GAIRAH LIAR PASANGAN MUDA
"Mond, nikah aja yuk mumpung gue lagi mood..."
Setelah ditinggal kekasih yang sudah lima tahun bersamanya, Ayara (35) mendadak mengajak Raymond (38)—teman masa kecil yang paling sering ia ejek—untuk menikah. Bukan karena cinta, tapi karena sama-sama patah hati… dan sama-sama lelah dituntut menikah. “Tiga bulan aja ya, kalau gak cocok cerai.” Tapi justru setelah mereka mulai serius membangun rumah tangga, takdir menyentil lebih keras: mereka sama-sama tidak bisa memiliki anak. Alih-alih runtuh, Ayara dan Raymond memilih kabur keliling dunia—meninggalkan ekspektasi, membangun kembali makna hidup dan cinta dari puing-puing. Di tengah pelarian, mereka justru menemukan bahwa kebahagiaan tak harus selalu datang dari rahim. Kadang, cinta sejati lahir dari luka terdalam.
Read
Chapter: Sore di ReykjavikSore itu Reykjavik berbau garam dan roti panggang. Angin dari pelabuhan menggigit telinga, tapi pasar akhir-pekan tetap ramai. Di deret paling ujung, Freya merapikan stand kecilnya: kotak-kotak poskort berilustrasi mercusuar, sketsa paus biru, dan seri “Aurora yang Tersesat”—gradasi hijau yang seolah patah di tengah.“Kalau gue jadi London, beneran nggak ada yang kangen?” gumamnya, menatap pesan pemesanan yang belum ia kirim.Suara tawa lelaki memecah pikirannya.Erik datang dengan coat hitam, scarf dililit asal, senyum yang terdengar seperti ajakan main. Freya mengangkat alis, datar tapi ramah. “Hari ini ‘open space’. Mau beli atau cuma bikin keributan?”Erik tertawa, mengambil satu set kartu pos. “Yang ini kayak kita.”“Kayak lo,” koreksi Freya. “Gue sih enggak.”Bel kafe di belakang mereka berdenting. Ayara masuk dengan syal krem dan tote bag kain. Raymond menyusul, telinganya memerah oleh dingin. Wajah mereka cerah tenang, seperti orang yang rajin mempraktikkan keputusan baru.“St
Last Updated: 2025-09-30
Chapter: One last kiss good byeBar kecil di tepi pelabuhan itu hampir gelap seluruhnya. Hanya sisa dua lampu gantung kuning pucat yang bergoyang pelan tertiup hembus angin laut yang merembes lewat celah pintu. Rak botol memantulkan kilau samar; kaca-kaca tinggi berkabut tipis, menyisakan garis-garis lembap yang mengalir perlahan. Di luar, Reykjavik tertidur: denting tiang bendera, desir ombak halus menyapu dermaga, dan sesekali bunyi langkah turis yang tersesat malam-malam.Erik tertidur tengkurap di meja bar, pipi menempel pada lengan, rambut pirangnya acak-acakan. Nafasnya berat, menyisakan wangi bercampur antara whiskey, garam laut, dan parfum maskulin yang mahal. Di sampingnya, gelas kosong berderet seperti saksi nakal: terlalu banyak tawa, terlalu sedikit kendali. Lelaki itu tetap tampan bahkan dalam kekalahan kecil begini; sialnya, hal itulah yang membuat banyak hati—termasuk hati Freya—selalu memaafkannya.Freya berdiri beberapa langkah darinya. Mengenakan mantel wol abu-abunya yang bergelayut di bahu; dari
Last Updated: 2025-09-18
Chapter: Freya dan ErikSore di Reykjavik mulai redup. Cahaya matahari musim dingin hanya tersisa sedikit, membuat langit berwarna oranye pucat. Di sebuah bar kecil dekat pelabuhan, Erik duduk santai di kursi tinggi, satu tangan memutar gelas whiskey, sementara matanya sibuk menatap layar ponsel. Senyum tipisnya muncul sesekali—senyum khas Erik yang entah untuk siapa, tapi selalu berhasil menyalakan rasa penasaran orang di sekitarnya.Freya masuk. Seorang wanita cantik mengenakan kemeja flanel motif kotak-kotak dan jeans keluar dari pantry. Tubuhnya kurus tapi payudaranya yang besar terlihat mencuat menantang diantara 2 kancing yang terbuka. Rambut pirangnya diikat setengah, mantel panjang wolnya menutupi tubuh mungil tapi anggun. Begitu melihat Erik, ia langsung menegang. Ada banyak pria di kota ini, tapi hanya Erik yang bisa membuat jantungnya berdebar tidak karuan.“Hey,” sapa Freya, mencoba tenang, meski senyumannya agak ragu.Erik menoleh, lalu tersenyum lebar seolah benar-benar baru sadar ada dunia sel
