LOGINSeketika, semua orang terkesiap. Makian pria itu terdengar begitu menghina!
Nara sendiri juga terhenyak. Hubungannya dengan Aland sekarang boleh dingin dan jauh, tapi mendengar teman masa kecilnya dihina seperti itu, dirinya merasa marah dan tidak terima!
“Kamu—!” Nara refleks ingin bicara.
Namun, sebelum Nara menyelesaikan kalimatnya, Aland malah tertawa.
Tawa rendah Aland bergema, membuat suasana langsung beku. Orang-orang di sekitar langsung memerhatikan Aland, mengira pria itu menggila karena dihina.
Namun, kemudian Aland tersenyum miring, meremehkan pria di hadapan. “Kalau gue murahan, terus kenapa?” tanyanya, membuat semua orang terbelalak. “Setidaknya, dari segi materi, status, maupun nilai akademik, gue masih jauh di atas lo, ‘kan?”
Mendengar itu, pria di hadapan mendadak tergagap. Kata-kata itu tepat sasaran!
Memang, terlepas dari reputasi Aland yang begitu buruk dan hidupnya yang berantakan, tapi Aland berasal dari keluarga kaya, memiliki ketampanan luar biasa, dan tetap lulus semua mata kuliah paling berat dengan nilai hampir sempurna. Fakta itu sulit dibantah!
“L-lo…” Pria itu mencoba membalas, tapi lidahnya terasa kaku. Merasa kalah, ia pun hanya mendengus keras dan berbalik pergi. “Hmph! Malas bicara dengan orang tidak tahu malu!” makinya, sebelum kemudian langsung keluar dari area bar, dan membuat beberapa pengunjung tertawa meremehkannya.
Setelah kerumunan mulai bubar dan orang-orang kembali ke urusan masing-masing, Aland menoleh pada Nara. Tanpa banyak bicara, ia menggenggam pergelangan tangan Nara dan menuntunnya menjauh dari pusat keramaian menuju sudut bar yang lebih sepi.
Jauh dari pandangan para pengunjung bar lain, Nara akhirnya menemukan napasnya lagi. “Terima kasih,” ucap Nara pelan. Suaranya terdengar goyah.
Aland tidak langsung menjawab. Ia hanya menatapnya lama, seperti sedang menilai kondisinya dari kepala sampai kaki.
Lalu, dengan nada yang lebih rendah, ia bertanya, “Kenapa kamu sendirian?”
Pertanyaannya terdengar seperti teguran. “Teman-temanmu mana?”
Nara sempat terkejut mendengar nada itu. Tapi kemudian dia menjawab, “Toilet ….” Ia berhenti sebentar, mengerjap beberapa kali. Penglihatannya mulai berputar. “Cuma salah minum. Gelasnya Wina. Itu… terlalu kuat, dan aku…”
Perkataannya menggantung.
Aland mengerutkan kening. “Nara?”
Nara menyentuh pelipisnya. Kepalanya berdenyut hebat, dan ruangan terasa bergetar.
“Aku… pusing….”
“Nara,” panggil Aland lagi, kali ini lebih tajam. Ia sempat meraih bahu gadis itu untuk menstabilkan tubuhnya. “Hei. Lihat aku.”
Nara mencoba menatapnya. Pupil matanya tampak sedikit melebar. Nafasnya tidak teratur. Bibirnya mulai pucat.
“Aland,” bisiknya, suaranya nyaris tak terdengar, “aku—” Tidak sempat menyelesaikan ucapannya, lutut Nara mendadak lemas … dan semuanya jadi gelap.
“Nara!”
**
Begitu pagi datang, cahaya matahari merambat masuk melalui celah tirai, menyentuh kelopak mata Nara yang berat. Dengan helaan napas panjang, ia membuka mata… hanya untuk langsung membeku.
Ranjang yang ia tiduri bukan ranjang asramanya. Bukan pula milik Wina atau Lusi.
Ini… kamar yang asing.
Kepalanya berdenyut hebat, pandangannya kabur, tubuhnya terasa lengket oleh keringat. Namun, rasa panik baru benar-benar menyeruak ketika ia menyadari satu hal:
Ia hanya mengenakan pakaian dalam.
Nara spontan meraih selimut dan menutup tubuhnya rapat. Jantungnya berdegup kencang, hampir menghentak keluar dari dada. Dengan napas tercekat, ia menoleh ke sisi lainnya dan— ‘Aaa!’ Nara menjerit dalam hati.
Aland sedang tertidur di sampingnya!
Pria itu terbaring miring, napasnya teratur, sebagian tubuhnya juga hanya tertutup selimut yang ikut menutupi Nara. Rambutnya sedikit berantakan, garis rahangnya tampak jelas, dan dadanya naik turun stabil seperti tidak terjadi apa-apa.
Nara membeku sepenuhnya.
Apa… apa yang terjadi semalam?
Tangannya gemetar hebat saat memegang selimut, otaknya bekerja keras mengingat kejadian semalam. Setelah seorang pria asing menggodanya, Aland datang untuk menyelamatkan, lalu … ketika suasana kembali tenang, Nara kehilangan kesadaran!
