Share

Are You Okay?

Author: Tutur K. S
last update Last Updated: 2025-06-19 09:55:20

“Nanti lo mau ke mana abis ini?”

Haris menatap Kirana dengan senyum santai. “Gue tahu kafe kecil yang cozy banget di Montorgueil. Cheesecake-nya lo banget. Dan baguette-nya gak keras kayak alat fitness.”

Kirana tertawa pelan. “Gas!”

***

Paris sibuk seperti biasa. Tapi di antara manusia-manusia sibuk itu, waktu seolah melambat di meja sudut luar sebuah kafe kecil—tepat di tempat Kirana dan Haris duduk, berbagi cerita, tawa, dan kenangan yang sudah dua dekade tertinggal.

Haris dan Kirana sebenarnya sudah saling mengikuti di I*******m sejak lama. Tapi ini, ini adalah kali pertama mereka benar-benar bertemu langsung setelah sekian lama. Bukan sekadar like atau emoji di story. Bukan komentar basa-basi. Ini nyata. Suara. Mata. Tawa. Napas.

“Udah berapa lama lo di sini?” tanya Haris.

“Baru mendarat tadi pagi. Jet lag, pegal, lapar, semua rasa bercampur. Tapi gue nekat aja—kuliah lagi. Kebetulan gue dapet beasiswa juga…”

Haris mengangkat alis. “Masih jadi Kirana yang dulu ya. Spontan dan bikin orang geleng-geleng kepala.”

Kirana mengangkat bahu. “Daripada nyesel.”

Hening sebentar. Angin musim gugur menyapu pelan. Langit berubah jingga.

“Lo sendiri udah lama di Paris?”

“Udah setahun. Rencananya bentar aja, mau lanjut ke Italia, atau Yunani. Tapi entah kenapa... masih betah. Eh ternyata semesta pingin gue stay di sini lebih lama ada maksudnya.”

“Maksudnya?”

“Iya, kalau gue udah berangkat ke Italia kan gue gak kan ketemu lo barusan…Ini Namanya takdir.” Haris gak menyangka kata-kata itu terucap dari mulutnya. Agak canggung rasanya.

“Kayaknya semua orang di Paris selalu bilang ‘betah’,” gumam Kirana.

“Atau mungkin orang-orang kabur dari sesuatu dan belum siap mulai lanjut jalan?” ujar Haris pelan.

Kirana menghela napas. “Makanya makasih ya, Ris… udah ngajak ngobrol. Akhirnya ada temen ngobrol yang gak ngomongin ‘kapan balikan’ atau ‘kapan nikah’.”

“Gue gak akan tanya itu,” kata Haris. “Gue juga kabur. Gue masih cari tujuan gue mau ngapain di hidup gue Ran.”

Kirana menatapnya, lalu tersenyum. “Tapi kenapa lo belum-”

Kirana terkejut jari telunjuk Haris menahan bibir Kirana agar tidak lanjut bicara. “Ssst! Jangan buat gue jadi mikir... salah nemu lo tadi.”

Mereka tertawa bersama. Lalu hening lagi. Tapi hening yang hangat.

“Eh, lo masih gambar?”

“Masih. Sekarang malah jadi kerjaan. Creative director, freelance designer, ilustrator... you name it. Kerja remote. Tapi kadang juga pengangguran.”

“Buset. Kerja keras banget lo!” Kirana tertawa kecil, tapi ada bayangan di matanya. “Gue kangen masa kecil kita dulu Ris. Gak ada beban. Gak banyak mikir...”

“Iya gue juga kangen banget. Apalagi sama -”

Haris hendak melanjutkan bicaranya tapi ia melihat Kirana merogoh ponselnya yang berdering.

Dari: NANDA

Lo mesti tau! Gw baru dapet undangan kalau Andra mau nikah dua minggu lagi, Kiran…

Ia menatap layar ponsel itu lama. Rasanya mendadak dingin, bukan dari angin Paris yang mulai menusuk, tapi dari sesuatu yang pecah di dalam dada. Haris memperhatikan perubahan ekspresinya. “Kir? Lo gak apa-apa?”

Jantung Kirana mencelup ke perutnya. Dunia sekitar terasa blur. Dentingan gelas dan suara musik kafe tiba-tiba menjauh.

Dari: NANDA

Gue dikirimin undangannya. Andra bilang, lo gak diundang. Tapi minta gue dateng. Are you okay?

