Share

Bab 3

Penulis: Dilla Maharia
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-25 19:54:28

Di apartemen...

Maudy memutuskan untuk bangun dan menuju kamar mandi. Walaupun masih terasa nyeri, namun wanita itu harus menjalankan kewajibannya sebagai seorang muslim.

Di bawah guyuran air shower yang menyegarkan, Maudy merasakan tubuhnya bergetar perlahan melepaskan ketegangan. Maudy memejamkan mata, mencoba menenangkan diri dari situasi yang sedang di hadapinya. Meski begitu, Maudy sadar bahwa dirinya harus terus berjalan dan menghadapi kenyataan, karena hidup tidak mungkin diam di tempat saja.

Setelah selesai, Maudy mengambil sejadah dan menggelarnya dengan hati-hati di atas lantai. Maudy menunaikan sholat, berusaha khusyuk meski pikirannya terus saja melayang memikirkan hari esok yang masih menjadi misteri.

“Ya Allah, mengapa takdirku harus begini? Aku tak sanggup menerima kenyataan ini,” Maudy berdoa dengan air mata yang kembali membasahi pipinya, “Walaupun rasa Cinta itu belum ada untuk Mas Arya, tapi hatiku terasa remuk menghadapi keadaan ini, Ya Allah... Bagaimana juga perasaan istrinya jika mengetahui semua ini? Aku harus bagaimana, sekarang?” Saking pilu hati yang Maudy rasakan, wanita itu hanya bisa tersungkur di atas sajadah, menangis sejadi-jadinya.

°°°°°

Setelah mengakhiri sholat, Jasmine merasa tubuhnya tiba-tiba lemas Iagi. Rasa lemas yang datang begitu mendadak membuat Jasmine hampir terjatuh. Arya, yang sadar akan kondisi istrinya, langsung merasa cemas.

“Sayang kenapa? Pusing?” Arya segera membimbing istrinya kembali tiduran di ranjang, lalu menarik selimut untuk memberikan kehangatan.

“Badanku lemes banget, Mas. Sampai gak kuat berdiri,” Suara Jasmine begitu lirih, membuat Arya semakin panik.

“Tunggu, ya. Mas buatin teh hangat dulu.”

Tanpa ragu, Arya segera turun ke bawah menuju dapur untuk membuat minuman hangat, agar bisa memberikan kehangatan pada tubuh Jasmine yang kedinginan.

Arya dengan gesit mencari teko dan memasukkan air panas ke dalamnya. Pria itu kemudian mengambil beberapa helai daun teh dari kotak penyimpanan dan memasukkannya ke dalam teko.

Arya dengan telaten menunggu teh itu mendidih, sambil sesekali memandang ke arah tangga, takut istrinya kenapa-napa.

‘Kenapa semakin hari kondisi Jasmine semakin lemah? Gak mungkin kondisinya semakin parah, kan?’ Batin Arya menebak-nebak.

Saat teh sudah siap, Arya menuangkan ke dalam cangkir dengan hati-hati. Kemudian membawa cangkir teh hangat itu ke kamar.

Baru saja masuk, Arya begitu merasa tidak tega melihat Jasmine yang setiap hari seperti ini.

Jasmine layaknya burung yang terkurung dalam sangkar, dunianya hanya rumah dan rumah sakit saja. Tanpa bisa menikmati indahnya dunia.

“Mas tiupin dulu, ya...” Ucapnya saat sudah duduk di tepi ranjang.

Jasmine hanya mengangguk sebagai jawaban, ia tatap wajah suaminya yang terlihat panik. Ada rasa bersalah yang wanita itu rasakan sekarang. Sebagai seorang istri, ia hanya bisa mengabdikan diri selama tiga bulan saja, sedangkan setelah itu suaminyalah yang merawatnya.

“Mas,” Panggil Jasmine sedikit berbisik.

“lya sayang kenapa?”

“Maafin aku ya, Mas... Belum bisa jadi istri yang baik buat kamu, maaf udah ngerepotin kamu selama ini...” Ungkap Jasmine.

