Meskipun suara ledakan kembang apinya sangat keras, ucapan Wano tetap terdengar jelas di telinga Yuna.Bibir dan lidah yang panas serta lembap itu memaksa menerobos gigi YunaCiuman itu terasa lembut dan penuh kasih sayang, aroma alkohol yang samar-samar menyapu Yuna.Membuat otaknya kosong sejenak dan jantungnya berhenti berdetak.Yuna mengakui bahwa dirinya memang ketagihan akan ciuman ini dan merindukan rasa ini.Hatinya bahkan terdorong untuk membalasnya.Namun, kesadarannya segera kembali.Dia pun mendorong Wano menjauh.Mata basahnya terlihat berwarna-warni oleh cahaya kembang api, seperti bintang-bintang yang bersinar di langit malam.Melihat bahwa Yuna akan marah, Wano buru-buru mengeluarkan sebuah patung Buddha berbahan giok dengan kualitas tinggi dari sakunya, lalu mengenakannya di leher Yuna.Wano berkata dengan serak dan lirih, "Yuna, aku sudah meminta seorang biksu untuk memberkati giok ini. Hadiah tahun baruku untukmu ini bisa menjaga keamananmu. Pastikan kamu selalu mema
"Bagaimana bisa kamu mau segampang itu jadi ayah angkat?"Sudut mulut Yanuar berkedut beberapa kali, "Jadi seorang ayah tanpa kerja keras sedikit pun juga bagus. Memangnya kamu, padahal sudah bekerja keras siang dan malam selama berbulan-bulan, tapi masih saja nggak bisa punya anak. Menurutku, ini bukan salah tubuh Yuna, melainkan memang kamu saja yang nggak mampu."Wano terkekeh tak habis pikir, "Kalau memang kamu mampu, kenapa malah mau jadi ayah angkat anak orang lain, hah?""Siapa yang mau jadi ayah angkat? Aku cuma peduli sebagai seorang teman. Nggak seperti kamu yang kejam dan nggak punya belas kasihan, yang bahkan nggak mengakui darah daging sendiri.""Kalau memang begitu, tetaplah di sini untuk memperhatikannya dengan baik. Aku pergi dulu, aku mau mencoba hadiah tahun baru dari istriku."Wano sengaja menggoyang-goyangkan sepasang kancing manset di depan mata Yanuar.Senyuman penuh kebanggaan tersungging pada wajahnya.Yanuar tertawa menghina, "Kamu mengatakannya seolah-olah mem
Ketika brankar itu hampir menabrak Yuna, tiba-tiba saja sebuah tangan besar mencengkeram brankarnya dengan kuat hingga terhentikan.Roger menatap perawat muda itu dengan marah sambil berkata, "Kamu sudah bosan kerja, ya?"Perawat muda itu langsung ketakutan dan segera minta maaf kepada Yuna, "Maaf, saya nggak bisa mengendalikannya dengan baik."Begitu Yuna berbalik, dia melihat bahwa brankar itu hanya berjarak sejengkal darinya. Langsung saja, punggungnya terasa berkeringat dingin.Di atas brankar itu terbaring seseorang, dengan dorongan sekuat itu, andai saja Roger tak bertindak cepat, Yuna pasti tertabrak dan jatuh.Akibatnya pasti sangatlah fatal.Baru saja dia selesai melakukan pemeriksaan dan hal semacam ini terjadi. Mungkinkah ini kebetulan, atau memang ada yang sengaja melakukannya.Yuna sengaja pura-pura tak mempermasalahkannya dan menarik lengan Roger, "Roger, itu nggak sampai melukaiku, jadi nggak apa-apa. Biarkan mereka pergi, jangan menunda penanganan pasien."Roger melepas
"Mana bisa begitu, istriku tahu kalau kamu akan datang, jadi dia menyiapkan banyak makanan lezat. Kalau kamu pergi begitu saja tanpa memakannya, bisa-bisa dia nggak akan merayakan tahun barunya dengan senang."Sembari mengobrol, keduanya berjalan masuk.Begitu Yuna memasuki aula, sosok yang dia kenal muncul di hadapannya.Wendy mengenakan gaun wol merah marun yang gemerlapan dan berdiri di depan pintu. Dia menatap Yuna dengan senyum yang mengembang, "Yuna, semoga tahun barumu menyenangkan, ya."Langkah Yuna terhenti seketika.Dia kemudian menatap Wendy dengan tatapan kosong.Mungkinkah yang Profesor Bayu maksud dengan keluarga adalah Keluarga Lasegaf?Apakah Marisa membawa keluarganya berlibur ke sini?Yuna mengulas senyum dengan sedikit keterkejutan, "Kak Wendy, jangan-jangan keluarga kalian semua ada di sini, ya?"Wendy mengangguk seraya tersenyum, "Benar sekali, ini adalah kampung halaman nenek. Dia sudah bertahun-tahun nggak pulang. Kebetulan saja aku punya waktu tahun ini, jadi ak