Kirana menatap layar ponselnya. Jemarinya gemetar saat membuka undangan digital itu. Wajah Andra tersenyum di samping wanita lain. Wanita yang akan menjadi istrinya. Rasanya seperti seseorang mencabut napasnya pelan-pelan. Kirana tidak menyangka secepat ini Andra menemukan orang yang menggantikan posisinya dan langsung jadi istrinya. Di sisi lain, Haris memperhatikan wajah Kirana memucat, tangannya gemetar. Kirana memegang dadanya yang terasa sesak. “Ran? Lo kenapa?”

Kirana menatap layar. Tangannya gemetar membuka undangan digital itu. Foto Andra di samping perempuan lain. Senyuman yang pernah jadi miliknya.

“Astaga…” bisiknya, nyaris tak terdengar.

“Ran?” suara Haris kini serius. Ia mencondongkan tubuh. “Lo gak apa-apa?”

“Gue pikir... gue udah sembuh. Udah kuat,” lirih Kirana. Air matanya jatuh tanpa aba-aba. “Tapi ternyata... enggak Ris. Duh…sorry…kita baru ketemu tapi gue udah gini cengeng aja…”

Haris tak berkata. Ia hanya menyentuh punggung tangan Kirana, perlahan.

“Lo gak harus pura-pura kuat. Gak sama gue Ran...”

Kirana memalingkan wajah, tapi dalam hatinya, kenangan itu menyeruak.

***

Hari sudah malam, Kirana dan Andra kembali ke villa setelah menghabiskan waktu di Malioboro dan menghabiskan waktu di melihat candi-candi. Suasana gunung cukup dingin. Mereka duduk di sofa yang lebar sambil di menonton TV. Kirana menyandarkan kepalanya ke bahu Andra.

Happy 5 years anniversary yank…aku udah nungguin momen ini bertahun-tahun tau yank…momen kita berdua aja. Liburan bareng…”

Wajah Andra melirik ke Kirana. Sangat dekat. Jantung Kirana berdebar kencang. Ia tidak pernah sedekat dan benar-benar punya privasi berdua saja seperti ini. Orang tua Kirana pasti tidak akan memperbolehkan mereka. Kali ini ia berhasil berbohong ada acara kantor.

Kirana dapat merasakan tangan Andra merangkul tubuhnya Kirana dengan lembut. Hangat. Seolah tidak membiarkan ia jauh sedikit pun. Wajah Andra mendekat dan Kirana entah kenapa tidak berniat untuk mundur, dan untuk pertama kali dalam hidupnya Kirana merasakan ada bibir lembut yang menyentuh dan melumat bibirnya. Mereka berciuman lembut dan mesra, namun lama kelamaan gairah memompa hormon mereka seolah tidak ingin menyia-nyiakan momen private mereka berdua ini. Andra membisikkan kata-kata lembut di antara napasnya. Jemarinya Andra perlahan mengusap tubuh Kirana dari kepala…leher…dan dada, lalu menyusup di balik kain Kirana, hangat, tapi perlahan-lahan melewati batas ke bawah. Kali ini Kirana menikmatinya. Tapi…hati sesungguhnya gelisah.

“Boleh ya yank…toh kita pasti nikah juga kan yank nanti. Gak usah takut. Gue bakal tanggung jawab kok...” Andra berbisik penuh nafsu di telinga Kirana.

Kirana ingat bagaimana jantungnya berdegup kencang. Batin Kirana berkecamuk, antara cinta yang hangat dan prinsip.  Tubuhnya lemas. Kirana cinta tapi ia takut. Ia menggeleng pelan sambil menahan tangan Andra, “Ja-jangan ya yank…nanti aja kalau udah resmi ya please…”

***

Kirana menatap layar ponsel di tangannya sekarang. Mungkin di mata Andra, cinta harus dibuktikan dengan tubuh. Tapi Kirana tidak bisa. Ia tidak mau. Dan sejak saat itu, ia sering bertanya: Kenapa aku yang ngerasa kotor?

Kirana menarik napas panjang, terisak pelan. “Ris, menurut lo... egois gak sih ninggalin seseorang demi diri sendiri?”

“Gue malah mikir lo berani banget, Kir.”

Kirana mengangguk perlahan. “Gue sayang sama dia, Ris. Tapi gue juga... sayang sama hidup gue.”

