Share

Bab 6

Penulis: Sinda
last update Terakhir Diperbarui: 2024-09-24 16:36:36

Belum juga Bulan berhasil menyuapkan satu sendok bubur ke mulut, gadis itu dibuat terkejut saat pintu kamarnya tiba-tiba terbuka. Ia menjadi panik karena Fara datang dengan tangis kencang.

"Tolong Ibuku, Bulan!" jerit wanita itu sambil berlutut di samping ranjang yang Bulan tempati. Air matanya berjatuhan deras.

Sendok di tangan Bulan taruh lagi. Ia mengerjap cemas pada Fara yang terus menangis dan melipat tangan di depan dada.

"Tuan ingin membunuh Ibuku, Bulan. Dia berkata akan membakar rumah Ibuku!"

Dua tangan Bulan mengepal. Giginya beradu menahan rasa takut dan juga amarah. Pria iblis itu ingin ingkar? Bukankah kemarin Bulan sudah bersikap patuh?

Lelaki jahanam itu mengigit Bulan kemarin. Bukan hanya satu, di perutnya sekarang ada dua bekas gigitan, bahkan di dadanya terdapat beberapa ruam kemerahan. Bulan sudah mengalah dan mengapa lelaki itu tetap ingin menyakiti Bik Tari?

"Tuan marah karena kau menamparnya. Karena itu dia sudah mengirim orang untuk membakar rumah Ibuku malam ini." Fara mendekat. Dipegangnya dua tangan Bulan. "Aku mohon, Bulan. Tolong lakukan sesuatu untuk mencegah Tuan membakar rumah Ibuku."

Air matanya yang jatuh membuat Bulan memalingkan wajah. Ia begitu marah sampai tak bisa berteriak dan malah menangis. Manusia macam apa yang ia sedang hadapi ini?

"Bulan, tolong aku." Fara menunduk, masih terus memohon.

Sebenarnya Bulan tak tahu harus melakukan apa. Ia sudah menjadi penurut kemarin. Namun, lihatlah apa yang lelaki itu perbuat. Hanya karena Bulan menamparnya satu kali, dia ingkar janji?

Pelan-pelan Bulan bangkit dari kasur. Jarum infus masih terpasang di punggung tangannya. Gadis itu terpaksa harus membawa kantung cairannya. Sambil melangkah mencari si lelaki gila itu, Bulan menimbang harus melakukan apa.

Bulan menemukan lelaki itu ada di ruang tamu. Sedang merokok santai, sembari dijagai beberapa pria bertubuh besar. Pandangan Bulan yang tak sengaja jatuh pada pisau kecil di meja memberi gadis itu sebuah ide.

Tidak seharusnya orang jahat dibiarkan hidup. Bik Tari bilang, orang ini masih bernapas sampai sekarang hanya karena warga takut padanya. Bulan bukannya tidak takut, tetapi bukankah ia harus melakukan sesuatu untuk mencegah Bik Tari, orang yang sudah menolongnya, dicelakai?

Lelaki itu tampak melirik santai ketika menyadari kehadiran Bulan. Si gadis tebak, pria itu masih kesal karena ditampar kemarin. Orang itu memalingkan wajah, sok tak peduli.

Ini kesempatan bagus, batin Bulan. Kapan lagi ia punya peluang sebesar ini? Mengepalkan satu tangan, Bulan mempercepat langkah menuju meja. Saat belati yang  tadi diamati sudah berada dalam genggaman, Bulan membuang kantung cairan infus.

Benda itu jatuh di lantai, ikut tertarik ketika Bulan maju dan menikamkan belati di tangan kanannya ke arah dada si lelaki. Sayang, ujung runcing belati itu tak sempat menyentuh atau menembus kulit si pria, karena lebih dulu ditahan. Malah, kini Bukan merasakan perih yang menyengat dari punggung tangannya yang robek karena jarum infus yang dipaksa lepas.

Tepat di depan mata, Bulan melihat bagaimana darah menetes dari telapak tangan si lelaki yang memegangi belati. Tubuh Bulan menggigil menyaksikan pria itu tersenyum miring padanya. Satu kali tarikan, belati lepas dari tangan Bulan.

Pria itu melempar belati tadi, menimbulkan bunyi saat benda itu menyentuh lantai. Tergeletak tak berdaya. Bulan bahkan belum sempat mengambil napas saat tangan ditarik hingga tubuhnya terjatuh ke atas tubuh si lelaki.

