Ternyata Kamu Tempat Pulang

Ternyata Kamu Tempat Pulang

last updateTerakhir Diperbarui : 2025-08-20
Oleh:  Tutur K. SOn going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Belum ada penilaian
20Bab
129Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Kirana Catalunia tidak pernah membayangkan akan menginjakkan kaki di Paris—apalagi dengan beasiswa bergengsi yang diidamkan banyak orang. Ya, Tuhan memang baik. Atau... mungkin sedang mempermainkannya. Paris katanya kota cinta. Tapi Kirana tidak datang untuk cinta. Ia datang untuk bertahan hidup, bermimpi, dan membuktikan bahwa perempuan tidak perlu laki-laki untuk merasa utuh. Bahwa ia berhak punya kendali atas dirinya sendiri. Paris mungkin kota pilihan terakhir Kirana yang dipikirkan untuknya melarikan diri. Dari masa lalu yang terlalu erat mengikat. Dari cinta dua belas tahun-nya yang kandas. Dari orang-orang yang terus bertanya: “Kenapa kamu tinggalkan Andra Logan?”. Orang-orang tidak tahu kalau dalam hati kecilnya, Kirana —ia masih tidak bisa lepas dari nama Andra Logdan. Tapi ia sadar, keputusannya hanya bisa membuatnya mencintai dalam diam. Dulu semua yakin: Kirana dan Andra akan menikah. Dia pria ideal—pintar, romantis, dan stabil. Tapi Kirana memilih pergi. Dan sekarang, semua orang mengira dia bodoh karena begitu Kirana menapakkan diri di Paris, ia mendapati kabar kalau Andra akan menikah dengan wanita lain bulan depan. Sakit bukan main. Oleh karena itu, saat ini Kirana ingin menjauh sejauh mungkin dari semua yang berbau asmara. Kalau bisa ke Antartika. Tapi takdir justru mengirimnya ke negeri croissant dan kental akan romansa—Prancis. Dan menghadiahinya kejutan lain: tetangga masa kecil yang menyebalkan, Haris. Kirana sudah bersumpah tidak akan jatuh cinta lagi. Tapi Paris—dan takdir—punya cara sendiri untuk menertawakan sumpah-sumpah seperti itu.

Lihat lebih banyak

Bab 1

Kita Putus!

Bzzzt... Bzzzt...

Sudah lima belas menit ia terlalu fokus dengan laptop dan daftar rundown pameran film internasional yang akan digelar besok. Sebagai penanggung jawab acara, Kirana masih punya daftar ratusan hal yang belum ia cek. Kirana sedang melakukan briefing dengan rekan kerjanya, Donni. Donni masih berceloteh soal panggung yang miring dan tenda sponsor yang tiba-tiba batal di sampingnya.

“Kiran… santai dikit napa. Gue yakin lo bisa beresin ini semua nanti kita bantu kalau udah lebih lowong,” kata Donni sambil menyodorkan snack box yang sudah dari beberapa jam yang lalu dibagikan, tapi Kirana belum juga menyentuhnya sedikit pun.

Kirana mengangkat alis. “Astaga! Gue bahkan gak tahu terakhir kali makan kapan, Don…Thanks ya…”. Kirana akhirnya memakan makanan pertamanya hari itu. Kirana tidak menyadari bahwa perutnya sudah kosong sejak kemarin malam sampai sekarang jam menunjukkan pukul 20.00 WIB ini dan ponselnya di saku celana tidak berhenti berdering sejak satu jam yang lalu.

Di balik semua kesibukannya, ia tidak sadar kalau seseorang sudah memperhatikannya dari kejauhan.

Andra.

Berdiri di seberang taman, dengan ponsel menempel di telinga dan wajah mengeras. Ia memandangi Kirana yang tertawa kecil bersama pria lain—yang bahkan tidak ia kenal. Kirana terlihat nyaman. Terlalu nyaman.

Andra mengepalkan tangannya. Nafasnya memburu. Pikirannya melesat:

“Dia nggak sadar udah tiga jam nggak bales chat gue?!”

Ia menekan tombol panggil lagi.

Bzzzt… Bzzzt…

Sepertinya asupan makanan membuat otak dan syarafnya berfungsi sempurna dan membuatnya sadar bahwa ponselnya sedang bergetar. Ia merogoh saku celananya dan menatap layar ponsel.

50 panggilan tak terjawab. Dari Andra.

Sial.

Jantungnya berdegup kencang. Ia berdiri dengan gelisah dan buru-buru menjauh dari Donni sambil menekan tombol "panggil balik".

Nada sambung pertama belum selesai, suara Andra sudah meledak.

“Seneng, ya? Lupa punya pacar?”

Kirana menahan napas. “Sorry yank… Hp aku ditaro di saku. Gak kedengeran. Sibuk banget aku dari pagi sampe lupa gak cek WA…” 

“Udah, gak usah akting bego, Kiran. Jelas-jelas gue sering liat lo online tapi gak bales WA gue. Bisa bisanya ya…”

“Yank, maaf iya aku buka wa-nya cuma buat kontak vendor-vendor. Bukan bales WA kamu…”

“Oh. Gue jadi gak sepenting vendor-vendor lo? Gak sepenting laki di sebelah lo?”

“Eh, gak gitu yank!”, Kirana mencoba mengklarifikasi. “Aku lagi kerja, Andra. Brief buat event besok. Kamu tahu itu…”

“Bales chat dari gue gak bisa, tapi kamu ketawa-tawa sama cowok bisa ya ? Enak, ya? Gue WA dari siang, gak dibales. Gue telponin berkali-kali, dicuekin. Tapi kamu ada waktu buat cengengesan sama laki?”

