Share

Syarat dari papi~

Author: Na_Vya
last update Last Updated: 2025-06-26 22:00:35

Langkah Misya lebar-lebar menelusuri setiap lorong rumah sakit, yang cukup lengang. Mulutnya tak berhenti berdoa untuk keselamatan sang papi yang katanya jatuh pingsan di kantor.

Langkah Misya baru berhenti, ketika tiba di depan pintu ruang VIP rumah sakit swasta itu. Debaran jantungnya masih berkejaran, berdebar kencang dan terasa sangat menyesakkan.

Sebelum masuk ke ruangan tersebut, Misya menenangkan diri sejenak, mengatur napas. Baru setelah napasnya stabil, dia membuka pintu itu.

"Papi …"

Begitu masuk, Misya mendapati sang papi yang justru sedang duduk di atas ranjang pesakitan, dan terlihat sedang mengobrol santai dengan seorang pria yang tadi memberinya kabar.

Kedua pria paruh baya di ruangan itu menoleh serentak ke arah Misya, yang terlihat khawatir sedang berdiri di depan pintu.

"Misya …." Tuan Gunawan—Ayahnya Misya berpura-pura memasang raut kaget. "Ke—"

"Papi …." Misya segera berlari menuju sang papi, lalu menghambur memeluk satu-satunya pria yang paling dia sayang di muka bumi ini. Perempuan itu menangis, sambil berkata, "Misya pikir, papi koma."

Tuan Gunawan langsung memberi cubitan di pinggang Misya, yang selalu bicara seenaknya.

"Au! Sakit!" Misya mengaduh, lalu menjauh agar tak mendapat cubitan di pinggangnya yang lain. "Papi kebiasaan! Kalo nyubit tuh, jangan di sini. Tapi di sini." Bibir Misya mengerucut sebal, menunjuk pinggangnya yang terasa panas akibat cubitan papinya, kemudian menunjuk lengan.

"Habisnya kamu kalo ngomong gak difilter. Masa doain papi koma? Kamu ini anak papi atau bukan, sih?" Terkadang tuan Gunawan bertanya-tanya dengan sifat Misya yang sangat jauh berbeda darinya dan mendiang istrinya. Putrinya itu cenderung ceplas-ceplos, dan agak susah diatur.

"Kayaknya dia ketukar, Gun, waktu di rumah sakit," timpal Salim—dokter sekaligus teman baik Gunawan—ayahnya Misya. Dia sudah terbiasa melihat ayah dan anak itu berdebat.

"Bisa jadi, Lim." Gunawan menghela.

Bibir Misya lagi-lagi mengerucut. "Enak aja!" Dia menyilangkan tangan di dada, dan berkata, "Lah, kan Misya ngomongnya udah bener. Misya pikir Papi koma, karena tadi Om Salim bilang kalo Papi jatuh pingsan. Biasanya 'kan, kalo orang yang jatuh itu, tau-tau koma karena perdarahan otak."

"Kamunya aja yang gak dengerin om sampe selesai. Main matiin telepon," kata Salim, membuat manik Misya memicing ke arahnya.

"Memangnya, kalo Misya gak matiin telepon, Om Salim mau ngomong apa?"

Salim terlihat menahan tawa, sambil melirik Gunawan yang sudah memasang raut mengancam. Seolah-olah pria itu menyuruh Salim untuk tidak terlalu banyak bicara.

Namun, Salim tetap bicara, meski Gunawan saat ini mendelik ke arahnya. "Papi kamu jatuh pingsan di kantor karena gak sengaja nyium bunga kecubung."

Manik Misya membola. "What? Bunga kecubung?"

Salim mengangguk, sedangkan Gunawan garuk-garuk kepala.

Misya melirik papinya. "Kalo gak salah, nyium bunga kecubung itu juga berbahaya loh, Om. Dulu karyawan Misya sempet diopname gara-gara gak sengaja nyium bunga kecubung."

"Jadi, kamu doain papi diopname?" Gunawan mendelik ke arah putrinya.

Misya menggeleng cepat. "Enggak. Misya 'kan cuma nyeritain karyawan Misya. Papi aja yang sukanya overthinking sama aku." Mulutnya cemberut sebal.

