Share

Bab 3 JDYT

Penulis: Pena_Zahra
last update Terakhir Diperbarui: 2023-07-23 10:01:53

Bab 3

Shoimah memandang nanar kepergian suaminya, ia tak menyangka bahwa suaminya yang selama ini dianggapnya paling menguasai ilmu agama ternyata justru memiliki pemikiran yang salah dan menyimpang.

Rasa sesal mulai datang menyapa hati, "seandainya saat itu aku lebih peka sebagai seorang wanita, seandainya saat itu aku lebih peka sebagai seorang ibu, mungkin aku bisa mengetahui kehamilan Aina sejak awal, dan semua ini tidak pernah terjadi.

Soimah memandangi ruang makan tempat ia duduk saat ini dengan penuh penyesalan, ruangan tempat keluarga biasa beramah-tamah untuk makan bersama itu kini menjadi ruangan penuh kenangan buruk. Sepi, sunyi, tidak ada kebahagiaan. Ingatannya kembali memutar kejadian pagi itu.

"Aina, kamu sakit?" tanya Ustadz Sofyan ketika mendapati putri bungsunya terlihat pucat saat di meja makan. Sudah menjadi rutinitas keluarga Sofyan di setiap pagi, seluruh anggota keluarga berkumpul di meja makan untuk melakukan sarapan bersama.

"Cuma meriang biasa aja kayaknya, Bah. Mungkin masuk angin." Aina menyahuti sambil tersenyum. Terlihat kalem, seperti sikapnya belakangan ini, yang mendadak menjadi gadis pendiam dan terkesan anggun.

"Owalah, Nduk ... kok bisa masuk angin, toh? Kayaknya Ummi lihat beberapa hari belakangan kamu anteng aja di rumah, ndak keluar-keluar, semalem kamu cuma ndekem di kamar toh?" Shoimah, Ummi Aina turut menyahuti seraya meletakkan makanan yang baru dimasaknya di meja makan.

Aina hanya tersenyum tipis, sebab ia sendiri pun tak tahu, apa yang menyebabkannya masuk angin. Tapi, gejala yang ia alami, memang seperti yang ia rasakan saat masuk angin, muntah saat bangun tidur, pusing dan nggak enak makan.

"Kamu tuh piye toh, Mi. Kamu pikir angin itu cuma dari luar? Dari kipas angin kan juga judulnya angin. Wis toh, mendingan kamu buatin anakmu itu wedang jahe, biar cepet keluar anginnya!" Ustadz Sofyan memberikan titah pada istrinya.

"Nggih, Bah." Shoimah berlalu dan kembali berkutat di dapur untuk menyiapkan segelas wedang jahe.

"Kamu mendingan cepetan sarapan, Nduk! Biar nggak makin parah masuk anginnya. Itu loh Ummimu sudah masak menu kesukaanmu, udang asam manis." Ustadz Sofyan kembali memberikan instruksi, sementara Aina hanya menjawab dengan anggukan.

Ia mulai menggerakkan tangan untuk menyendok nasi, mengambil beberapa ekor udang asam manis yang tersedia di meja makan, kemudian mulai menyuapkannya ke mulut.

Namun, belum sempat sendok yang ia gunakan menyentuh bibirnya, aroma udang yang menyapa indra penciuman Aina mendadak membuatnya mual. Aroma makanan favoritnya berubah menjadi aroma yang sangat mengganggunya.

Aina mendorong piring, menjauhkannya dari hadapan, ia membekap mulut dan hidungnya dengan tangan, menahan agar jangan sampai memuntahkan cairan pahit dari perutnya untuk kesekian kalinya.

"Aina kamu kenapa?" Shoimah yang baru saja selesai menyeduh jahe untuk putrinya mendadak panik melihat kondisi Aina.

"Aina mual cium aroma udangnya, Mi." Jawaban mengalir begitu saja dari mulut Aina.

Shoimah mengernyit, memandang suaminya yang juga berekspresi sama.

"Ini udang asam manis kesukaan kamu lho, Nduk!" Kali ini Shoimah menunjukkan keheranannya dengan sebuah kalimat.

"Iya, Mi, tapi ini aroma amisnya terasa banget, beda sama yang biasanya." Aina berkata sembari kembali menahan gejolak dari dalam perutnya.

"Masa toh? Kok iso loh!" Soimah segera mengambil sepiring udang yang sudah disajikan di meja kemudian mengendusnya.

"Enggak kok, Nduk, ini udangnya kayak biasanya kok, tadi juga sebelum masak Ummi cek udangnya masih segar, jadi ya ndak amis." Jawaban Shoimah membuat Aina dan Abahnya terheran.