"Mau membunuhku?" Pria itu bertanya dengan suaranya yang berat. Satu tangannya mengusap pipi Bulan, membuat jejak darahnya menempel di sana.

Perut Bulan bergejolak. Bulir keringat dingin memenuhi dahi dan lehernya. Bau amis darah memenuhi hidung si gadis, membuat paru-paru menyempit.

"Harusnya aku yang membunuhmu, karena sudah berani menamparku." Pria itu mengulum senyum karena mendapati mata Bulan yang berkedip sayu.

Tubuh perempuan itu lunglai, nyaris jatuh ke belakang kalau saja tak disanggah si lelaki. Bulan masih berusaha sadar, ia ingin berontak, tak sudi berada di atas pangkuan si lelaki. Namun, tenaganya hilang entah ke mana.

Gadis itu ingin berteriak, tetapi pada akhirnya hanya mampu melenguh sebab kini bibirnya sudah dibungkam bibir lelaki itu. Sedikit kasar dan hangat, Bulan ingin muntah. Matanya memejam dan air mata turun dari sana. Ketika pria itu membuka mulut dan melahap bibir Bulan, si gadis pun hilang kesadaran.

Kepala Bulan terkulai di bahu si lelaki. Si pria yang berusaha mengatur napas mengumpat rendah.

"Gadis ini payah sekali," komentarnya entah pada siapa.

Ia angkat tangan kiri Bulan. Darah mengalir dari punggung tangan kurus itu. Ada luka sobek di sana, akibat jarum infus yang tertarik lepas. Warna darahnya yang merah pucat sangat kontras dengan kulit pias si gadis.

"Aku yakin. Seminggu di sini, kau pasti mati," katanya kesal ke arah wajah Bulan.

"Panggilkan dokter, Reza," suruh lelaki itu pada salah satu anak buahnya.

Ia bangkit berdiri, membawa tubuh Bulan dalam gendongan untuk dipindahkan ke kamar. Pria itu tak sadar jika kini pandangan Reza sang anak buah mengikutinya dengan sorot cemas.

***

Ini bukan hal mudah bagi Reza. Sepanjang ia mengabdi, lelaki itu tak pernah mencampuri keputusan apa pun yang sang tuan buat. Menurutnya, sang bos bukan seseorang yang akan mengambil sikap ceroboh yang bisa membahayakan bisnis mereka.

Namun, kali ini Reza meragukan keputusan sang tuan.

Reza tahu jika sejak lama sang tuan sudah memperhatikan seorang gadis  di desa ini. Mungkin sekitar dua atau tiga tahun lalu, tuannya melihat seorang perempuan kurus yang kesusahan mengangkat air dari sumur dan bersimpati padanya. Reza bisa paham mengapa si bos iba.

Gadis itu terlihat lemah. Tubuhnya kurus. Meski tinggi, gadis itu tampak sangat rapuh. Membawa satu ember air saja dia kesusahan hingga beberapa kali tersandung dan hampir jatuh.

Memang gadis itu tidak jelek. Wajah kecil dengan sorot lugu di kedua mata coklatnya. Berkulit putih bersih, nyaris tak pernah mereka lihat sebelumnya berkeliaran di desa.

Dulu, ketika tuannya membantu perempuan itu, Reza tak punya firasat apa-apa. Mungkin, bosnya hanya kasihan pada seorang gadis desa yang lemah. Namun, kini firasat Reza berbeda.

Reza sudah merasakan firasat tak nyaman ketika tuannya membakar rumah seorang pria tua hanya untuk membuat gadis itu muncul. Lebih-lebih apa yang terjadi beberapa saat lalu.

Gadis itu hendak membunuh sang tuan. Dia mengangkat belati dan nyaris berhasil menusuk dada si bos. Namun, bukannya menikam balik, Reza malah melihat tuannya mencium gadis itu.

Bukannya membuang gadis menyusahkan itu, tuannya malah peduli pada luka jarum di punggung tangan si perempuan, lalu memerintah Reza memanggilkan dokter. Sungguh, Reza punya firasat buruk soal ini.

Bukan Reza tak suka ada perempuan di samping bosnya. Namun, Fara sudah cukup. Walau wanita itu licik, tetap saja dia lebih baik karena tak mendapat rasa peduli seperti gadis lemah bernama Bulan itu. Terakhir kali sang tuan peduli pada seorang perempuan, mereka berakhir kacau. Reza tak mau hal itu terjadi lagi.