Last Updated: 2025-08-30
Chapter: Kamu Butuh Dibantu?Pagi itu Reykjavik diselimuti kabut tipis. Dari jendela apartemen, terlihat burung-burung beterbangan rendah, mencari santapan ikan di danau. Raymond sudah duduk di meja kerja, laptop terbuka dengan tiga jendela zoom meeting sekaligus. Rambutnya agak acak-acakan, matanya fokus penuh.“Gue harus rapat sampai jam makan siang, sayang. Lo mau ngapain hari ini?” tanya Raymond tanpa mengalihkan pandangan dari layar.Ayara mengikat syal di lehernya, tersenyum kecil. “Gue harus ke pasar. Mau beli bahan makanan. Biar lo gak kerja sambil ngeluh lapar terus.”Raymond mengangkat alis sekilas, lalu tersenyum hangat. “Hati-hati ya honey. Jangan nyasar. Pake google maps.”“Siap, boss.” Ayara mencium cepat pipi Raymond sebelum mengambil tote bag kanvas besar.Pasar Reykjavik bukan seperti pasar di Jakarta yang bising dan penuh teriakan. Di sini, deretan kios kayu berwarna pastel menjual ikan segar, sayur organik, dan roti hangat. Bau laut bercampur dengan aroma kopi hitam dari gerobak kecil di ujung
Last Updated: 2025-08-30
Chapter: Rumah di Puncak Bukit Nafsu MenggeloraPagi itu Ayara terbangun di pelukan Raymond dengan telanjang bulat. Ia tersenyum melihat wajah tampan suaminya yang sangat seksi itu. Ayara berencana untuk menjauhkan diri dari dada bidang dan berorot Raymond. Tapi gerakannya malah justru membangunkan suaminya."Morning sayang..." kata Raymond sambil mengecup bahu dan leher istrinya."Ih geli sayang...""Ra, liat pemandangannya indah banget ya..." Raymond menatap jendela kamar mereka yang langsung dapat melihat bagaimana sinar matahari pagi menerangi hamparan padang rumput yang beberapa bagian tertutupi salju dan danau yang cukup besar di depan mereka dengan tenang. "Gue mau lo bangun tiap hari kaya gini Ra...""Tenang, kita tinggal di sini sebulan sayang...kenyang-kenyangin deh liat pemandangan ini...mau dua bulan juga bisa...apa mau pindah juga bisa...", jawab Ayara tengil.“Ra...” Raymond berbisik. “Ini pertama kalinya setelah semua drama akhir-akhir ini, gue ngerasa... ringan.”Ayara menggeser tubuhnya, kepalanya bersandar di bahu
Last Updated: 2025-08-29
Chapter: Ranjang yang Panas di Kota EsRaymond tersenyum nakal, lalu menindihnya di atas kasur dengan bulu-bulu lembut yang memberikan sensasi berbeda, siap membuktikan bahwa bahkan di Reykjavik yang dingin, mereka bisa bikin panas dunia mereka sendiri. Kepalanya dengan sekejap sudah diselusupkan di ceruk leher Ayara dan membuat bulu roma Ayara berdiri karena kenikmatan.Ayara tersenyum menikmati setiap sentuhan yang diberikan Raymond. Jemarinya mengelus leher Fajar, seolah menyampaikan pesan bahwa Ayara sangat menginginkannya malam itu."Ahh...Raymond...suami gue...", suara Ayara manja dan mendesah di telinga Fajar yang sedang asik menikmati lehernya. Ia bisa merasakan tangan Raymond sudah mulai bermain ke dadanya."Gue ijin perk*sa lo ya Ra...""Please lakuin Mond...Suami seksi gue...""Lo bakal gue nikmatin malem ini sayang...desah aja sekuat lo karena di bukit dan danau ini cuma ada kita...gak punya tetangga..." desah Raymond."Mau dong digerayangin Raymond Maharadja..." ucap Ayara genit.Raymond saling menatap Ayara i
Last Updated: 2025-08-28

Ternyata Kamu Tempat Pulang
Kirana Catalunia tidak pernah membayangkan akan menginjakkan kaki di Paris—apalagi dengan beasiswa bergengsi yang diidamkan banyak orang. Ya, Tuhan memang baik. Atau... mungkin sedang mempermainkannya. Paris katanya kota cinta. Tapi Kirana tidak datang untuk cinta. Ia datang untuk bertahan hidup, bermimpi, dan membuktikan bahwa perempuan tidak perlu laki-laki untuk merasa utuh. Bahwa ia berhak punya kendali atas dirinya sendiri. Paris mungkin kota pilihan terakhir Kirana yang dipikirkan untuknya melarikan diri. Dari masa lalu yang terlalu erat mengikat. Dari cinta dua belas tahun-nya yang kandas. Dari orang-orang yang terus bertanya: “Kenapa kamu tinggalkan Andra Logan?”.
