Duduk berkumpul tiga pria tampan di dalam privateroom sebuah bar. Dua lainnya sibuk mengobrol, sementara satu orang di antara mereka hanya sibuk dengan sebatang nikotin di selah jemarinya seraya pikiran yang melayang tak berarah.Xander menghisap asap rokok terakhir sebelum sulutannya ia matikan ke dalam asbak yang telah terisi oleh beberapa bekas rokok di dalamnya. Mengambil gelas yang berisikan minuman kemudian menyesap pelan.Di sampingnya, Dominic dan Lucas lym tengah sibuk mengobrol. Obrolan mengenai pekerjaan pun yang seketika beralih membahas wanita cantik asli China.Seketika pintu ruangan terbuka. Masuk seorang pria bertubuh besar bak algojo ke dalam ruangan. Duduk dengan kaki terbuka pria itu pada sofa tunggal di sana, menyenderkan tubuhnya pun tanpa suara dan hanya mengurut pangkal hidungnya pusing.Dominic menatap pria bertubuh besar itu dengan tatapan datar. Benar-benar kondisi pria yang baru datang sama persis dengan Xander yang sedari tadi duduk di sana."Kau datang den
Setelah beberapa hari nafsu makan Leoni kembali seperti semula. Kondisi tubuhnya juga sudah lebih baik kini. Ia bisa memakan apapun tanpa merasakan mual pada perutnya.Pagi ini pun, Leoni menghabiskan sarapan di dalam piringnya serta menghabiskan satu gelas jus wortel. Meskipun sarapan pagi ini dihadapkan dengan seseorang yang terus mual-mual di hadapanya, Leoni tetap mampu menghabiskan sarapannya sendiri.Ia meminum jus wortel tambahan di dalam gelas seraya terus menatap Xander yang sedari tai sibuk menggonta-ganti menu makanan sampai akhirnya pria itu hanya berakhir menyesap kopi hitam sebagai sarapannya."Apa kau hamil?" lontar Dominic. Menatap penuh heran ke arah pamanya."Omong kosong macam apa itu?" Xander membalasnya dengan tatapan tajam pun sangar."Kau mual-mual seperti orang hamil."Datar ekspresi wajah Xander. Menjadi pucat pasi wajah tampanya karena sudah beberapa hari pria itu terserang demam dan tidak nafsu makan."Mungkin wanita yang kau tiduri hamil," celetuk Dominic. B
Melenggang dengan cantik masuk ke dalam mansion. Seraya menenteng tas besar berisikan bekas pakaian kotor serta barang bawaanya selama berlibur memancing di tengah laut bersama keluarga Foster. Leoni baru saja kembali setelah lima hari pergi tanpa kabar pun nomornya yang dinonaktifkan.Leoni melepaskan kacamata hitam yang bertengger pada hidung mancungnya. Pandanganya mengedar, menilik satu persatu wajah asing dari tiga orang pria yang duduk di sofa ruang utama."Ada tamu?" tanya Leoni pada Dominic yang langsung menghampiri saat ia melihat Leoni datang."Kau dari mana saja?" bisik Dominic. Berbicara tepat di samping wajah Leoni."Aku pergi berlibur. Memancing di tengah laut," ungkap Leoni. Kontan membuat Dominic terkesiap serta menghela napasnya."Pergi tanpa kabar dan kau mematikan ponselmu?""Kau menghubungiku?" Leoni mengambil ponselnya dari dalam tas pun masih dalam keadaan mati. Ia sama sekali tidak memegang ponsel selama berlibur, dan tidak pernah mengeceknya sekalipun karena ti
"Xander."Suara lirih itu memanggilnya sekaligus mencekal lengan Xander, mencegah agar pria itu tidak meninggalkanya sendirian."Temani aku malam ini, kumohon," pintanya disertai mata yang berbinar penuh permohonan.Xander menatap redup pada manik cantik wanita di hadapanya. Kembali bokongnya mendarat pada di sisi ranjang yang mana terbaring wanita lemah di sana.Liza Murrel—kekasih Xander yang telah lama hilang kini kembali Xander temukan. Hilang seolah ditelan bumi seluruh keluarga wanita itu, tanpa jejak pun kabar sedikitpun. Beberapa tahun dalam pencarian, akhirnya Xander dapat menemukan wanita yang ia cintai. Begelut fakta akan rasa bersalah sebab tahun-tahun mengerikan telah Liza habiskan di dalam zona perdagangan manusia.Xander tidak penah menuntut penjelasan akan hal sebenarnya yang telah terjadi hingga Liza berakhir di dalam jurang mengerikan seperti itu. Wanita itu masih diselimuti dengan kabut trauma yang mendalam, pun Xander tidak tega untuk bertanya kepadanya.Hati serta