Hening lagi. Tapi kali ini, penuh pemahaman.

“Kalau kita ketemu 10 tahun lalu, waktu gue belum kenal Andra…” Kirana berhenti sejenak.

“Lo bakal suka sama gue gak?”, Kirana bertanya sambil mencoba tertawa mencairkan suasana. Ia mengelap pipinya yang basah dengan tangan.

Haris menatapnya, lama. Lalu tersenyum tipis. “Kayaknya... gue udah suka dari sebelum lo jadi model komik gue Ran.”

Kirana tertawa, tapi dengan mata basah. “hahahaha lucu banget lo! Makasih loh udah ngehibur gue…”

Haris menggeleng sambil tersenyum. “Enggak kok. Serius…”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jingga di Kota Cinta   Healing Through Memory

    Proyek "Healing Through Memory" resmi berjalan. Ruang kerja tim kreatif mulai terbentuk, dengan layar-layar besar dan dinding penuh dengan konsep art, storyboard, dan flow interaktif. Haris dan Kirana makin sering bekerja berdua, membahas narasi, alur emosi pemain, dan bagaimana membangun pengalaman yang bukan hanya cantik, tapi juga menyentuh."Gimana keadaan lo Ran? Dah move on?”Kirana tertawa kecil. "Gue nggak bilang udah bisa 100%. Yah...masih belajar lah."“Ooh…pasti sih…”, Haris mengangguk sambil mengusap dagunya.“Kenapa emang Ris?”, Kirana menengok ke arah Haris.“Enggak apa-apa…”Mereka saling menatap lebih lama dari biasanya. Tangan mereka bersandar pada meja yang sama tapi kelingking mereka yang bertemu cukup membuat detak jantung Kirana dan Haris berdegup kencang. Tapi sebelum momen itu terlalu lama, suara pintu dibuka mengganggu.Louis masuk dengan langkah santai. "Sorry, telat. Gue ada perlu dulu tadi."Ia meletakkan bukunya di meja. Sebuah sketsa separuh terbuka menunju

  • Jingga di Kota Cinta   Mulai hidup baru...

    Langit Paris mulai memutih oleh awan ketika Kirana melangkah masuk ke ruang kelas yang dipenuhi layar interaktif dan meja-meja kelompok. Ia belum sepenuhnya pulih dari kegugupan awal-awal kembali jadi mahasiswa.Prof. Thérèse, seperti biasa dengan balutan coat sleek dan riasan minimalis, berdiri di depan.“Hari ini, saya akan umumkan proyek kolaborasi khusus…,” ujarnya dalam bahasa Prancis yang pelan dan jelas. “Kerja sama seniman dan kreator game dari luar kampus. Kita akan buat instalasi game interaktif bertema ‘Healing Through Memory’. Dan game ini akan dipamerkan di Musée Art Ludique Paris.”Kirana menegakkan punggung. Galeri seni digital itu adalah salah satu yang paling bergengsi di Paris.“Tiga mahasiswa dari kelas ini akan kami libatkan langsung dalam tim kreatif. Mereka adalah: Louis, Amir, dan Kirana.”Louis mengangkat dua tangan ke udara, berseru, “Yes! Bonjour, fame!”Amir hanya menunduk sopan. Kirana tersenyum lebar. Ia sangat bersemangat untuk terlibat di proyek ini.Pro

  • Jingga di Kota Cinta   I hope you happy but don't be happier

    "Halo Ndra..."Di dalam, Kirana menatap layar ponsel yang masih menyala. Nafasnya berat. Jemarinya gemetar ketika menyentuh layar tadi. Kirana terpaku beberapa detik sebelum akhirnya masuk ke apartemennya.Di balik pintu, Haris masih berdiri di ambang pintu yang belum tertutup rapat. Ia tidak segera pergi. Haris yang tak sengaja mendengar sebagian percakapan itu mengepalkan tangan. Ia sebenarnya penasaran dengan pembicaraan mereka selanjutnya, tapi ia memilih melangkah pergi sambil diam-diam menutup pintu apartemen Kirana.“Hai yank…” Suara di ujung sana terdengar pelan, penuh tekanan. "Sorry... gue harus nikah, Ran. Tapi bukan karena gue mau."Kirana membeku. Suaranya tercekat. "Maksud lo? Lo gak harus minta maaf Ndra. Kita udah putus…”"Gue mabuk, Ran. Gue ngelakuin hal bodoh. Dia hamil. Keluarganya maksa gue tanggung jawab. Tapi hati gue masih di lo... Gue cuma pengen kita balik. Gue... gue nyesel."Kirana tak langsung menjawab. Kata-kata Andra seperti menghantamnya. Tapi yang lebi