"Dek ... dek ... kamu tuh masuk angin aja kok udah kayak orang hamil, sensitifan gitu sama bau-bauan, Mbak aja yang hamil ndak segitunya." Alina, Kakak Aina yang sedang hamil tujuh bulan baru bergabung dan turut menimpali sembari mengelus-elus perut buncitnya.

"Hush! Kalau ngomong tuh mbok dijaga toh, Lin!" Ustadz Sofyan memperingati putri sulungnya.

"Bercanda, Bah," balas Alina sambil terkekeh, ia mendudukkan dirinya di kursi yang tersedia.

"Tapi ya bener juga, dulu Ummimu itu kalau hamil ya mesti mabok gitu, ndak bisa nyium aroma yang agak menyengat dikit pasti mual. Ya kaya Aina ini, wong udang sedep gitu kok malah dibilang amis. Kamu ndak hamil, kan, Na?" tanya ustadz Sofyan dengan pandangan penuh selidik.

Sementara Aina, ia justru terdiam, ucapan kakak dan Abahnya seolah membuatnya terpikirkan akan satu hal.

"Hamil? Malam itu ... apakah dia meninggalkan benih di rahim ini? Ya Tuhan ... terlalu sibuk meratapi nasib membuatku sampai melupakan jadwal haid yang seharusnya sudah terjadi di minggu lalu. Apa yang terjadi? Apa mungkin aku hamil? Bagaimana kalau hal itu benar-benar terjadi?" berbagai pertanyaan mendadak memenuhi benak Aina. Membuatnya semakin merasakan berat di kepala, dan di detik berikutnya, ia hanya mendengar seluruh keluarganya memekikkan namanya tanpa tau apa yang tengah terjadi. Aina kehilangan kesadarannya.

Seluruh keluarga panik, dan mencoba menyadarkan Aina, dengan mengoleskan minyak kayu putih di bawah hidung Aina, namun gadis itu tak kunjung siuman.

Akhirnya, mereka memutuskan untuk membawa Aina ke rumah sakit agar mendapatkan penanganan, Aina langsung masuk UGD dan diperiksa, hingga beberapa saat kemudian, seorang dokter keluar dari ruang pemeriksaan.

"Suami dari pasien Aina yang mana, ya?" tanya dokter membuat kedua orang tua Aina bingung.

Abah dan Ummi Aina saling berpandangan heran, "suami, Dok? Putri saya belum menikah." Ustadz Sofyan menjawab dengan cepat.

Dokter perempuan berusia tiga puluhan itu terlihat menghela nafas, memandang Ustadz Sofyan dan istrinya bergantian.

"Kalau begitu, silakan Bapak dan Ibu ikut ke ruangan saya. Ada yang harus saya jelaskan."

Abah dan Ummi Aina pun mengikuti langkah dokter.

"Sebenarnya apa yang terjadi dengan putri saya, Dok?" Ustadz Sofyan tak sabar untuk bertanya, dan ingin tahu tentang kondisi putrinya. Pikiran buruk mendadak mendominasi isi kepalanya.

Dokter memandang Ustadz Sofyan, miris, kondisi seperti ini adalah kondisi yang sulit baginya. Di mana ia harus menyampaikan kabar yang seharusnya menjadi kabar gembira, sebagai kabar yang mungkin dianggap malapetaka.

"Maaf, sebelumnya, Pak, Bu ... sebenarnya berat bagi saya untuk mengatakan ini, tapi saya rasa Bapak dan Ibu sebagai orang tua pasien berhak tahu.

Setelah melakukan serangkaian pemeriksaan fisik dan laboratorium, maka kami nyatakan bahwa putri Bapak dan Ibu positiv hamil." Dokter menyampaikan kalimatnya dengan berat hati.

"Hamil?!" Ustad Sofyan dan istrinya memekik bersamaan.

"Betul, Pak, Bu. Aina hamil, usia kandungannya sudah tujuh minggu."

"Tidak mungkin, Dok. Anak saya belum menikah, dia tidak mungkin hamil. Pergaulannya juga terjamin. Dia tumbuh di pesantren, dia paham agama, jadi tidak mungkin dia berzina." Ustadz Sofyan merasa sulit mempercayai ucapan dokter. Ada rasa tak terima dalam hati saat dokter menyatakan putrinya hamil

"Mohon maaf, Pak. Untuk hal itu, silakan Bapak tanyakan sendiri pada putri Bapak. Yang jelas, menurut hasil pemeriksaan laboratorium, Aina dinyatakan positif hamil. Silakan Bapak cek sendiri hasilnya." Dokter menyerahkan sebuah amplop berisikan hasil tes laboratorium Aina. Ustadz Sofyan dan istrinya segera membaca hasil tes tersebut. Tak lama kemudian, kalimat istighfar terucap dari bibir ustadz Sofyan, namun bukan dengan nada penyesalan, melainkan dengan nada geram diliputi emosi yang menegangkan.