Orang-orang tidak tahu kalau dalam hati kecilnya, Kirana —ia masih tidak bisa lepas dari nama Andra Logdan. Tapi ia sadar, keputusannya hanya bisa membuatnya mencintai dalam diam. Dulu semua yakin: Kirana dan Andra akan menikah. Dia pria ideal—pintar, romantis, dan stabil. Tapi Kirana memilih pergi. Dan sekarang, semua orang mengira dia bodoh karena begitu Kirana menapakkan diri di Paris, ia mendapati kabar kalau Andra akan menikah dengan wanita lain bulan depan. Sakit bukan main.
Oleh karena itu, saat ini Kirana ingin menjauh sejauh mungkin dari semua yang berbau asmara. Kalau bisa ke Antartika. Tapi takdir justru mengirimnya ke negeri croissant dan kental akan romansa—Prancis. Dan menghadiahinya kejutan lain: tetangga masa kecil yang menyebalkan, Haris.
Kirana sudah bersumpah tidak akan jatuh cinta lagi. Tapi Paris—dan takdir—punya cara sendiri untuk menertawakan sumpah-sumpah seperti itu.
Read
Chapter: Go or No Go...Udara malam Paris menggigit lembut kulit. Lampu jalan menyinari trotoar dengan cahaya kuning keemasan, sementara dari kejauhan, suara musik jalanan bercampur dengan riuh obrolan kafe. Kirana berjalan pelan, kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku coat.Rasanya Kirana malas sendirian di apartemen. Jalan-jalan ke taman adalah satu-satunya pilihan yang ada dipikirannya. Kirana ingin menenangkan diri hari ini. Sendiri.“Lo yakin mau keluar malam-malam gini?” tanya Haris, tiba-tiba berjalan setengah langkah di sebelahnya.Kirana mengangguk pelan. “Eh? Gue bosen di apartemen Ris...Lo lagi ngapain di taman malem-malem gini?"Haris tersenyum, "Gue abis beli makan malem aja tadi...Lo ngapain?""Kalau gue diem di apartemen, kepala gue pecah, Ris. Gue gak mau sendirian sama pikiran gue.”Haris mengangguk, memahami. “Fair enough. Lagian Paris tuh justru cantik banget kalo malem. Bukan cuma menara Eiffel doang.”Mereka melewati jembatan kecil di atas Seine. Air sungai memantulkan cahaya lampu kot
Last Updated: 2025-09-30
Chapter: Jatah SemingguPagi Paris terasa baru, seakan kota ikut merapikan napasnya. Kirana berdiri di depan cermin kecil di dapur Rue Carducci, mengikat rambut setengah tinggi. Di meja, Haris sudah menyiapkan dua cangkir: teh untuknya, kopi untuk Kirana—kebiasaan terbalik yang mereka tertawakan tiap pagi.“Lo yakin gak mau tukeran minuman?” goda Haris.“Gak. Gue butuh kopi. Lo butuh tenang,” jawab Kirana, mencubit lengannya singkat.Di punggung kursi, jas biru gelap Haris tergantung rapi. Sejak semalam ia sibuk menuntaskan slide presentasi untuk konferensi desain di Swiss—seminggu penuh, panel dan workshop. Kirana masih belum terbiasa dengan kata “seminggu”.“Lo berangkat lusa, kan?” tanya Kirana, memeriksa kalender ponselnya.Haris mengangguk. “Geneva dulu dua hari, habis itu Zurich. Balik minggu depan, sore. Gue kirim itinerary ke lo ya…siapa tau mau dating kelewat kangen…”Kir
Last Updated: 2025-08-20
Chapter: Kebiasaan Pagi Yang BaruSinar matahari menembus tirai tipis ruang tamu, membelai tubuh Kirana yang masih terlelap di pelukan Haris. Selimut tipis yang menutupi mereka jatuh sedikit, memperlihatkan leher Kirana yang bertanda merah lembut hasil semalam mereka bercumbu. Haris membuka mata lebih dulu, merasakan aroma samar tubuh Kirana yang menempel di kulitnya.Ia tersenyum kecil, antara lega dan masih tidak percaya. Perempuan yang selama ini ia jaga jaraknya, kini tertidur nyaman di lengannya. Wangi