengkram sisi kepalanya, nafasnya terputus-putus.

Ctak!

Cahaya putih menusuk langsung ke matanya. Lintang menyipit, air mata menggenang di pelupuk dan ia yakin dalam satu kedip akan jatuh ke pipinya.

Belum sempat ia menyesuaikan diri Eden lebih dulu menyergap.

Kakinya terseret kuat hingga tubuh lintang berada di tepi ranjang. Sprei bergeser kasar, punggungnya terasa dingin.

Lintang berteriak. Namun hanya gerakan bibirnya saja.

Mulutnya terbuka lebar, nafasnya habis dalam isakan bisu. Panik menyergap, lebih menakutkan daripada saat pria itu memaki.

Tubuh Eden membungkuk, bayangannya menelan tubuh kecil gadis di bawahnya, wajahnya kian mendekat. Matanya menatap lapar tubuh seputih susu berbalut dress merah haram.

Lintang berharap dunia menelannya saat itu juga.

"Kau seperti mawar, Lintang.” Ucap Eden pelan, suaranya serak dan berat. “Mekar dan siap untuk dipetik."

Tak membiarkan Lintang mencerna kalimat itu, Eden mencengkram pergelangan tangan lintang, menekannya ke atas ranjang. Tak melukai namun cukup membuat memar.

Lintang meronta. Kakinya menendang, tubuhnya menggeliat, kukunya mencakar lengan Eden tanpa arah. Dadanya naik turun cepat, napasnya kacau.

Dalam sekali sentak Eden menarik paksa lingerie yang tak sepenuhnya menutupi pusat pribadi Lintang. Kain tipis merah itu tak lagi terpasang, rusak.

Kecepatan Eden membuat Lintang tercengang, tangannya berusaha menutupi dada yang terekspos, matanya memerah bukan lagi karena tangis melainkan marah, malu bercampur takut.

Bibirnya bergerak cepat.

"Ku mohon…jangan…." Eden membaca gerak bibir Lintang, namun ia tak peduli.

Tangannya kembali menarik kain terakhir, hingga mempertontonkan tubuh sempurna tanpa cela. Kulit seputih susu, cerah dan segar, Lintang benar-benar definisi mawar yang mekar.

Matanya kian menggelap, saat pergerakan Lintang yang berusaha menutupi namun terlihat seperti tengah menggodanya.

"Kau tahu, hanya ini cara agar kau mau mengeluarkan suara emas mu itu."

Eden membuka paksa kedua kaki Lintang, matanya berkilat penuh cahaya. ludah terasa seperti batu, hingga sulit untuk turun.

Rona merah dengan sentuhan istimewa pusat gairah, membawa rasa panas menyerang tubuhnya. Tiba-tiba ia merasa gerah di bawah dinginnya AC.

Jakunnya naik turun, matanya tak bisa teralih dari inti milik Lintang. Eden mengabaikan tangisan dan rontaan Lintang yang tak seberapa itu.

Hingga dalam satu gerakan cepat, sesuatu yang keras memaksa masuk kedalam tubuh Lintang tanpa bisa dicegah.

Ia berteriak, memukul, menggigit dan mencakar Eden, namun pria itu tak menghentikan aksinya ia semakin memaksa masuk pusaka miliknya, hingga cairan merah mengalir menetes di sprei sutra yang putih.

Eden terkejut, namun kemudian tersenyum puas.

Lintang menangis tergugu, rasa perih, panas dan sakit seolah membelah tubuhnya. Kulitnya meremang sedangkan tubuhnya bergetar tak karuan. Matanya melirik ke bawah sesuatu yang tak kecil tengah mengoyak dirinya, harga dirinya.

Lalu pria di atasnya menggeram layaknya binatang, senyum kepuasan tersungging di bibirnya. Sesekali lidahnya turut bermain menggoda lehernya.

“Sakit…ku mohon lepas…” Lintang berusaha mendorong perut Eden, namun bukanya lepas Eden semakin dalam membenamkan miliknya.

Rasa sakit semakin terasa saat Eden menggerakkan pinggulnya dengan kasar, mengabaikan Lintang yang berontak ingin lepas. Gadis itu menangis, menjerit, terisak dan meracau namun lagi-lagi tak sedikitpun suara keluar dari mulutnya.

"Ah, lintang. kau membuatku hilang akal.”

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

No Comments
6 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status