Share

Tidur Bareng?

Author: Shu Li
last update Last Updated: 2025-12-15 18:19:26

Melihat Aland hanya terdiam, kepala Nara langsung dipenuhi sejuta pertanyaan. 

Bagaimana bisa dia begitu ceroboh dan tidur dengan Aland?! Pria itu adalah sahabat kecilnya! 

Bagaimana kalau Aland bilang ke orang lain? Bagaimana kalau Wina dan Lusi tahu? 

Dan yang paling membuatnya takut setengah mati adalah… bagaimana kalau seisi kampus tahu ini terjadi dan… reputasinya sebagai murid berprestasi terancam?!Beasiswanya akan dicabut! 

Di saat Nara pusing memikirkan semua hal itu, tiba-tiba— 

“Pfft….” 

Nara tersentak, lalu dengan cepat dia menoleh. 

Terduduk di sisinya, sosok Aland tampak tersenyum menahan tawa. 

“Kenapa kamu tertawa?!” 

Aland melirik Nara, masih tersenyum. Dia tidak menjawab segera dan hanya menyibakkan selimutnya sendiri dengan gerakan malas, lalu berdiri santai. 

“Nggak terjadi apa-apa,” ucap Aland akhirnya. 

Nara membeku. “Hah?” 

Aland meraih handuk dari gantungan dan berkata datar, “Kita cuma tidur bersama, tanpa melakukan hal lain.” Dia melanjutkan, “Kamu setengah telanjang cuma karena pakaianmu kotor dengan muntahmu sendiri tadi malam, dan saat aku mencoba memakaikan baju baru, kamu terus menolak.” 

Nara melongo. Pipinya langsung memanas, merah sampai ujung telinga. Antara malu… syok… dan lega yang hampir membuat tubuhnya lemas. 

“Terus kenapa nggak bilang dari tadi?!” serunya kesal, ingin menutupi rasa malu yang menyelimuti. 

Berjalan ke kamar mandi, Aland hanya berkata, “Iseng saja.” Lalu, dia melirik Nara sesaat dan tersenyum miring. “Lagi pula, aku nggak tertarik dengan… dada ratamu itu sampai ingin menidurimu.” 

Nara langsung melotot. “APA?!” Dia meraih bantal dan berusaha melemparkannya keras. “Aland sialan!!” 

Tapi, sebelum bantal itu mengenai Aland, pintu sudah tertutup dan pria itu sudah terlebih dahulu selamat, meninggalkan Nara yang hanya bisa menggeram frustrasi di tempat tidur. 

** 

“Nara Zoe, apa kamu tahu jam berapa ini sekarang?! Kenapa kamu bisa terlambat?!” Berdiri kaku di depan dosen pembimbingnya, Nara hanya bisa terdiam sambil menunduk dalam-dalam. 

“M-maaf, Bu… saya … saya ketiduran karena terlalu lelah,” ucapnya pelan, setengah berbohong. 

Menghela napas kasar, sang dosen berkata, “Kalau bukan karena kamu murid berprestasi, saya mungkin tidak akan membiarkan kamu lolos begitu saja hari ini!” 

Nara buru-buru mengangguk. “Terima kasih banyak, Bu… sekali lagi, saya sungguh minta maaf!” 

Dosen itu hanya menghela napas panjang, lalu mulai membahas revisi skripsinya seperti biasa.

Begitu sesi bimbingan selesai, Nara keluar dari ruangan dosennya dan langsung bersandar di dinding koridor sambil mengembuskan napas panjang. Tubuhnya masih lemas. Kantuk dan pening karena alkohol belum sepenuhnya hilang, ditambah rasa malu yang terus menempel sejak pagi. 

Setelah perdebatan kecilnya dengan Aland, Nara baru sadar bahwa dirinya sudah terlambat untuk bimbingan. Dengan panik, ia langsung membersihkan diri seadanya, mengenakan pakaian yang ternyata sudah bersih, lalu berlari menuju kampus. 

Aland sempat menawarkan diri mengantar, tetapi Nara menolak sambil berkata bahwa dirinya tidak mau menimbulkan rumor. 

Aland hanya mengangkat bahu, menjawab singkat, “Terserah,” lalu mengabaikan Nara yang pergi meninggalkan apartemennya. 