Ummi Aina mengerjap, bayangan tentang kejadian tig hari lalu selalu hadir dan mengganggu pikirannya, " Ya Allah ... bodohnya aku yang sama sekali tidak curiga dengan sikap Aina yang tiba-tiba berubah. Aina yang biasanya ceria menjadi pendiam, Aina yang biasanya ra iso meneng jadi anteng. Aina yang suka ceriwis jadi jarang bicara. Sungguh tak peka aku yang mengira semua itu perubahan baik karena Aina yang sudah beranjak dewasa. Seharusnya aku peka sebagai seorang ibu, bukan justru merasa tak mengenali putriku sendiri seperti ini. Ke mana saja aku selama ini?

Ya Allah ... ampuni dosa-dosaku yang masih sangat banyak kekurangan dalam menjalankan tugasmu sebagai seorang ibu dari anak-anakku. Lindungilah Aina, di manapun ia berada." Ummi Aina melanjutkan harapannya seraya mengusap wajah menggunakan kedua tangan.

Ia berniat beranjak, namun tanpa sengaja tangannya menyenggol gelas kosong di sisinya. Gelas itu jatuh dan pecah menjadi berkeping-keping. Seketika ingatan Shoimah tertuju pada Aina.

"Astaghfirullah, Aina ... Kamu baik-baik aja kan, Nak?" gumamnya pelan, berusaha menetralkan degub jantungnya yang berlompatan. Firasatnya sebagai seorang ibu mengatakan bahwa Aina tidak sedang baik-baik saja.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Jiwa Dara yang Terkoyak   Bab 33 - EPILOG

    Awan meredup tatkala tanah mulai menimbun raga Aina yang tak lagi bernyawa, seolah bumi tak rela ditinggalkan salah satu penghuni terbaiknya.Mendung yang sama juga menebal dan menggelap di mata suami Aina. Kelopak mata indah itu sejak tadi bekerja keras untuk membendung air yang berdesak-desakan ingin ditumpahkan dari sana. Berkali-kali Arsen menengadahkan wajahnya ke langit, menahan agar air matanya tak sampai jatuh membasahi tanah kubur sang istri."Ikhlaskan, Arsen ... ikhlaskan!" gumamnya menguatkan diri sendiri, kemudian lanjut mengayun cangkul untuk mengubur jasad Aina. Ia sengaja ingin ikut serta di dalam step by step prosesi pemakaman Aina. Mulai dari memandikan, mengkafani, mengantar jenazah, hingga menguburkan, dia selalu turut serta, dibantu orang-orang yang bertugas.Di sisi kiri liang lahat, ustadz Sofyan tergugu di atas kursi rodanya. Kabar tentang kematian putrinya benar-benar mengguncang jiwanya. Belum kering rasanya air mata kesedihan ata

  • Jiwa Dara yang Terkoyak   Bab 32 JDYT

    "Kalau sekarang Mas Arsen bertanya apakah Aina bahagia? maka Aina akan menjawab, iya, Aina sangat bahagia. Bahkan saat ini Aina berada di atas puncak kebahagiaan Aina.Bagaimana mungkin Aina tidak berbahagia, sementara Aina memiliki keluarga yang utuh, dan sangat-sangat menyayangi Aina, menerima Aina dengan segala kekurangan yang Aina miliki.Bagaimana Aina tidak bahagia, Mas? sedangkan Allah memberikan anugerah terindah di dalam hidup Aina, anugerah itu berupa Shena dan juga kamu Mas Arsen, kalian berdua adalah warna di dalam kelamnya kehidupan yang pernah Aina lalui.Dan yang terpenting, bagaimana mungkin Aina tidak bahagia, sedangkan Allah telah memberikan Aina kesempatan untuk kembali mendekati-Nya, setelah Aina mengambil jalan untuk menjauhkan diri dari-Nya?Ini adalah sebuah anugerah. Hidayah adalah anugerah terindah bagi setiap mukmin dan mukminah, dan hal itu tak pernah luput untuk Aina syukuri, Mas." Aina menjawab panjang kali lebar.