"Sungguh Bulan berusaha menikam Tuan?"

Suara itu membuat Reza mengusaikan kegiatan merenungnya. Pria itu melihat Fara datang dengan wajah marah. Padanya, ia memberi anggukkan kepala.

"Gadis sialan itu," desis Fara penuh kebencian. "Aku harus melakukan sesuatu padanya."

Reza menoleh dengan tatap mengejek. "Memukulnya, lalu kau ditampar lagi?"

Fara langsung memberi tatapan tajam pada lelaki yang sudah menghinanya itu. "Kalau kau lebih pintar, lakukan sesuatu agar gadis sialan itu dibuang. Dia bisa membuat kita susah."

Memalingkan wajah dan menatapi meja, Reza membenarkan ucapan Fara itu. Dia juga berpikir sudah harusnya melakukan sesuatu agar gadis itu tak terlalu lama di sekitar sang tuan. Ia harus melakukan sesuatu.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Jerat Cinta sang Tuan   Bab 48 [Selesai]

    "Kekanakan."Meski disuarakan dengan pelan, tetapi telinga Bulan masih mampu menangkap kalimat itu. Tentu saja yang mengatakannya adalah Aro. Pria yang duduk di sebelahnya itu.Siapa yang Aro sebut kekanakan? Bulan? Hah, si wanita dengan yakin menyebut bahwa pria itulah yang kekanakan. Jika Aro memang sudah dewasa, punya pemikiran khasnya pria matang, jelas dia tak akan menolak usulan Bulan untuk menikah.Memang, apa susahnya menikah? Itu adalah hal normal yang dilakukan orang-orang dewasa. Namun, si preman satu itu malah menolaknya mentah-mentah.Aro memberi alasan. Katanya, pernikahan itu tidak terlalu penting. Juga, mengadakan pernikahan akan membuat mereka lelah. Pesta dan segala macam halnya hanya akan membuat sakit kepala.Sungguh, Bulan tak paham mengapa bisa Aro memiliki pemikiran demikian. Menikah itu tidak rumit. Bulan juga tak membutuhkan pesta besar yang mewah dan mengundang banyak orang. Memang, mereka punya kerabat? Tidak.Bulan hanya ingin ada pernikahan. Yang sederhana

  • Jerat Cinta sang Tuan   Bab 47

    Aro menggebrak meja hingga menghasilkan bunyi debuman yang kencang. Barang-barang di atas meja itu bergetar, syukurnya tak sampai jatuh ke lantai. Beberapa pelayan yang menunggui pria itu di dapur serentak berjengit dan memegangi dada akibat terkejut. Bahkan, ada beberapa yang sudah pucat wajahnya. Pelayan di dapur itu kebanyakan memang orang lama. Pelayan-pelayan yang sempat diberhentikan Aro usai memutuskan mengasingkan Bulan ke rumah yang berada di tengah hutan. Sejak seminggu lalu mereka dipanggil kembali. Mereka orang lama, tahu betul watak Aro. Namun, tetap saja masih merasa takut tiap kali melihat majikan mereka marah-marah seperti sekarang. Aro memang sudah begini sejak dua hari lalu. Uring-uringan, begitu cepat tersulut emosi pada hal-hal kecil yang berjalan tak sesuai maunya. Dan pagi ini hal tersebut terjadi lagi, penyebabnya adalah Bulan yang menolak sarapan. Sekarang sudah pukul sembilan. Biasanya, sang nona sudah turun pukul tujuh. Namun, sampai sekarang Gino belum ju

  • Jerat Cinta sang Tuan   Bab 46

    Sungguh. Bulan sama sekali tak ingin mengganggu rencana siapa pun. Entah itu rencana Aro yang nekat sekali datang sendirian bertemu Fara. Atau rencana tiga anak buah Aro yang baik hati sekali mau menyelundupkannya dalam rencana ini.Bulan tak ingin ikut campur. Apalagi, sampai mengacau. Inginnya, ia hanya melihat dari jauh, seperti perintah Reza. Namun, sebuah hal yang tak diduga atau diharap baru saja terjadi. Dan Bulan tak mampu menahan diri untuk tetap berada di dalam mobil, seperti yang Reza suruh.Maka perempuan itu turun. Dengan langkah cepat, bahkan setengah berlari ia menghampiri teras rumah Fara. Si pemilik rumah jelas terkejut melihat kehadirannya. Dan Aro barusan sudah berdecak kesal. Pria itu marah, sudah jelas. Barusan Bulan menganggu, pun kehadirannya di sini pasti tak diharapkan. Namun, lagi-lagi Bulan tidak peduli. Yang ia inginkan adalah harus menjauhkan Fara dari prianya.Didorongnya Fara hingga berjarak dengan Aro. Ia sendiri berdiri di depan si pria. Matanya yang