Mendengar kata-kata istrinya itu, jujur saja Arya tidak suka, ia paling benci jika istrinya mengatakan kata maaf, karena entah kenapa rasanya sebuah perpisahan semakin dekat, “Enggak ada yang perlu dimaafin, karena kamu gak salah apa-apa, jangan ngomong gitu lagi. Sekarang minum dulu, tehnya udah hangat.” Ujar Arya, sembari menyodorkan cangkir tersebut ke mulut Jasmine.

Jasmine menerima setiap suapan teh hangat, merasakan hangatnya menyusup ke seluruh tubuhnya dan memberikan kenyamanan.

Dalam keheningan ruangan yang dipenuhi aroma teh, Jasmine menatap dalam-dalam sang suami, suami yang begitu ia cintai.

“Nanti kita ke rumah sakit ya... Mas gak mau kamu kenapa-napa.” Pinta Arya, khawatir.

“Mas... Aku mohon, aku mau Mas menikah lagi... Aku ingin melihat Mas bahagia...” Pinta Jasmine dengan nada penuh harap. Ia ingin memastikan bahwa wanita yang akan menggantikannya kelak, benar-benar tepat untuk Arya, Jasmine hanya menginginkan kebahagiaan bagi Arya. Karena pria itu memang layak mendapatkan kebahagiaan.

Arya menatap Jasmine dengan ekspresi bersalah, “Jangan bahas masalah ini, Mas mohon...!!” Sanggah Arya dengan suara yang hampir tercekat. Merasa terjebak dalam situasi yang rumit, ia mau menikmati Maudy, tapi masih enggan mengakuinya. Pria itu juga takut jika semua ini terbongkar, hal itu akan berdampak buruk pada kesehatan Jasmine.

°°°

Sedangkan di apartemen pagi itu, tubuh Maudy terasa seperti diseret oleh ribuan tangan tak kasat mata, menekan setiap serat otot hingga membuatnya merasa limbung dan tak berdaya. Kekuatan seolah-olah menghilang dari tubuhnya, meninggalkan rasa kelemahan yang menyeluruh. Keringat dingin mulai membentuk butiran mutiara di dahi, sementara kulitnya terasa panas seperti dipanaskan bara saat tersentuh. Namun, seluruh tulangnya merasakan menggigil yang menusuk hingga ke tulang.

“Ya Allah kenapa malah begini?” Maudy memijat keningnya yang terasa pusing, ia benar-benar tak habis pikir. Padahal semalam tubuhnya tidak kenapa-napa, tapi kenapa sekarang malah seperti ini.

Tangannya semakin kuat mencengkram selimut, takut jika kain tebal itu pergi meninggalkannya.

“Aku harus minta bantuan sama siapa? Di sini yang aku kenal hanya keluarga Paman, juga Mas Arya aja.” Gumam Maudy lirih, sendiri di kota orang memang membingungkan apalagi jika dalam keadaan seperti ini.

“Lebih baik aku tidur dulu, kalau pas bangun masih sakit, baru pergi ke klinik terdekat.” Lirih Maudy.

°°°

Pukul 09.00 wib,

Maudy terbangun dengan tubuh yang masih terasa Iemas. Dengan gerakan perlahan, ia bangkit dari ranjangnya yang nyaman dan melangkah menuju kamar mandi. Air hangat menyentuh wajahnya saat ia mencuci muka dan menyikat giginya dengan perlahan.

Setelah merasa segar, Maudy bergegas mencari baju yang akan dipakainya ke rumah sakit. Maudy memilih dengan teliti, memastikan setiap lipatan kainnya rapi dan sesuai.

Setelah berpakaian, Maudy kembali ke ranjangnya dan merebahkan diri, mengambil ponsel untuk memesan taksi online.

Sementara menunggu taksi tiba, pikiran Maudy tiba-tiba melayang ke masa lalu, “Ayah... Ibu... Andai kalian masih ada, pasti semua ini gak akan pernah terjadi...” Gumamnya.

Saat taksi yang dipesan oleh Maudy sudah dekat, wanita itu mulai bangun. Dengan langkah terburu-buru, Maudy meninggalkan apartemen dan menuju lift.

Ting!

Pintu lift terbuka, Maudy segera masuk ke dalamnya.

Dalam perjalanan singkat menuju lobi, Maudy merasa detak jantungnya semakin cepat.

Saat pintu lift kembali terbuka, Maudy bergegas keluar dan melangkah menuju taksi yang telah menunggunya.