tubuhnya sangat ia sukai dan pasti ia rindukan. Bulu matanya lentik. Bibirnya yang kecil dan lembut menjadi hal yang paling bikin Haris candu sepertinya. Kirana teman kecilnya, yang sudah terpisah bertahun-tahun lamanya, kini ada dalam pelukannya. Ternyata rencana Tuhan benar-benar luar biasa.Namun, di balik rasa bahagia itu, ada juga perasaan lain yang menyelinap: tanggung jawab. Haris sadar, apa yang terjadi malam tadi bukan sekadar pelepasan nafsu, tapi sebuah pintu besar yang sudah terbuka. Ia harus bisa memast
Last Updated: 2025-08-17
Chapter: Beradu Dengan TraumaHaris bisa merasakan jantungnya berdetak lebih cepat ketika jemarinya menyentuh lekuk lembut di balik daster tipis Kirana. Ia tahu ini bukan hanya tentang tubuh—ada sejarah panjang air mata, luka, dan rasa takut di balik tatapan mata Kirana yang kini penuh keberanian.“Apa lo yakin, Ran?” bisiknya, hampir tidak terdengar.Kirana menatapnya dalam-dalam, senyum tipisnya lebih seperti jawaban daripada kata-kata. “Ris… gue nggak mau jadi tahanan masa lalu gue sendiri lagi. Gue juga ga ngerti tapi, lo buat gue ngerasa aman dan nyaman. Perasaan tulus lo...gue kerasa banget...”Haris berkaca-kaca mendengar perkataan Kirana."Ris, orang tua gue pingin gue happy sama lo. Orang tua gue pasti se
Last Updated: 2025-08-17
Chapter: Lo Pikir Gue Gak Mau Lagi?Pagi itu, udara Paris masih dingin walau matahari sudah naik. Kirana duduk di meja makan, mengaduk bubur ayam ala Haris. Ia tidak menyangka momen malam itu bisa terjadi juga dalam hidupnya. Terlebih, akhirnya ia melepaskan keperawanannya ke Haris. Pria yang baru saja kembali ke hidupnya setelah sekian tahun. Tapi ia belum bisa benar-benar lepas. Di satu sisi, Kirana merasa senang dan lega. Di sisi lain, ada perasaannya yang belum tuntas.“Ran, gue pengen ajak lo keluar,” kata Haris yang tiba-tiba datang setelah menerima telepon dari Prof. Thérèse tadi.Kirana mengangkat alis. “Kemana?”“Kelas meditasi. Di Rue Saint-Honoré. Temennya Prof. Thérèse yang rekomendasiin. Katanya bagus buat orang yang lagi… banyak pikiran.”Kirana menghela napas, menatap buburnya. “Ris… gue belum tentu bisa fokus.”“Seenggaknya bisa kita coba dulu Ran. Kadang duduk di ruangan yang tenang aja udah beda rasanya. Yuk! Gue temenin ko...”***Ruang meditasi itu sederhana: lantai kayu, dinding putih, dan jendela be
Last Updated: 2025-08-16
Chapter: Menyatu Dalam DukaAda perasaan yang tak ia duga: bukan ledakan, melainkan hangat yang merayap, seperti air yang menemukan cekungan dan tinggal. Haris mengecup pelipisnya berulang, turun ke bawah sedikit demi sedikit seolah setiap sentuh adalah cara baru berkata “gue di sini”. Kirana menyambut, memejam, membiarkan air matanya jatuh satu-dua—bukan duka yang lama, melainkan lega yang lambat. Untuk pertama kalinya setelah banyak kehilangan, ia merasa tubuhnya bukan medan perang, melainkan rumah.Haris mengecup leher Kirana, seolah mengaktifkan semua sensor yang ada. Lalu perlahan Kirana dapat merasakan membuka Haris mencoba kancing Kemeja. "Sayang...Gue ijin buka ya...Boleh?""Boleh Ris...", desah Kirana sambil tersenyum. Haris melihat dua buah gunung kembar yang mulus dan indah. Ia kecupi perlahan dan isap dengan lembut, membuat Kirana mendesah juga. Kirana merangkul tubuh Haris, mengusap punggungnya lembut. Mengikuti gerakannya.Seperti dua sejoli yang sudah lama saling mendamba dan menahan diri, semuan
Last Updated: 2025-08-16