  • Jerat Cinta sang Tuan   Bab 45

    "Tuan, aku tahu di mana Doni."Fara yang tiba-tiba menghubunginya langsung memberi kabar yang memang Aro butuhkan. Aro harus mengakui jika anaknya Toni itu mewarisi sifat licik ayahnya. Daris dan Gino gagal menangkapnya kemarin. Pun, hingga saat ini Aro masih belum tahu di mana Doni bersembunyi.Sudah ia sisir semua sudut di desa. Bahkan, Aro menugaskan sekelompok anak buahnya memeriksa kebun dan hutan. Namun, Doni tetap tak ditemukan. Dan tentu saja informasi dari Fara ini langsung menarik seluruh atensinya.Fara berjanji akan memberitahu di mana Doni. Asal, Aro mau datang dan menemuinya. Syarat lain, Aro harus datang seorang sendiri."Aku takut Daris dan Gino akan menuduhku berbohong, Tuan. Mereka bisa saja membunuhku."Begitu alasan yang Fara katakan saat Aro bertanya mengapa dirinya harus datang sendiri. Karena situasinya sedang terdesak, Aro pun menyetujui tawaran Fara. Ia akan menemui si perempuan sendirian. Sesuatu yang langsung ditentang Daris atau pun GIno."Dia itu perempuan

  • Jerat Cinta sang Tuan   Bab 44

    Pagi ini Aro harusnya pergi ke kebun. Ada lahan yang mesti ditanam ulang. Namun, sebelum ke sana, pria itu ingin menemui Bulan dulu. Tak ada agenda penting. Si lelaki hanya ingin melihat wajah Bulan.Saat tiba, Bulan sedang duduk di halaman depan. Kegiatan rutinnya setelah hamil, Bulan suka berjemur. Katanya, sinar matahari pagi terasa hangat dan membuat suasana hatinya baik.Bukan sesuatu yang sulit mengabulkan permintaan itu. Jadi, Aro membiarkan Bulan melakukannya. Bulan boleh keluar, berada di halaman depan selama setengah jam untuk menikmati matahari paginya."Gino bilang kau tidak menghabiskan supmu pagi ini." Aro duduk di sebelah Bulan setelah tiba. Ia langsung suarakan laporan yang didapat dari Gino."Aku kenyang. Aku menghabiskan bubur jagung." Perempuan itu tersenyum penuh permintaan."Sup daging itu baik untukmu. Kau bisa makan bubur jagung kapan saja." Aro mati-matian menahan diri untuk tak melakukan sesuatu pada bibir yang melengkung lucu itu.Bulan sungguh tahu cara mera

  • Jerat Cinta sang Tuan   Bab 43

    Fara mengerang kencang. Dua tangannya mencengkram seprei dengan kuat. Sehebat sensasi sakit sekaligus nikmat yang kini menerpa seluruh tubuh. Wanita itu mengejang, sebelum kemudian tubuhnya bergetar.Pria di belakang Fara menarik diri. Ikut rebah di samping si wanita, senyumnya mengembang."Kau hebat. Pantas Aro memakaimu bertahun-tahun," puji lelaki itu.Namanya Doni. Berusia empat puluh tahun, dia anak sulung Toni yang selama ini menghilang bak ditelan bumi. Sengaja ia menyembunyikan keberadaan karena dulu malas diperintah-perintah sang ayah.Fara bertemu dengannya seminggu lalu. Ia mendapati Doni tengah berada di depan kediaman Aro alias bekas rumah ayahnya. Kalau bukan dibujuk Fara untuk membuat rencana yang lebih masuk akal, mungkin malam itu Doni sudah nekat masuk ke rumah Aro dan membunuh orang yang sudah menghabisi ayahnya.Doni memang benci pada ayahnya. Pria itu tak mau menyerahkan tampuk kepemimpinan semua usaha bisnis secara cuma-cuma. Doni harus mulai dari bawah, sesuatu

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status