"Papa?"
Suara Angel mengembalikan Navisha pada bumi yang ia pijak saat ini. Wanita itu melirik gadis kecilnya yang ternyata sudah menghadap William dengan tatapan penuh harap.Navisha menelan saliva resah melihatnya. Takut jika pria itu akan menolak Angel, anaknya. Apa yang akan Navisha katakan pada putrinya nanti. Haruskah ia jujur saat ini.Gadis itu lalu refleks melirik pria yang Angle panggil Papa, yang ternyata juga tengah meliriknya. Katakan Navisha salah. Entah kenapa, ia seakan bisa melihat kerinduan pada tatap pria itu. Navisha pun segera membuang muka ke sembarang arah.Tidak mungkin! Mana mungkin ada rindu di sana, kan? Sementara Navisha yakin sekali jika saat ini sang mantan pasti sudah berkeluarga. Bukankah, dulu saat Navisha pergi, pria itu sudah bertunangan? Dan ini sudah enam tahun. Tidak mungkin jika pertunangan itu belum berlanjut ke arah lebih resmi.Ah, mengingatnya saja hati Navisha sudah kembali sakit."ANavisha kira, pertemuannya dengan William di rumah sakit akan menjadi terkahir kalinya untuk mereka. Siapa sangka, ternyata keesokan harinya pria itu kembali muncul. Kali ini di cafe tempatnya bekerja. Entah dari mana pria itu tahu tempat ini. Navisha memang tidak tahu jika sebenarnya William ada saat Gerald muncul waktu itu. Ia terlalu fokus mencari cara mengusir ayah kandung Angel tersebut. "Mbak, Nav. Pria yang di pojokan itu ngeliatin Mbak terus, loh. Kayaknya pengen kenalan," bisik Yopi saat Navisha mengisi ulang kue-kue yang telah kosong di etalasi. Navisha hanya mendesah berat mendengarnya. Tahu pasti siapa orang yang Yopi maksud. Pasti William. Tadi Navisha melihat pria itu memang duduk di pojokan. Tidak mengganggunya memang, hanya diam dan terus memperhatikan. Membuat Navisha tidak nyaman. "Aku gak tertarik," jawab Navisha acuh."Ganteng loh, Mbak. Kayaknya orang kaya juga. Kalau diperhatikan, vibesnya kek ceo-ceo muda di novel online. Yakin gak mau kenalan?" Yopi menaik
Navisha mendesah berat saat membuka kamar putrinya, menemuka jika gadis cilik itu tertidur sambil memeluk photo William yang diam-diam masih ia simpan. Hatinya nelangsa sekali melihat betapa Angel sangat menginginkan pria itu, yang ia kenali sebagai Papanya. Lagi-lagi, rasa bersalah akan salah satu kebohongannya hadir dalam hati.Tuhan, kalau sudah begini Navisha harus apa? Ia tidak mungkin meminta William untuk berkongsi demi Angel, kan? Tidak, tidak, jelas itu tidak boleh. Karena Navisha benar-benar tak mau punya hubungan apa pun lagi dengan pria itu. Ah, kenapa juga ia harus mengatakan kalau William adalah papa Angel? Kenapa tidak orang lain saja? Tetapi ... siapa? Satu-satunya pria yang pernah dekat dengannya adalah William seorang. Pria yang membuatnya jatuh cinta, juga patah hati sepatah-patahnya. Membuat Navisha trauma dan memilih menutup hatinya untuk siapa pun.Lagi, Navisha membuang nafas berat. Berharap beban yang kini terasa menghimpit hatinya sedikit hilang. Rasanya ota
"Nav?""Ya?"Navisha langsung menyahut cepat saat Nissa memanggilnya. Menoleh ke arah sumber suara meski sebenarnya sedang berdiskusi dengan Naira tentang menu baru saat ini."Ada email dari perusahaan LW group."Navisha pun langsung terdiam di tempatnya mendengar info dari Nissa barusan. Bukan karena tak mengenal, melainkan karena tiba-tiba resah tak jelas.Mendengar nama perusahaan tersebut, membuat otaknya seketika flashback pada kejadian beberapa hari yang lalu, tanpa bisa dicegah."Terima kasih untuk waktunya ya, Nav. Kue-kue dari cafe kalian memang yang terbaik. Saya yakin pasti semua orang menyukainya," ucap Felix. Salah satu staf perusahaan LW Group, yang akhirnya merasa puas dengan pilihan kue yang Navisha tawarkan untuk disuguhkan di acara ulang tahun perusahaan ini minggu depan."Tidak masalah, kami pun sangat berterima kasih karena anda bersedia memakai jasa cafe kami, dalam acara besar tersebut." Navisha menjawab dengan sopan, seraya menyambut uluran tangan Felix."Tentu
"Dia lagi?" gumam William bingung, ketika menemukan kembali nama Raid Anderson pada laporan yang baru saja diberikan anak buahnya. Kali ini bukan tentang Navisha. Melainkan sepupunya yang belum di temukan. Anak dari pamannya, pemilik sah dari perusahaan yang ia pegang saat ini. Ya, William memang telah lama melepaskan diri dari perusahaan keluarganya. Memilih mengembangkan usahanya sendiri, yang memang sudah ia rintis sejak sekolah. Seraya membantu sang paman mengurus perusahaan yang hendak diberikan pada anaknya yang hilang.Intinya, perusahaan yang William pegang saat ini bukanlah perusahaan miliknya sebenarnya. Hanya sekedar titipan semata. Selagi sang pewaris utama belum di temukan. Dan sejujurnya, alasan itulah yang membuatnya datang ke kota ini. Karena menurut info yang di dapat, sepupunya yang hilang itu berada di sini. William tidak pernah tahu jika ternyata Navisha pun berada di kota ini. Kembali ke masalah utama. William kini benar-benar penasaran dengan pria yang bernama