Gunawan menghela, lalu berkata, "Papi gak overthinking sama kamu. Papi cuma bercanda."

"Tapi Papi beneran bikin Misya khawatir tadi," ucap Misya, menyingkirkan sementara kekesalannya pada papinya. Tadi dia sungguh merasa takut jika terjadi sesuatu pada papinya ini. "Aku takut Papi sakit."

Mendengar putrinya yang sangat mencemaskannya, membuat Gunawan sedikit merasa bersalah.

"Lagian, kenapa sih Papi bisa sampe nyium bunga kecubung? Memangnya di kantor ada tanamannya?"

"Tadi anaknya temen papi yang juragan sawit dateng ke kantor. Dia bawain papi tanaman itu, katanya titipan bapaknya. Papi penasaran, soalnya baunya wangi. Eh … Lama-lama kok, kepala papi kliyengan kayak orang abis minum. Papi udah gak inget lagi apa yang terjadi. Tau-tau papi udah ada di sini." Gunawan menceritakan awal mula dia bisa mabuk bunga kecubung. Sampai sekarang sisa-sisa mual itu masih ada.

"Ngapain anak temen Papi ke kantor? Lagian, gak nyambung. Anak juragan sawit kenapa bawanya kecubung bukannya bawa minyak." Misya menarik kursi, lalu mendudukinya. Efek jalan cepat tadi ternyata baru dia rasakan. Kedua kakinya terasa pegal.

"Dia mau dijodohin sama kamu, Sya." Salim yang antusias menjawab pertanyaan Misya.

"Apa? Jodohin? Aku mau dijodohin?" Misya terkejut setengah hidup dengan kabar yang tak disangka-sangka itu. "Beneran Misya mau dijodohin, Pi?" Dia meminta penjelasan pada sang papi yang saat ini hanya mengangkat bahu.

"Untuk saat ini kamu gak boleh nolak kemauan papi." Gunawan menyambar ponselnya yang tergeletak di atas nakas samping ranjang, lalu membuka aplikasi video. "Papi udah liat videonya di internet." Dia menunjukkan video yang beredar beberapa menit yang lalu.

"Video? Video apa?" tanya Misya, belum paham yang dibicarakan oleh papinya.

Gunawan menyodorkan ponselnya pada Misya. "Liat sendiri."

Misya mengambilnya, lalu menonton video yang ternyata menampilkan dirinya sendiri. "I-ini?"

"Kalau berita itu gak benar, kita bisa menuntut orang-orang yang udah menyebarkan video itu." Salim angkat bicara. Sebenarnya, dia sendiri merasa kaget dengan video Misya yang dilabrak istri sah kekasihnya.

"Papi sejak awal memang udah curiga sama pacar kamu itu. Cuma papi segen ngomongnya ke kamu. Kamunya kayak bucin banget sama dia." Gunawan menghela. "Sekarang kamu liat sendiri, gimana dia nipu kamu."

Misya mengembalikan ponsel papinya, tanpa membantah perkataan Gunawan, yang terdengar menyalahkan dirinya. "Tapi Misya bukan pelakor, Pi. Misya juga baru tau tadi kalo …."

"Ya kamu buktikan kalo kamu memang bukan pelakor. Kamu bisa nerima perjodohan ini. Kamu nikah sama anaknya temen papi."

"Enggak! Misya gak mau!" Misya menggeleng.

"Terus, kamu mau diem aja? Kamu gak mau—"

Misya tiba-tiba berdiri, dan berkata, "Misya tentu gak akan diem aja, Pi. Misya bakal buktiin kalo Misya bukan pelakor. Misya juga gak mau dijodohin sama anak temen Papi. Misya mau cari calon suami sendiri."

Gunawan menelisik putrinya yang baru saja menolak kemauannya. "Kamu yakin mau cari calon suami sendiri?"

Sebenarnya Misya sendiri agak ragu soal itu. Bagaimana caranya dia bisa mendapatkan calon suami secepat itu?

"Misya akan berusaha, Pi. Kasih Misya kesempatan."

Oh, jadi putrinya ini sedang bernegosiasi, pikir Gunawan.

Baiklah, akan Gunawan turuti kemauan putrinya ini.

"Oke. Papi akan kasih kamu waktu satu Minggu. Kalo dalam satu Minggu kamu gak dapet calon suami, kamu harus nerima calon suami pilihan papi. Gimana? Setuju?"