Mengingat semua yang terjadi, Nara menggigit bibirnya. Dia merasa sangat sial akibat semua hal yang sudah menimpa dirinya.

Diselingkuhi Abyan, salah minum dari gelas Wina, hampir dilecehkan seorang pria, dan malah merepotkan Aland, teman kecil yang sudah lama tidak berhubungan dengannya. 

Kalau dipikir-pikir, Nara tidak bisa menyalahkan orang lain selain dirinya sendiri. Ini semua terjadi karena kecerobohannya.

Memikirkan itu, Nara juga kembali teringat. Dirinya sangat berutang budi pada Aland. 

Pria itu bukan hanya menyelamatkannya dari pria kurang ajar di kelab dan membawanya pulang, tapi dia juga sudah membereskan kekacauan muntahnya, menjaganya sampai tertidur, dan bahkan membersihkan pakaiannya hingga bersih.

Yah, walau sikapnya masih menyebalkan, tapi… pria itu sudah sangat baik padanya. 

Nara… harus berterima kasih.

Tapi bagaimana caranya? 

Apa dia harus chat? Tapi… nomor Aland bahkan tidak ada di ponselnya lagi. 

Haruskah dia mampir? Tidak mungkin. Dia bahkan tidak tahu apakah Aland sedang kuliah atau tidak. 

Atau mungkin cukup membawakan kopi dan menitipkannya ke penjaga apartemen? Tapi… itu terlalu kikuk. 

Atau—

“Nara?” 

Seseorang tiba-tiba memanggil, memotong alur pikirannya.

Nara terkejut dan langsung menoleh. “Lusi! Wina!” 

Kedua sahabatnya itu langsung berlari menghampirinya—wajah panik, kusut, dan jelas belum tidur dengan benar. Begitu tiba di hadapannya, Wina langsung mencengkeram kedua pundak Nara dengan ekspresi separuh ingin menangis, separuh ingin membentak. 

“Kamu ke mana aja dari malam?!” serunya dengan suara yang hampir melonjak. “Kenapa mendadak ngilang? Apa kamu tahu kami setengah mati nyari kamu?! Kenapa hape kamu juga nggak nyala?!” 

Nada itu bukan marah… tapi ketakutan. 

Nara tersentak, bibirnya terbuka tanpa suara. 

“Win, pelan,” Lusi cepat menenangkan, meski nada suaranya sendiri penuh kecemasan. Dia melihat sekeliling, bagaimana sejumlah orang memperhatikan. “Sebaiknya kita pindah tempat dulu. Terlalu banyak orang di area sini.” 

Atas usulan Lusi, mereka pun pergi ke kantin dulu, sekalian untuk makan siang. Karena akan berbicara serius, Lusi sengaja memilih tempat paling pojok agar pembicaraan mereka tidak mudah didengar orang.

“Sukses kamu bikin kami takut setengah mati. Hilang begitu aja dan nggak ngasih kabar sama sekali. Kami kira kamu kenapa-kenapa, tahu?” tegur Lusi, mengungkit permasalahan utama yang ingin mereka bahas. 

“Maaf….” 

“Sudah, sekarang kamu harus jelaskan semuanya. Kami harus tahu apa yang terjadi kemarin,” balas Lusi dengan wajah tegas. 

Nara pun menelan ludah, lalu mulai menceritakan semuanya. Tentang salah minum dari gelas Wina, tentang tubuhnya yang hampir jatuh saat berjalan, tentang pria yang mengganggunya, lalu bagaimana Aland muncul, membantunya keluar dari sana, lalu membawanya ke apartemen karena Nara terlalu mabuk untuk ditinggal sendirian. 

Wina dan Lusi terdiam, menyerap informasi itu dengan wajah kaget. 

Dan ketika sampai di bagian terakhir, Nara menambahkan pelan, “Dan soal hapeku… baterainya habis total. Aku belum sempat ngecas lagi karena aku langsung lari ke kampus buat bimbingan skripsi….”

Lusi mengembuskan napas panjang sambil memijit pelipisnya.