Sakit. Kata-kata Andra seperti tamparan. Tapi Kirana menahannya. Ia belum mau terbawa emosi. “Cengengesan sama laki? Maksudnya?”, Kirana penasaran dengan lelaki yang dimaksud Andra.

“Kamu pikir aku bodoh? Gue liat kamu. Sekarang juga. Di taman ini. Kamu ketawa sama cowok itu. Siapa dia, hah?”, suara Andra merendah, dingin.

Kirana menoleh pelan. Dan benar. Andra duduk di bangku seberang, menatapnya lekat dengan pandangan menusuk. Ia tertegun. Bahkan tubuhnya terasa dingin meski udara Bandung cukup panas hari ini.

Donni mencoba mendekat. Mulutnya seolah berkata “Lo nggak papa, Kiran?”

Tanpa menjawab, Kirana mulai berjalan pelan menuju Andra. Setiap langkahnya seperti menyeret satu ton rasa lelah. Bukan cuma karena lapar atau capek. Tapi karena hatinya yang semakin berat ditarik ke dasar.

“Takut ketauan kamu selingkuh, ya?” Andra berdiri. Sorot matanya penuh amarah dan rasa dikhianati. “Kita udah tujuh tahun pacaran loh, kamu tega ya…”

Kirana berhenti di hadapannya. “Sejak kapan kamu di sini?”

“Jam setengah enam. Pulang kerja, gue langsung ke sini. Mau kasih kamu kejutan. Tapi ternyata… kejutan balik, ya. Kamu lagi happy-happy dengan cowok lain.”

Kirana menarik napas panjang. Suaranya mulai goyah, tapi tetap berusaha tenang. “Donni itu rekan kerja. Kamu tahu event film internasional besok penting buat aku…”

“Penting sampe ngelupain aku? Lo bisa ketawa sama dia, tapi gak bisa bales chat gue? Semudah itu ya? Gue udah segak penting itu?”

Dalam hatinya, Kirana ingin marah. Tapi bibirnya membisu.

“Selama ini gue selalu prioritasin lo ! Selalu luangin tiap weekend sama lo ! Karena gue pingin bareng lo terus! Tau?!”

Kirana menunduk. Ia mendengar semuanya.

“Apa coba yang belum gue lakuin buat lo? Lo cantik sekarang—siapa yang support? Gue, Kiran! Gue beliin lo make up biar lo cantik! Baju! Gue ajak lo ke klinik kecantikan…gue beliin lo catokan…”

Kirana masih membiarkan Andra bicara meluapkan emosinya. Tapi dalam dadanya, ada kalimat yang ingin keluar sejak lama. Kalimat yang selalu ia tahan, tapi Kiran kali ini mencoba berpendapat, “Tapi aku pernah gak minta itu semua loh yank…itu semua kamu yang mau…kamu yang minta aku ini itu gitu…pake lipstick ini pake baju itu…”

Andra melanjutkan, lebih pelan tapi menusuk, “Ohh gitu? Lo inget gak siapa yang talangin kuliah lo waktu bokap nyokap lo kepepet?”

Deg.

Kirana mendongak. Matanya berkaca-kaca. Kali ini ia tidak bisa tinggal diam.

“Oh, jadi sekarang semua itu hutang, ya? Aku harus patuh gara-gara itu? Harus jadi milik kamu, 24/7? Gak boleh capek? Gak boleh sibuk ngejar mimpi aku?”

Andra terdiam.

Kirana menghapus air matanya yang mulai jatuh. Ia melangkah lebih dekat. Pandangannya tajam.

“Andra... selama ini aku sabar. Kamu selalu nuntut waktu aku. Tapi pernah gak kamu tanya aku bahagia gak? Kamu dengerin cerita aku tentang kerjaan? Tentang mimpi aku?”

“Sekarang, aku capek. Capek banget. Dan kamu tahu kenapa aku gak bales chat kamu tadi?”

Andra tidak menjawab.

Kirana melanjutkan, lebih lirih, “Karena aku terlalu sibuk nahan perut kosong, nahan ngantuk, aku masih ngecek rundown, sambil mikirin kenapa aku masih terus ngalah buat kamu yang gak pernah ngerti...”

Ia berhenti sejenak. Menatap mata Andra yang kini mulai bergetar. Tangannya yang bergetar mengepal, bukan untuk melawan Andra, tapi untuk menahan dirinya sendiri agar tidak runtuh.

“Andra, sorry gue gak bisa lanjutin ini semua. Andra, gue mau putus.”

Sunyi.

Bahkan suara klakson di jalan pun terasa jauh. Orang-orang sibuk berlalu lalang sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Napas Andra yang terdengar memburu, dan wajahnya yang perlahan berubah dari marah menjadi… hancur.

“Kiran…lo…”

Tapi membalikkan badannya sambil bicara dengan nada lirih, “Hutang-hutang gue tujuh tahun ini nanti gue transfer Ndra…Thanks…”

Kirana gemetar tapi mencoba melangkah tegap dan tidak menoleh lagi. Tapi tak ada yang menarik kata-katanya kembali. Tidak ada yang bisa.

Untuk pertama kalinya, ia memilih dirinya sendiri.

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

Bab Lainnya

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

Tidak ada komentar
20 Bab
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status