Yuna baru saja muntah, kepalanya masih terasa pusing.Ditambah lagi dengan pertanyaan Marisa yang tak terduga itu, Yuna pun tidak tahu bagaimana menjawabnya.Namun saat melihat Marisa begitu khawatir, hati Yuna ikut terasa perih.Yuna tak mampu menemukan sebuah alasan yang tepat.Dia hanya terdiam.Melihat Yuna yang bingung, Marisa semakin yakin dengan tebakannya.Dia meraih tangan Yuna dan berkata, "Yuna, Nenek tahu kamu anak yang baik, mana mungkin Tuhan nggak bolehin kamu hamil? Kamu ingin merahasiakan hal ini dari Wano ya?"Marisa memang pantas menjadi Kepala Keluarga Lasegaf.Dia bisa menebak pikiran Yuna dengan tepat.Hal ini membuat Yuna terbungkam."Nenek, maafkan aku, aku nggak mau anakku dilukai. Kalau Vina dan Qirana mengetahui kabar ini, mereka pasti akan mencelakaiku."Marisa merasa sedikit lega setelah mendapat konfirmasi dari Yuna.Dia menyeka air mata Yuna sambil berkata, "Kalau begitu, beritahu Nenek apa rencanamu. Nenek pasti mendukungmu sepenuhnya dan berjanji meraha
Selain Keluarga Hanafi dan Keluarga Santoso, Keluarga Sudrajat dan Keluarga Pratama juga termasuk dalam empat keluarga besar.Ada kurang lebih dari dua ratus orang baik tua dan muda berkumpul di sana.Yuna melihat sosok yang familier begitu dia turun dari mobil.Qirana menggandeng lengan pamannya Mahen, berjalan ke arah Yuna dan Zanny sambil tersenyum.Zanny tampak geram."Kenapa wanita sialan itu ada di mana-mana, aku ingin muntah rasanya."Yuna tersenyum, "Tamu yang nggak terduga, kita semua harus berhati-hati."Usai berbicara, Yuna mendengar Qirana tertawa."Paman, ini Pengacara Yuna yang kuceritakan padamu. Dia sangat terkenal di bidang hukum Kota Burma. Kalau ada kasus Paman bisa menyuruhnya. Anggap saja membantu bisnis mantan pacar Kak Wano."Ucapan itu mendeskripsikan hubungan antara Wano dan Yuna dengan jelas, sekaligus membuat posisi Qirana lebih tinggi.Yuna terkekeh, "Terima kasih atas perhatian Nona Qirana. Aku lagi kewalahan dan nggak bisa menangani urusan keluarga Sudraja
"Nona Qirana bisa makan sembarangan tapi nggak boleh bicara seenaknya, sejak kapan aku milikmu?"Figur tubuh tinggi Wano memakai rompi jas serta kemeja hitam dengan jas yang disampirkan di lengannya.Wajah Wano terlihat tegas dengan sepasang alis dan tatapan mata yang dalam.Kedua pasang kaki jenjang Wano berjalan menghampiri.Setiap langkah Wano menguarkan aura dingin dan ketenangan membuat udara di sekitar terkesan menipis.Wano berjalan ke sisi Yuna dan memakaikan jasnya pada Yuna.Ekspresi dingin dan cuek Wano barusan seketika berubah lembut ketika melihat Yuna.Suara Wano terdengar serak."Pakaianmu terlalu tipis, bagaimana kalau kamu sakit?"Yuna melihat Wano dengan terkejut, "Kenapa kamu kesini?"Wano mengusap kepala Yuna dengan lembut, lalu mengalihkan tatapannya pada Qirana dengan cibiran di bibirnya."Bagaimana bisa aku dengar sebuah lelucon kalau nggak datang? Harus berapa kali kukatakan pada Nona Qirana agar mengerti, aku nggak pernah mulai apapun denganmu, jadi darimana mu
Zanny mendengus kesal.Sungguh disayangkan kemampuan akting Qirana jika tidak dipakai berakting.Zanny berkata dengan tidak setuju, "Banyak anggur yang disediakan disini, nggak ada yang melarangmu kalau mau meminumnya."Qirana melihat semua orang dengan tatapan ibanya, lalu berkata, "Selama kamu memaafkanku, matipun aku rela."Setelah itu Qirana mengambil gelas anggur dan kembali meminumnya.di saat Qirana akan melanjutkan minum, Devan tiba-tiba memarahi Zanny."Cukup Zanny, Nona Qirana sudah minta maaf padamu, meskipun kamu nggak peduli dengannya, kamu harus peduli dengan muka kakekmu. Minum anggurmu dan lupakan masalah ini."Akan terlihat berlebihan jika Zanny terus membuat masalah di saat tetua sudah berbicara.Tanpa berpikir Zanny segera mengambil segelas anggur untuk dia minum.Tepat di saat itu Zanny melihat kilatan perhitungan dari mata Qirana.Zanny menyadari dirinya hampir saja jatuh dalam jebakan Qirana.Kehamilan Zanny akan terekspos di saat dia minum gelas anggur itu.Qiran