Setelah itu…
Nara mengernyit, memaksa otaknya bekerja lebih keras.Lalu kilatan samar menyeruak.
Aland mengangkat tubuhnya.
Lalu mereka ke mobil, berhenti di sebuah apartemen selagi Nara menangis dan terus memaki Abyan sepanjang perjalanan.
Aland meletakkannya di atas tempat tidur, tapi saat pria itu ingin pergi, Nara menahannya.
Kemudian, mereka sempat berdebat, dan Nara kemudian… mencium Aland?!
‘Terus apa? Apa yang terjadi setelahnya?!’ teriak Nara dalam hati selagi memaksa otaknya untuk kembali bekerja keras.
Akan tetapi, sekeras apa pun dia berusaha, setelah ciuman itu… Nara tidak mampu mengingat apa pun lagi!
Nara mencengkeram selimut erat-erat.
Jangan-jangan… mereka tidur bersama! Itu alasannya dia dan Aland hampir tidak mengenakan busana!
Tepat saat kepanikan itu menelan pikirannya, Nara merasakan selimut di sampingnya bergerak. Aland bergeser pelan dan membuka mata.
Nara langsung kaku seperti batu.
Aland menatapnya beberapa detik, lalu mendudukkan diri perlahan.
“Sudah bangun?” tanya pria itu dengan santai, seakan tak terjadi apa-apa.
Nara semakin panik.
“A-Aland… semalam… kita… k-kita…!” Ia menggigit bibir, wajahnya memerah sampai ke telinga. “Apa yang… terjadi?”
Aland menatapnya. Hening beberapa detik.
Ia mengerutkan kening sedikit, seperti mengecek apakah Nara benar-benar sadar atau masih mabuk. Lalu, perlahan—sangat perlahan—sudut bibirnya terangkat miring.
“Kenapa?” suaranya terdengar rendah. “Kamu nggak ingat apa yang terjadi di antara kita?”
Dunia Nara langsung runtuh.
“A-aku… a-aku… ya Tuhan…” Wajahnya memucat, matanya membesar ketakutan. “Aland… jangan bilang kita… k-kita beneran…”
Ia menelan ludah, suara tercekat, hampir menangis.
“Kita melakukannya…?”
Deg! Nara melupakan bagian itu. Bagian dimana Aland memagut bibirnya untuk membuat Abyan yakin jika mereka berdua memiliki hubungan khusus. Tak terpikir olehnya jawaban dari ciuman itu. Aland sendiri menyebutnya trik. Ia melakukannya tanpa berpikir bagaimana perasaan Nara. Siapa yang tahu empat tahun pacaran Nara bahkan tak pernah bersentuhan bibir. Dan ciuman bersama Aland adalah kali pertama. Hal ini tidak boleh diketahui sahabatnya. Jika sampai mereka tahu first kiss itu milik teman kecilnya sendiri bisa hancur harga dirinya. “Eee... sebenarnya- itu, itu benar.” jawabnya lirih. “Apa?!” Wina histeris menanggapi.”Gila! Hebat kali ya si Aland itu, benar-benar badboy kelas kakap tahu nggak!” Nara pikir sahabatnya akan menanggapi dengan terkejut, marah, tapi malah kagum? “Kamu pasti malu banget ya Na, kamu nggak pa-pa kan?” tanya Lusi khawatir. Nara mengatur nafasnya sebaik mungkin, berusaha tenang dan lega. “Nggak pa-pa kok, Aland juga udah minta maaf atas perbuatannya. Tapi di
“Se-secepat itu Lus berita menyebar?” suara lemas Nara terdengar pasrah. Ia menengok ke arah Aland yang terlihat santai. Wajah Nara mulai memucat. Ia bisa bayangkan bagaimana orang lain menerka hubungannya dengan Aland.“Na? Katakan, itu nggak benar kan?” tanya Lusi terdengar menekan Nara untuk memberi jawaban sesuai pikirannya. Nara bingung menjawab, ia tergagap saat itu.”Na-nanti aku jelaskan Lus, aku tutup dulu telponnya. Dah!”Setelah menutup panggilan dari Lusi, ia terlihat meremas sebagian rambutnya. Pandangannya tajam menuju pada manusia disampingnya. Aland mencoba menenangkannya dengan mengelus pundaknya, namun Nara tampak makin geram dan menampilkan sentuhan Aland. “Semua ini gara-gara idemu tahu nggak?!”seru Nara.Aland melirik kanan kiri lalu menjawab,”Sudah terlanjur Na-.”“Iya terus gimana solusinya?”Pertanyaan Nara terdengar putus asa dengan kabar yang begitu cepat beredar. Yang ia khawatirkan bagaimana jika hal ini sudah terdengar oleh dosen-dosennya?Nara begitu ak