"Kau tidak masalah aku menceritakan semua ini?" tanya Dominic setelah ia kuras habis cerita tentang masalalu Xander pada Leoni."Sama sekali tidak." Leoni membalas acuh tak acuh. Ia sesap kembali coffee panas di dalam gelasnya yang setia menemani ia mendengarkan cerita Dominic.Wajah tampan itu mendadak layu. "Hubunganmu denganya terlalu rumit. Aku harap ada hasil yang bahagia untukmu, Leoni."Leoni menatap Dominic diam. Sedetik kemudian dirinya terkekeh-kekeh geli hingga semburat merah memenuhi wajah cantiknya."Apa yang lucu? Kenapa kau tertawa?" Dominic heran. Merapihkan rambut, memegang wajahnya berpikir jika penampilanya aneh hingga menyebabkan Leoni tertawa seperti itu."Kau lucu sekali." Leoni mencoba menghentikan tawanya. "Kau lucu jika berpikiran dewasa seperti tadi," sambung Leoni masih dengan tawa yang sama.Kontan Dominic mendengkus. Tidak ada salahnya untuk berpikiran dewasa. Lagi pula, umurnya dengan Leoni ialah setara."Tolong rapikan kekacauan itu untukku," pinta Leoni
PLAK!!!Satu tamparan keras mendarat tepat pada pipi Xander. Meringis memegang ujung bibirnya pria itu, mendorong pipi dalam menggunakan lidahnya. Dirinya hanya diam menerima perlakuan menyakitkan yang disertai umpatan-umpatan kasar dari wanita itu.Kembali terbayang akan tamparan menyakitkan serta bagaimana Leoni mengumpati dirinya saat ia telah sampai mengantarkan wanita itu pada tujuan. Membawa amarah besar Leoni turun dari mobilnya.Tubuh kekar itu terbaring di atas sofa. Kaki panjangnya menjuntai satu ke bawah. Menutup dua mata dengan satu tangan. Kini, dirinya berada di dalam ruang kerjanya di perusahaan.Xander bangun dari posisinya. Gontai ia mendekati meja dan mengangkat telepon yang berbunyi di atasnya."Hallo." Bariton berat itu memecah suasana ruangan yang sepi.Alisnya kontan berkerut serta tatapanya memicing tajam tatkala ia dengar suara pun jawaban dari seberang telepon sana. Mengetat rahang kokoh hingga keluar urat-urat pada lehernya."Damn!"Meraih jasnya dengan cepat
Duduk terdiam pada sofa tunggal memandang keluar jendela kamarnya. Menatap langit malam yang gelap tanpa bintang yang seolah tak sudi menghiasi. Meniup-niup kecil coffee panas di dalam gelas sebelum akhirnya ia sesap perlahan. Suara gelegar dari kilatan petir yang mengiring hujan menjadi backsound pada malam ini. Ditambah nyanyian serangga yang merdu menandakan malam semakin sunyi. Rahangnya bergerak untuk mengunyah sebuah pil yang telah sejak tadi ia simpan di bawah lidah. Tatapanya yang kosong pun tak bisa berpikir jernih memaksa Leoni untuk membuat keputusan yang mungkin akan dirinya sesali di kemudian hari. Gelas panas di dalam genggaman Leoni lolos jatuh membentur lantai marmer. Berserak cairan coffee bercampur pecahan gelas yang kontan tak sengaja mengenai kakinya hingga memar di sana. Betapa terkejutnya wanita itu melihat Xander yang sudah berdiri di ambang pintu kamar. Penampilanya acak-acakan tidak karuan pun seluruh pakaiannya yang basah kuyup. "Malam yang tenang un
Hari ini adalah tepat satu tahun Leoni dan Tavel memutuskan untuk tinggal di kediaman yang berbeda dari keluarga Miller. Genp dalam satu tahun tak pernah juga Xander bertemu dengan Leoni semenjak pertengkaran mereka pada malam itu. Selama satu tahun penuh keseharian Xander hanya disibukan dengan pekerjaan, atau sesekali dirinya membawa Liza keluar untuk memulihkan mental wanita itu. Telah banyak kabar berita yang beredar mengenai kedekatan putra Miller bersama kekasihnya. Media sosial serta banyaknya artikel yang menampilkan kebersamaan keduanya. Setelah satu tahun lamanya Xander menyembunyikan Liza dari publik dan keluarga. Malam ini, ia dengan terang-terangan mengekspos serta mengkomfirmasi hubunganya bersama Liza pada media serta keluarganya. Xander juga mengajak Liza untuk makan malam bersama kedua orangtuanya. "Kapan kalian akan bertunangan?" tanya Pero pada Xander yang masih santai mengunyah makanannya. "Secepat mungkin." Xander menjawab. "Baiklah, lebih cepat lebih baik,"