“Astaga, Nara….” Di sisi lain, Wina tiba-tiba berkata, “Tunggu, Aland membawamu ke apartemennya? Kalian…” Matanya menyipit, menyadari baju yang Nara pakai masih sama dengan yang kemarin dia lihat. 

“Kalian tidur bareng?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jerat Rahasia Teman Masa Kecilku   Penjelasan

    Deg! Nara melupakan bagian itu. Bagian dimana Aland memagut bibirnya untuk membuat Abyan yakin jika mereka berdua memiliki hubungan khusus. Tak terpikir olehnya jawaban dari ciuman itu. Aland sendiri menyebutnya trik. Ia melakukannya tanpa berpikir bagaimana perasaan Nara. Siapa yang tahu empat tahun pacaran Nara bahkan tak pernah bersentuhan bibir. Dan ciuman bersama Aland adalah kali pertama. Hal ini tidak boleh diketahui sahabatnya. Jika sampai mereka tahu first kiss itu milik teman kecilnya sendiri bisa hancur harga dirinya. “Eee... sebenarnya- itu, itu benar.” jawabnya lirih. “Apa?!” Wina histeris menanggapi.”Gila! Hebat kali ya si Aland itu, benar-benar badboy kelas kakap tahu nggak!” Nara pikir sahabatnya akan menanggapi dengan terkejut, marah, tapi malah kagum? “Kamu pasti malu banget ya Na, kamu nggak pa-pa kan?” tanya Lusi khawatir. Nara mengatur nafasnya sebaik mungkin, berusaha tenang dan lega. “Nggak pa-pa kok, Aland juga udah minta maaf atas perbuatannya. Tapi di

  • Jerat Rahasia Teman Masa Kecilku   Sebuah Kepercayaan

    “Se-secepat itu Lus berita menyebar?” suara lemas Nara terdengar pasrah. Ia menengok ke arah Aland yang terlihat santai. Wajah Nara mulai memucat. Ia bisa bayangkan bagaimana orang lain menerka hubungannya dengan Aland.“Na? Katakan, itu nggak benar kan?” tanya Lusi terdengar menekan Nara untuk memberi jawaban sesuai pikirannya. Nara bingung menjawab, ia tergagap saat itu.”Na-nanti aku jelaskan Lus, aku tutup dulu telponnya. Dah!”Setelah menutup panggilan dari Lusi, ia terlihat meremas sebagian rambutnya. Pandangannya tajam menuju pada manusia disampingnya. Aland mencoba menenangkannya dengan mengelus pundaknya, namun Nara tampak makin geram dan menampilkan sentuhan Aland. “Semua ini gara-gara idemu tahu nggak?!”seru Nara.Aland melirik kanan kiri lalu menjawab,”Sudah terlanjur Na-.”“Iya terus gimana solusinya?”Pertanyaan Nara terdengar putus asa dengan kabar yang begitu cepat beredar. Yang ia khawatirkan bagaimana jika hal ini sudah terdengar oleh dosen-dosennya?Nara begitu ak

  • Jerat Rahasia Teman Masa Kecilku   Pencuri "First Kiss"

    Bab 9 ‘‘Pa-pacar?’ Mendadak tubuh Nara kaku. Matanya membesar, sulit percaya dengan apa yang baru saja Aland katakan. Di sisi lain, wajah Abyan langsung memucat. Pernyataan Aland tadi menghantam harga dirinya tanpa ampun. Niat mempermalukan Nara malah berakhir berbalik mempermalukan dirinya sendiri! Seakan tidak cukup, dia juga menjadi sakit hati! Bagaimana bisa Nara tega meninggalkannya demi pria lain dengan begitu cepat seperti ini?! “Nara, kamu—” Dia ingin menuntut penjelasan, tapi setelah semua yang dia katakan, juga statusnya saat ini yang bukan lagi pacar Nara, Abyan merasa tenggorokannya tercekat. Di sisi lain, melihat Abyan terdiam, Nara gegas langsung mengambil kesempatan dengan berkata, “Jangan temui aku lagi.” Lalu, dia meraih tangan Aland dan menariknya pergi dari sana. ** BRAK! Suara tubuh yang menabrak mobil terdengar. Di saat bersamaan, tampak sosok Nara yang memojokkan sosok Aland ke mobil pria tersebut di area parkiran. “Apa itu tadi?!” Aland menaikkan al