Bab 9 ‘‘Pa-pacar?’ Mendadak tubuh Nara kaku. Matanya membesar, sulit percaya dengan apa yang baru saja Aland katakan. Di sisi lain, wajah Abyan langsung memucat. Pernyataan Aland tadi menghantam harga dirinya tanpa ampun. Niat mempermalukan Nara malah berakhir berbalik mempermalukan dirinya sendiri! Seakan tidak cukup, dia juga menjadi sakit hati! Bagaimana bisa Nara tega meninggalkannya demi pria lain dengan begitu cepat seperti ini?! “Nara, kamu—” Dia ingin menuntut penjelasan, tapi setelah semua yang dia katakan, juga statusnya saat ini yang bukan lagi pacar Nara, Abyan merasa tenggorokannya tercekat. Di sisi lain, melihat Abyan terdiam, Nara gegas langsung mengambil kesempatan dengan berkata, “Jangan temui aku lagi.” Lalu, dia meraih tangan Aland dan menariknya pergi dari sana. ** BRAK! Suara tubuh yang menabrak mobil terdengar. Di saat bersamaan, tampak sosok Nara yang memojokkan sosok Aland ke mobil pria tersebut di area parkiran. “Apa itu tadi?!” Aland menaikkan al
“Siapa lo, hah?!” Abyan berdiri sambil mendongak, air hujan mengucur di wajah dan lehernya. Suaranya pecah, tapi cukup keras untuk memantul di antara gedung kampus yang mulai sepi. “Siapa lo sampai berani ikut campur? Ini urusan gue sama Nara!” lanjutnya, napas memburu. “Kami itu sepasang kekasih. Lo orang luar, nggak punya hak ikut campur apa pun!” Di sampingnya, tangan Nara masih digenggam Abyan erat, dingin dan licin oleh air hujan. Cengkeraman itu mulai terasa menyakitkan. Aland mendengus pelan. Payung di tangannya miring sedikit, cukup untuk tetap melindungi Nara, tapi membiarkan sebagian tubuhnya sendiri basah terkena hujan. “Yang lebih pantas dipanggil orang luar itu siapa, menurutmu?” tanyanya datar. “Kamu yang nggak tahu hubunganku dengan Nara sedekat apa… atau aku, yang tahu jelas kamu sama sekali tidak pantas untuk Nara?” “Kamu–!” “Cukup!” Suara Nara memotong kalimat Abyan dengan tegas. Lebih tegas dari biasanya, bahkan untuk dirinya sendiri. Abyan terhenyak, menol
“Tidur bareng?” Nara berbalik tanya membuat kedua sahabatnya melongo. “E...Iya sih, tidur bareng-” “APA?” Wina dan Lusi serentak dengan nada tinggi. “Kamu beneran tidur bareng sama Aland?! Gila kamu Na!” sentak Wina. “Win! Mulutmu!” hardik Nara dengan isyarat tangan. Seketika Wina membungkam mulutnya sendiri. Alih-alih takut orang lain akan mendengarnya dan salah paham. “Kalian tahu maksudnya tidur bareng nggak sih?” tanya Nara pelan. “Kita tuh sering kali, waktu kecil tidur bareng, dan semalam kita tidurnya ya tidur aja biasa aja, nggak ngapa-ngapain kok!” ungkapnya santai. Lusi menghela napas lega. Berbeda dengan Wina seolah tak terima, istilah tidur bareng baginya adalah merujuk pada hal intim. “Tidur biasa? Tanpa adegan dewasa maksudnya?” cecar Wina,”Mana mungkin?” logikanya nggak mungkin lelaki nganggurin gadis secantik Nara apalagi dalam kondisi mabuk. Namun penjelasan Nara agaknya buat Wina merasa sesuatu,“Tunggu-tunggu! kau bilang waktu kecil?” Wina mencoba berpikir d
Melihat Aland hanya terdiam, kepala Nara langsung dipenuhi sejuta pertanyaan. Bagaimana bisa dia begitu ceroboh dan tidur dengan Aland?! Pria itu adalah sahabat kecilnya! Bagaimana kalau Aland bilang ke orang lain? Bagaimana kalau Wina dan Lusi tahu? Dan yang paling membuatnya takut setengah mati adalah… bagaimana kalau seisi kampus tahu ini terjadi dan… reputasinya sebagai murid berprestasi terancam?!Beasiswanya akan dicabut! Di saat Nara pusing memikirkan semua hal itu, tiba-tiba— “Pfft….” Nara tersentak, lalu dengan cepat dia menoleh. Terduduk di sisinya, sosok Aland tampak tersenyum menahan tawa. “Kenapa kamu tertawa?!” Aland melirik Nara, masih tersenyum. Dia tidak menjawab segera dan hanya menyibakkan selimutnya sendiri dengan gerakan malas, lalu berdiri santai. “Nggak terjadi apa-apa,” ucap Aland akhirnya. Nara membeku. “Hah?” Aland meraih handuk dari gantungan dan berkata datar, “Kita cuma tidur bersama, tanpa melakukan hal lain.” Dia melanjutkan, “Kamu