  • Jiwa Dara yang Terkoyak   Bab 31 JDYT

    Bab 31 JDYT"Sayang, kok belum istirahat?" tanya Arsen saat memasuki kamarnya dan mendapati istrinya masih asyik bermain bersama Shena, putrinya. Aina memang terlihat sangat bersemangat saat bersama Shena, itu sebabnya dokter memberikan izin untuk Aina pulang jika memang alasannya adalah Shena. Karena energi positif yang Aina dapatkan saat bersama Shena diharapkan menjadi pengobatan terbaik untuk penyakitnya.Aina tersenyum, "belum, Mas ... masih asyik main ini Shenanya," jawab Aina."Ya sudah, sini Shena biar sama aku, kamu istirahat, geh! Inget kata dokter, kamu butuh banyak istirahat, Sayang ...," ucap Arsen seraya bersiap mengambil Shena."Mas mau bawa Shena ke mana?" tanya Aina sembari menangkis tangan Arsen yang hendak mengambil Shena."Ke kamarnya, Sayang ... biar ditidurkan sama Suster," jawab Arsen apa adanya."Malam ini, Shena biar di sini saja ya, Mas? Tidur sama kita," pinta Aina."Kamu yakin? Tidur kamu bisa terganggu saat Shena menangis dan butuh susu. Sementara kamu but

  • Jiwa Dara yang Terkoyak   Bab 30 JDYT

    Bab 30 JDYT"Bagaimana kondisi istri saya, Dok?" tanya Arsen pada dokter yang hampir dua tahun ini mendampingi pengobatan Aina."Proses kemotheraphy-nya sudah selesai, Pak, namun sepertinya Ibu masih harus rawat inap untuk beberapa hari, karena kondisinya kurang baik, sehingga membutuhkan perawatan dan pengawasan secara intensif." Dokter menjelaskan kondisi Aina.Arsen menghembuskan nafas kasar. Dua tahun sudah ia mendampingi Aina menjalankan pengobatan, namun seperti tidak ada hasilnya. Kondisi Aina semakin hari semakin menurun."Apa ada kemungkinan sembuh untuk anak saya, Dok?" kali ini ustadz Sofyan yang bertanya. Sudah sejak lama ia memaksa untuk ikut serta mengantar Aina kemo, dan bertemu langsung dengan dokter yang menangani Aina, namun Aina selalu melarangnya.Aina tak ingin membuat Abahnya menjadi terbebani saat mendengar penjelasan dokter tentang kondisinya, namun kali ini Aina tidak bisa lagi menolak. Abahnya itu terus memaksa, dan Aina tidak memiliki pilihan lain selain men

  • Jiwa Dara yang Terkoyak   Bab 29 JDYT

    Bab 29 JDYT"Alhamdulillah ... terima kasih ya, Sayang ... kamu sangat nikmat," ungkap Arsen sesaat setelah menyelesaikan aktiftas suami istri. Ia mencium kening Aina penuh cinta. Sementara Aina hanya tersenyum sebagai balasan.Malam ini harusnya menjadi malam paling bahagia bagi sepasang suami istri baru, namun Aina merasakan hal yang berbeda.Melakukan hubungan badan selalu mengingatkannya pada kondisi-kondisi buruk sebelumnya yang sempat ia alami, sehingga menimbulkan trauma dan rasa tidak nyaman tersendiri. Namun ia berusaha menyembunyikan perasaan itu di hadapan suaminya, sebab tak ingin membuatnya kecewa.Arsen membaringkan tubuhnya di sisi Aina, kemudian membersihkan sisa-sisa pergulatannya dengan Aina menggunakan tissue. Namun betapa terkejutnya Arsen saat mendapati bercak darah di tissue yang ia gunakan untuk membersihkan senjatanya, hal yang sama juga dirasakan oleh Aina."Sayang, kok kamu berdarah?" tanya Arsen bingung, begitu juga dengan Aina. Pasalnya mereka berdua paham,

  • Jiwa Dara yang Terkoyak   Bab 28 - JDYT

    Bab 28 JDYT"Saya terima nikah dan kawinnya, Sukainah binti Sofyan, dengan mas kawin tersebut dibayar tunai." Dengan menjabat tangan ustadz Sofyan, Arsen mengucap kalimat sakralnya dengan mantap dan dalam sekali tarikan nafas."Bagaimana saksi, sah?" "Sah!""Alhamdulillahirabbil 'aalamiin. Baarokallahu laka wa baaroka alaika wajama'a bainakuma fii khair." Kyai Musthofa langsung menyambung dengan doa saat semua saksi menyatakan sah. Diaminkan seluruh santri pondok pesantren Darul Falah beserta beberapa keluarga dari pihak Arsen.Acara pernikahan Aina dan Arsen berjalan dengan lancar. Walaupun sederhana, namun terasa khidmat. Setelah khutbah nikah dibacakan dan doa-doa dipanjatkan, acara pagi hari itu ditutup dengan proses pertemuan kedua mempelai. Dengan diiringi lantunan sholawat nabi dan Albanjari, Arsen yang diapit oleh Kyai Musthofa dan ustadz Sofyan berjalan dari tempat lelaki ke tempat tamu perempuan yang hanya terpisah oleh tirai masjid.Di sana, Aina didampingi oleh bu Nyai K

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status