"Pi, Misya ini nyari calon suami bukannya lagi COD suami." Misya protes dengan persyaratan yang diberikan papinya. Sungguh dia makin frustrasi kalau caranya seperti ini. "Gak segampang itu nyari laki-laki, Papiiii." Sepasang kakinya menghentak-hentak di lantai.

Gunawan tak mau tau. "Ya … Itu terserah kamu. Papi cuma bisa ngasih batas waktu sampe seminggu."

"Papiiii!"

☘️☘️☘️

Bersambung...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jerat Hasrat Berondong Kesayangan    Ketemu calon mantu~

    Di rumah Glenn~Bu Daniar dan putri bungsunya sedang menyantap makan malam dalam suasana hati yang dilanda sedih. Kini dan esok hari hanya mereka berdua yang mengisi meja makan ini, dan mungkin untuk beberapa Minggu ke depan. Tak pernah rumah sesepi ini, kendati Glenn sering pulang larut malam karena bekerja sampingan. Rumah akan kembali ramai kalau Glenn pulang, dan akan makan bersama di pagi harinya. Meski anak lelakinya itu hanya bekerja di luar kota, dan berjanji akan mengusahakan untuk pulang setiap sebulan sekali. Hati Bu Daniar tetap tidak rela ditinggal jauh-jauh oleh Glenn. Untuk pertama kalinya beliau berjauhan dengan jarak yang cukup jauh, karena itu rasanya belum sanggup. 'Glenn akan usahakan pulang sebulan sekali, Bu. Kalau gak bisa sebulan ya, dua bulan sekali.' Itu yang dikatakan oleh Glenn saat di dalam taksi sepulang dari rumah sakit. Bu Daniar mengusap cairan bening yang menetes di pipi dengan tisu. Selera makannya lenyap. Pikirannya terus saja tertuju pada putra

  • Jerat Hasrat Berondong Kesayangan    Apartemen calon istri~

    Suasana di ruangan mendadak panas. Padahal keduanya hanya saling melempar pujian. Bukan pertama kalinya Misya dipuji cantik oleh seorang pria. Dulu, mantan pacarnya yang penipu itu seringkali memujinya apabila ada maunya. Ujung-ujungnya meminjam uang dengan alasan untuk modal usaha. Mengingat itu, sepasang alis Misya naik perlahan. Kecurigaan jika Glenn pun akan melakukan hal yang sama tahu-tahu timbul di pikirannya. 'Muji-muji cantik. Nanti ujung-ujungnya mau minjem duit. Semua cowok sama aja. Gak ada yang bisa dipercaya.' Benak Misya sibuk menduga-duga sikap Glenn yang barusan memujinya. Bahkan tak sadar jika dia sedang diperhatikan oleh pemuda itu. Merasa ada yang janggal, Glenn segera menyadarkan Misya dari lamunannya. "Misya? Misya?" panggilnya seraya melambaikan tangan di hadapan muka Misya yang datar. Misya terhenyak sejenak, mengerjap, lalu buru-buru menyeruput air es dari gelasnya. Bisa-bisanya dia punya pikiran buruk pada Glenn yang jelas-jelas mau bekerja sama memb

  • Jerat Hasrat Berondong Kesayangan    Saling memuji~

    Beberapa menit kemudian~ Mungkin Misya sedang tidak sadar jika saat ini dia sedang menggandeng tangan Glenn, dan menuntunnya masuk ke ruangannya. Entah atas dasar apa perempuan dua puluh delapan tahun itu mendadak menjadi posesif. Sementara Glenn senyum-senyum sendiri dengan sikap posesif calon istrinya ini. Bukannya dia tidak tahu, jika di luar tadi dia menjadi bahan perbincangan para betina. Karena itu, Glenn sengaja menggoda Misya. "Cieee... kalo kayak gini Misya keliatan kayak calon istri yang lagi cemburu." Cekalan tangan Misya buru-buru dilepas karena perkataan Glenn barusan. Dia berbalik, dan memicing ke arah Glenn. "Jangan ge-er, ya! Misya tuh cuma gak pengen ada keributan di toko ini gara-gara kamu," sahutnya, menampik. "Masa, sih?" Glenn menahan senyum. Lalu mengedarkan pandangan ke seluruh ruang kerja Misya yang wanginya sudah mirip roti sungguhan. Aroma macam-macam kue mendominasi ruangan minimalis itu. Rapi sekaligus bersih. 'Lagian siapa suruh sih ke sini dengan