  • Jerat Rahasia Teman Masa Kecilku   Obsesi

    “Siapa lo, hah?!” Abyan berdiri sambil mendongak, air hujan mengucur di wajah dan lehernya. Suaranya pecah, tapi cukup keras untuk memantul di antara gedung kampus yang mulai sepi. “Siapa lo sampai berani ikut campur? Ini urusan gue sama Nara!” lanjutnya, napas memburu. “Kami itu sepasang kekasih. Lo orang luar, nggak punya hak ikut campur apa pun!” Di sampingnya, tangan Nara masih digenggam Abyan erat, dingin dan licin oleh air hujan. Cengkeraman itu mulai terasa menyakitkan. Aland mendengus pelan. Payung di tangannya miring sedikit, cukup untuk tetap melindungi Nara, tapi membiarkan sebagian tubuhnya sendiri basah terkena hujan. “Yang lebih pantas dipanggil orang luar itu siapa, menurutmu?” tanyanya datar. “Kamu yang nggak tahu hubunganku dengan Nara sedekat apa… atau aku, yang tahu jelas kamu sama sekali tidak pantas untuk Nara?” “Kamu–!” “Cukup!” Suara Nara memotong kalimat Abyan dengan tegas. Lebih tegas dari biasanya, bahkan untuk dirinya sendiri. Abyan terhenyak, menol

  • Jerat Rahasia Teman Masa Kecilku   Sebuah Rahasia

    “Tidur bareng?” Nara berbalik tanya membuat kedua sahabatnya melongo. “E...Iya sih, tidur bareng-” “APA?” Wina dan Lusi serentak dengan nada tinggi. “Kamu beneran tidur bareng sama Aland?! Gila kamu Na!” sentak Wina. “Win! Mulutmu!” hardik Nara dengan isyarat tangan. Seketika Wina membungkam mulutnya sendiri. Alih-alih takut orang lain akan mendengarnya dan salah paham. “Kalian tahu maksudnya tidur bareng nggak sih?” tanya Nara pelan. “Kita tuh sering kali, waktu kecil tidur bareng, dan semalam kita tidurnya ya tidur aja biasa aja, nggak ngapa-ngapain kok!” ungkapnya santai. Lusi menghela napas lega. Berbeda dengan Wina seolah tak terima, istilah tidur bareng baginya adalah merujuk pada hal intim. “Tidur biasa? Tanpa adegan dewasa maksudnya?” cecar Wina,”Mana mungkin?” logikanya nggak mungkin lelaki nganggurin gadis secantik Nara apalagi dalam kondisi mabuk. Namun penjelasan Nara agaknya buat Wina merasa sesuatu,“Tunggu-tunggu! kau bilang waktu kecil?” Wina mencoba berpikir d

  • Jerat Rahasia Teman Masa Kecilku   Tidur Bareng?

    Melihat Aland hanya terdiam, kepala Nara langsung dipenuhi sejuta pertanyaan. Bagaimana bisa dia begitu ceroboh dan tidur dengan Aland?! Pria itu adalah sahabat kecilnya! Bagaimana kalau Aland bilang ke orang lain? Bagaimana kalau Wina dan Lusi tahu? Dan yang paling membuatnya takut setengah mati adalah… bagaimana kalau seisi kampus tahu ini terjadi dan… reputasinya sebagai murid berprestasi terancam?!Beasiswanya akan dicabut! Di saat Nara pusing memikirkan semua hal itu, tiba-tiba— “Pfft….” Nara tersentak, lalu dengan cepat dia menoleh. Terduduk di sisinya, sosok Aland tampak tersenyum menahan tawa. “Kenapa kamu tertawa?!” Aland melirik Nara, masih tersenyum. Dia tidak menjawab segera dan hanya menyibakkan selimutnya sendiri dengan gerakan malas, lalu berdiri santai. “Nggak terjadi apa-apa,” ucap Aland akhirnya. Nara membeku. “Hah?” Aland meraih handuk dari gantungan dan berkata datar, “Kita cuma tidur bersama, tanpa melakukan hal lain.” Dia melanjutkan, “Kamu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status