  • Jingga di Kota Cinta   Return or Regret

    Siang itu, Paris terasa lebih ramah. Langit biru bersih tanpa awan, dan sinar matahari menyinari bangunan-bangunan tua dengan cahaya keemasan yang lembut. Suasana kota seperti memberi ruang bernapas untuk Kirana.Bukan Menara Eiffel, bukan rue de Champs-Élysées, yang terkenal... Haris menggenggam tangan Kirana dan membawanya ke tempat yang tidak terkenal tapi tetap punya pesona. Menyusuri pasar jalanan yang penuh dengan toko keju, roti, dan buah segar. Haris berjalan setengah langkah di depan, tangan di saku jaket, sesekali menoleh memastikan Kirana tak terlepas dari genggamannya dan tertinggal. Ia tidak banyak bicara, tapi kehadirannya terasa hangat."Hmmm wangi banget!," ujar Kirana sambil menghirup udara di depan sebuah boulangerie."Emang ! Croissant di sana emang recommended banget! Lo lapar, sedih, atau jetlag—pasti sembuh dengan satu almond croissant anget. Percaya sama gue," jawab Haris.Kirana manja. "Pingin cobaa…”Haris melirik, senyumnya terbit sejenak. “Boleh…”“Itu apa?

  • Jingga di Kota Cinta   Terima Kasih Masa Lalu

    Ombak bergulung pelan. Langit senja di pantai terlihat seperti lukisan. Tawa Andra terdengar dekat di telinga Kirana. Kirana terbangun dari tidurnya di pinggir pantai yang indah.“Yank, happy anniversary,” kata Andra.Tidak ada orang satu pun di sana kecuali meja, dua bu ada dua gelas anggur, dan sebuah TRIPOD DILENGKAPI KAMERA menghadap Andra dan Kirana.Kirana mengerutkan dahi melihatnya. “Ini buat apa Ndra?”, Kirana mendapati tangannya terikat ke bingkai kasur dan ia sudah memakai baju renang two pieces dengan warna kesukaan Andra, merah.Andra memeluk lembut Kirana dari belakang sambil menciumi leher Kirana. “Pulau ini udah aku sewa spesial buat kita berdua…buat anniversary lima tahun kita, yank. Tenang aja. Kita bisa bebas ngapa-ngapain sekarang yank. Gak kan ada yang denger…”Tubuh Kirana mematung, tidak berdaya.“Cantik banget kamu yank. Bagus lo kamu pake baju gitu…I like it! Oia, aku sengaja pasang kamera itu biar aku selalu inget momen mesra kita berdua yank.“Aku gak mau ya

  • Jingga di Kota Cinta   Are You Okay?

    “Nanti lo mau ke mana abis ini?”Haris menatap Kirana dengan senyum santai. “Gue tahu kafe kecil yang cozy banget di Montorgueil. Cheesecake-nya lo banget. Dan baguette-nya gak keras kayak alat fitness.”Kirana tertawa pelan. “Gas!”***Paris sibuk seperti biasa. Tapi di antara manusia-manusia sibuk itu, waktu seolah melambat di meja sudut luar sebuah kafe kecil—tepat di tempat Kirana dan Haris duduk, berbagi cerita, tawa, dan kenangan yang sudah dua dekade tertinggal.Haris dan Kirana sebenarnya sudah saling mengikuti di Instagram sejak lama. Tapi ini, ini adalah kali pertama mereka benar-benar bertemu langsung setelah sekian lama. Bukan sekadar like atau emoji di story. Bukan komentar basa-basi. Ini nyata. Suara. Mata. Tawa. Napas.“Udah berapa lama lo di sini?” tanya Haris.“Baru mendarat tadi pagi. Jet lag, pegal, lapar, semua rasa bercampur. Tapi gue nekat aja—kuliah lagi. Kebetulan gue dapet beasiswa juga…”Haris mengangkat alis. “Masih jadi Kirana yang dulu ya. Spontan dan biki

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status