"Terima kasih untuk tadi. Kamu bisa pulang sekarang."William menaikan alisnya sebelah saat mendengar ucapan Navisha barusan. Matanya menyorot gadis itu dingin dengan bibir terkatup datar."Jadi begini caramu berterima kasih?" tanyanya kemudian. Nada tidak terima jelas terdengar di sana. Memutar mata malas sejenak, Navisha pun menjawab, "Tadi aku kan udah bilang makasih.""Lalu langsung mengusir?" tukas William cepat. Navisha membuang wajah dengan dengkusan kasar. "Aku nggak maksud mengusir kamu. Tapi aku cukup tahu diri. Kamu kan orang sibuk. Aku tidak ingin membuang waktumu dengan percuma." Seakan diingatkan masa lalu. William merasa ada cubitan kecil saat mendengar jawaban Navisha barusan. 'Membuang waktu percuma' William ingat sekali, dulu dia sering menggunakan kalimat itu jika tak enggan menemani atau sekedar menanggapi ucapan Navisha. "Maaf," lirih William, namun masih dapat di dengar Navisha. "Aku tahu, dulu aku memang jahat sama kamu, Nav. Tapi--""Kamu ngomong apa, sih?
William semakin menatap pria itu tak suka setelah mengetahui, ternyata bule bernetra hijau itu adalah Raid Anderson. Pria yang tengah ia cari saat ini. Apalagi menyadari jika Raid juga ekhem--lumayan ganteng. 'Tapi tetap gantengan gue.' William mendadak konyol karena rasa cemburu.Awalnya William kira dia, Raid itu bule tua dan berperut buncit. Kulitnya pasti merah dan bergelambir mirip kerbau bule. Akan tetapi apa ini? Ternyata Raid ... ah, sudahlah. Hatinya bahkan tidak terima Raid memiliki ketampanan 11-12 dengannya. Apa ini juga yang menyebabkan Navisha gampang move on darinya?"Dia pasti tidak terima pada keputusan hukum yang menolak laporannya?" Sementara Raid di tempatnya, masih santai berbicara dengan Navisha. Seolah tak perduli pada kehadiran William. Memang kenapa pula ia harus perduli?"Ekhem ... Niss, bisa bawa Angel main dulu?" Sementara Raid acuh, Navisha tentu tidak. Terlebih ada Angel juga yang menjadi alasan dari semuanya. "Kenapa harus gue? Kan ada bapaknya?" tuk
Ucapan Raid hari itu di rumah sakit membuat Navisha tak bisa tidur beberapa hari akhirnya. Ia resah, sekaligus bingung menanggapinya. Menikah? Iya, benar. Navisha memang harus segera menikah demi membuat Gerald tak bisa mengusik hak asuh Angel lagi. Faktanya, setelah laporan tuntutannya di tolak tentang pengambil alihan hak asuh Angel darinya. Kini pria itu melaporkan Navisha atas penculikan anaknya, sekaligus banding akan laporan sebelumnya. Konyol, memang. Pria itu sungguh tak menghargai sama sekali pengorbanan Navisha yang mengurus Angel dari bayi merah, sampai saat ini. Navisha bahkan harus kehilangan banyak hal demi Angel. Termasuk masa remajanya. Kini, Gerald malah seenaknya melaporkannya dan hendak mengambil Angel. Oh, tentu tak akan Navisha biarkan. Sebenarnya, Navisha tidak pernah takut akan semua hal yang Gerald lakukan. Ia sangat yakin, pria itu tak bisa mengambil Angel dengan mudah darinya. Meski sendirian, Navisha punya pekerjaan yang gajinya sangat cukup membiayai mer
"Oh, ya? Buktikan kalau begitu. Tapi perlu lo tahu, kalau sekarang gue sudah punya bukti valid. Tentang lo yang sebenarnya bukan siapa-siapa Angel." Senyum Gerald semakin culas. "Gue ... punya bukti kalau lo sebenarnya bukan ibu kandung Angel."Degh!Navisha seketika menegang dengan otak yang turut blank. Jantungnya seakan ingin meloncat saking terkejutnya dengan pernyataan Gerald barusan. Itu ... bagaimana Gerald mendapatkan bukti tersebut?Ttiiiinnnn!Di sela kebingungan dan ketakutan yang Navisha rasakan. Ia merasa beruntung sekali melihat sebuah mobil berhenti tak jauh dari sana, setelah sebelumnya menginterupsi keduanya dengan bunyi kelakson nyaring dan panjang seolah memang sengaja meminta atensi.Apalagi, tak lama setelahnya Navisha juga menemukan William turun dari mobil tersebut, dan berderap cepat menghampirinya. Syukurlah ...."Jauhkan tangan lo darinya, Gerald!" geram William dingin. Menyentak kuat tangan Gerald dari Navisha dan mendorong pria itu. Setelahnya, memasang bad