“Maaf ya Pak, nunggunya lama.” Ujar Maudy, tak enak hati.

“Enggak apa-apa kok, Dek. Cuman tiga menit mah gak lama.” Jawab supir.

Taksi melaju sedang menuju rumah sakit, Maudy duduk dengan perasaan tegang. Tatapan kosongnya menatap jauh ke luar jendela.

‘Padahal aku udah punya suami, tapi kemana-mana tetap sendiri.’ Batin Maudy, sedih.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Jerat Pesona Istri Simpanan    Bab 178. Bertamu

    “Siapa kalian?!” Teriak Elizabeth, suaranya parau ketakutan, tubuhnya gemetar. la tidak tahu apa yang sedang terjadi, hanya bisa merasakan kepanikan yang membuncah di dadanya.Teriakan Elizabeth yang cukup kera membuat Aurora yang sebelumnya terlelap di kasur terbangun mendadak. Mata wanita itu yang masih sedikit sayu langsung membulat saat ia melihat ada beberapa pria berdiri di dalam kamar kost mereka.“Kenapa ada orang di sini?” Gumam Aurora terperanjat.Salah satu pria yang berdiri di depan mereka mendekat dengan langkah pelan, tangan kanan diletakkan di pinggang. Wajahnya dingin, tanpa ekspresi, dan aura intimidasi yang kuat terasa begitu jelas.“Man Rabbuka?” Ucap pria itu, menambahkan kesan menakutkan dengan tatapan tajamnya yang tidak beranjak dari wajah Elizabeth.Elizabeth membeku sejenak. Pertanyaan itu seperti sesuatu yang sudah pernah ia dengar sebelumnya. “Ka... Kalian malaikat?” Tanyanya dengan suara serak, tak percaya pada apa yang terjadi di hadapannya.Aurora yang ma

  • Jerat Pesona Istri Simpanan    Bab 177. Ketakutan

    Dirgantara GroupSuasana mulai sedikit mereda setelah konferensi pers yang tegang. Namun, tim masih sibuk menyelesaikan berbagai urusan terkait dampak berita dan klarifikasi yang baru saja dilakukan.Arya duduk di kursi kebesarannya, mengawasi jalannya pekerjaan sambil sesekali meminum kopi. Maudy yang memilih tetap tinggal, duduk di meja kerja di sudut ruangan dengan laptop di depannya.Tiba-tiba, suara tawa pelan terdengar. Arya menoleh. Tawa itu datang dari Maudy, istrinya tersenyum kecil dengan mata terpaku pada layar laptop.Arya menyipitkan matanya, bingung. “Kenapa, sayang?” Tanyanya.Maudy buru-buru menutup layar laptopnya sedikit, menahan senyum yang masih tersisa di bibirnya. “Nggak apa-apa, Mas,” Jawabnya sambil melambaikan tangan, mencoba mengalihkan perhatian.Tentu saja, jawaban itu tidak memuaskan Arya. Ia menyandarkan tubuhnya ke kursi, tangan kanannya mengetuk meja dengan ritme perlahan. “Maudy!!” panggilnya dengan nada yang lebih serius.Maudy menggeleng sambil menah

  • Jerat Pesona Istri Simpanan    Bab 176. Kabur

    “Aurora, cepatlah! Kita nggak punya waktu!” Desak Elizabeth, matanya terus melirik ke jendela, memastikan tak ada wartawan atau polisi di luar rumah.Aurora mendengus kesal, masih mencoba menarik resleting kopernya yang macet, “Aku udah cepat, Tante! Tapi koper ini sepertinya nggak mau kerja sama!” Jawabnya.“Lupakan koper itu kalau perlu! Kita harus pergi sebelum mereka datang!!” Elizabeth mendekati jendela, menarik tirai sedikit untuk melihat ke luar.Jalanan masih sepi, tapi itu tetap tidak membuatnya tenang. Setiap bayangan yang bergerak terasa seperti ancaman.Akhirnya, dengan susah payah, Aurora berhasil menutup kopernya. Mereka berdua menyeret koper masing-masing ke ruang tamu. Elizabeth berhenti sejenak, menatap sekeliling dengan panik, memastikan tidak ada yang tertinggal.“Kamu bawa paspor, kan? Uang tunai?” tanya Elizabeth cepat, napasnya terengah.“Udah, Tante! Tapi kenapa sih kita nggak langsung lari aja? Ini buang waktu!” Aurora menjawab dengan suara tinggi, frustasi.“S