  • Jerat Hasrat Berondong Kesayangan    Dukungan Mami~

    Beberapa jam sebelum tiba di toko~ Dari rumah, Glenn menumpangi taksi online menuju ke sebuah tempat terlebih dahulu sebelum dia menemui Misya di tempat yang sudah mereka sepakati. Untuk sandiwara yang dia jalani, Glenn memang harus semaksimal mungkin supaya tidak menimbulkan kecurigaan pihak-pihak lain, yang akan terkait dalam drama pernikahan kontrak ini. Professional menjadi pegangan Glenn ketika dia sudah berurusan dengan para pelanggannya. Dan Misya adalah termasuk pelanggan VIP bagi Glenn. Pemuda itu tidak bisa sembarangan. Dia harus lebih teliti dan hati-hati. Karena itu, Glenn yang dibantu Mami Kumala sengaja menyewa sebuah apartemen mewah yang berada di kawasan elit. Kata mami—apartemen tersebut sebagai penunjang Glenn yang mengaku sebagai model. Tak hanya apartemen. Mami Kumala juga meminjamkan salah satu koleksi mobilnya kepada Glenn. 'Pakek aja mobil mami. Kamu harus keliatan kayak orang kaya beneran, Glenn. Biar papinya Misya gak curiga. Mami juga udah sewain

  • Jerat Hasrat Berondong Kesayangan    Bisik-bisik para betina~

    Isi rumah sederhana milik Bu Daniar kini bisa dibilang sangat lengkap. Semua barang-barang yang dibeli oleh Glenn kemarin sangat berguna bagi sang ibu. Sekarang, pemuda itu bisa merasa tenang meninggalkan rumah tersebut. Rencananya, dia akan pergi siang ini menemui Misya di suatu tempat. Lalu malamnya, Misya hendak mengajaknya menemui papinya. Glenn sungguh sangat gugup meski semua yang mereka lakukan hanyalah sebuah sandiwara. Di kamar berukuran sederhana itu Glenn terlihat sedang mengemasi barang-barangnya. Memasukkan beberapa pakaian ke dalam koper. Sebenarnya, Misya melarangnya agar tidak membawa apa-apa karena dia yang akan membelikannya ketika sudah tinggal serumah. Namun, Glenn tetap memaksa. Dia tetap membawa barang-barangnya agar sang ibu tidak curiga. Akan terlihat aneh jika dia tidak membawa apa pun sementara yang ibunya tahu kalau Glenn hendak pergi ke luar kota. Semuanya sudah beres. Glenn keluar dari kamar sambil menyeret gagang koper berukuran sedang. "Bu..." pan

  • Jerat Hasrat Berondong Kesayangan    Izin ke ibu#1

    Setelah malam itu, Misya dan Glenn memutuskan untuk bekerja sama. Keduanya sepakat akan menikah secara kontrak selama dua tahun. Namun, sebelum Misya memperkenalkan Glenn pada papinya, dia membiarkan calon suami bayarannya itu membereskan masalah di rumah. Hari ini, Glenn yang sudah mantap menerima tawaran Misya, hendak bicara pada sang ibu. Kemungkinan besar dia pun akan kembali membuat kebohongan, sebab tidak mungkin dia mengatakan yang sebenarnya. Glenn tidak mungkin mengaku pada sang ibu jika dia mendapat tawaran sebagai suami bayaran dari seorang perempuan kaya. Bisa-bisa ibunya tidak akan setuju. Oleh sebab itu, Glenn terpaksa mengarang cerita supaya sang ibu memberinya restu. Kebetulan hari ini adalah jadwal Bu Daniar cuci darah, dan seperti biasa Glenn yang mengantar dan menemani di rumah sakit hingga selesai. Proses cuci darah memakan waktu cukup lama. Tiga jam yang dibutuhkan untuk sekali sesi, karena bu Daniar tergolong pasien pengidap gagal ginjal kronis. Bu Dania

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status