  • Jerat Pesona Istri Simpanan    Bab 175. Konferensi Pers

    “Iya, Azzam ganteng banget. Papa yakin, semua orang yang lihat Azzam hari ini pasti iri karena Azzam tampak keren!” Puji Arya cepat.Saat keluarga kecil itu sedang memberi pujian satu sama lain, Jason datang ponsel yang ada di tangannya. “Arya, semua media sudah siap. Ada lebih dari dua puluh outlet berita nasional dan beberapa dari luar kota.” Ucapnya memberitahu.Arya menarik napas dalam, lalu menoleh pada Maudy, “Kamu tidak apa-apa kalau ikut kan, sayang?” Tanyanya memastikan.“Aku percaya sama, Mas. Lakukan apa yang harus dilakukan.” Jawab Maudy, tanpa ragu.°°Tepat pukul sepuluh pagi, mereka akhirnya memulai perjalanan menuju kantor. Suasana di dalam mobil terasa tegang, meski Arya berusaha mencairkannya dengan senyum dan tatapan lembut. la menggenggam erat tangan Maudy yang duduk di sebelahnya, memberikan isyarat bahwa dirinya akan selalu ada di samping istrinya.Maudy yang biasanya tampak kuat dan tenang, hari ini tampak berbeda. Matanya sesekali memandang keluar jendela, namu

  • Jerat Pesona Istri Simpanan    Bab 174. Akan Membungkam

    Arya masuk ke kamar dengan pelan agar tidak mengejutkan istrinya. Ia menemukan Maudy sedang duduk di tepi tempat tidur, menatap lurus ke depan dengan wajah yang tampak sedikit lelah.“Sayang...” Panggil Arya, lalu duduk dan menggenggam tangan istrinya. “Kamu baik-baik aja, kan? Mas tau semua ini berat, tapi kita pasti bisa melewatinya.” Ujarnya, menenangkan Maudy.Maudy tersenyum tipis, matanya masih menyiratkan kegelisahan. “Aku gak apa-apa, Mas. Aku cuma khawatir sama Azzam. Azzam kan sensitif, aku takut dia dengar omongan orang dan jadi kepikiran.” Jawabnya.“Selama kalian tidak keluar rumah, maka akan tetap aman. Mas akan jelasin semuanya ke Azzam. Dia pintar, kok. Dia pasti ngerti kalau ini cuma fitnah. Lagipula, Mas tidak akan biarin siapa pun menyakiti kamu atau Azzam!!” Jelas Arya, meyakinkan istrinya.Maudy mengangguk, mencoba percaya pada kata-kata suaminya. Arya adalah pria yang selalu melindunginya, tapi tekanan dari luar terasa begitu besar, seolah-olah dunia menuduhnya a

  • Jerat Pesona Istri Simpanan    Bab 173. Mengatur strategi

    Pagi itu, suasana di official store milik Maudy terasa sedikit berbeda. Biasanya, tempat itu selalu dipenuhi dengan obrolan ringan dan gelak tawa pekerja yang bersemangat, tetapi kali ini ada keheningan yang menyesakkan. Ketegangan tampak jelas di wajah setiap orang, meskipun mereka berusaha tetap sibuk dengan tugas masing-masing.Feby duduk di tengah ruangan rumahnya dengan laptop terbuka di depan. Wajahnya datar, tetapi jemarinya berhenti di atas keyboard saat matanya membaca notifikasi yang terus berdatangan. Pesan-pesan itu berisi cacian, tuduhan, bahkan ancaman.“Netizen zaman sekarang memang nggak ada kerjaannya,” Gerutunya kesal sambil memiringkan laptop ke arah Aditya yang duduk di sofa dekatnya. “Lihat nih, komentarnya pedas semua. Bahkan ada yang bilang usaha ini harus tutup karena pemiliknya, pelakor.”Aditya mengerutkan kening, dan mengambil laptop itu dari hadapan Feby, “Udah nggak usah dibaca, apalagi diladenin. Maudy kan udah bilang kemarin kalau hal kayak gini bakal te

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status