"Aku juga setuju kalau kamu lanjut kuliah lagi, El."
"Dasar kepala batu, kagak bisa banget nurut sama kami yang lebih tua."
"Apa salahnya kalau aku kerja, Kak!"
"Salah, karena lo bekerja untuk orang lain. Sedangkan gue sudah mempersiapkan lo tempat di perusahaan nantinya setelah lo lulus S2."
"Kak Al," rengek Ellea pada Ale.
"No, El," Ale menggeleng tegas, " jangan tunjukkan wajah memelasmu lagi. Gue akan tetap pada keputusan ini."
"Aku nggak mau lanjut kuliah Kak," kekeh Ellea yang juga tetap pada pendiriannya.
"Bodo amat, yang jelas lo harus lanjut kuliah lagi. Lo harus punya bekal yang cukup El, karena dunia kerja tidak semudah yang lo bayangkan."
"Yang dikatakan Ali benar, El, apalagi kamu perempuan. Setidaknya dengan latar pendidikan yang kamu punya, kecil kemungkinan jika nantinya ada orang yang berusaha untuk menjat
"Dari mana saja sih baru balik, perasaan sejak belum selesai acara lo sudah pamit undur diri." "Ada urusan penting." "Sepenting apa? Sampai lo bela-belain menolak ajakan para senior untuk makan siang bersama." "Penting bangat, sudahlah yang penting gue sudah kembali." "Nanti malam mereka juga ngundang kita party, datang yuk itung-itung bersenang-senang sebelum balik ke Surabaya." "Lo aja deh, gue mau istirahat Dim, capek banget rasanya." "Lo mah gak asik banget Lang, mumpung masih di sini juga." Tidak menyahuti perkataan temannya, Elang memilih untuk segera merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Pikirannya masih tertuju pada adik semata wayangnya, Ellea. Akhirnya setelah pertemuan satu bulan lalu yang secara tidak sengaja Elang menjumpai Ellea berada di kampus di mana Elang melakukan tugasnya sebagai dosen pengganti di salah satu universitas tersohor di kota Bandung tempat Ellea berkuliah. Hari ini, tepatnya saat acara wisuda yan
Posesif Sementara Ellea, sejak dirinya mendapati kedekatan antara Ale dan Esta yang semakin dekat merasa khawatir jika keduanya benar-benar akan bertindak di luar batas. Tidak ingin melihat kedekatan Ale dan Esta yang terlewat intens, Ellea menjadi posesif terhadap keduanya. Hal itu membuat Ale sebal dengan tinggkah Ellea yang menurutnya terlalu berlebihan, sebab setiap tindak tanduknya selalu diawasi oleh gadis yang sekarang sudah resmi menjadi mahasiswa pasca sarjana di tempatnya kuliah dulu. Pada akhirnya Ellea menerima tawaran pihak kampus yang bersedia memberi beasiswa penuh untuk yang kedua kali, lagi, Ellea bisa berkuliah tanpa pusing memikirkan soalan biaya. Walaupun tanpa beasiswa itu, Ale sudah sangat mampu untuk membiayai semuanya. Tapi Ellea menolak sebab sudah cukup dengan dia menggantungkan hidupnya secara cuma-cuma, dan tidak untuk biaya pendidikannya. "El, lo rusuh banget sumpah!" Prote
CEO Tiga bulan berlalu setelah Ellea mengetahui fakta yang sempat dirahasiakan oleh Ale darinya. Ellea merasa biasa saja dan tidak menunjukkan ekspresi apapun. Ale sempat takut jika Ellea tidak bisa mengendalikan emosinya namun ketakutannya tidak menjadi kenyataan. Ale lega dan bisa sedikit tenang karena Ellea sudah tidak seperti dulu jika mendengar nama dari bagian masa lalunya. Tapi siapa yang tahu jika sesungguhnya Ellea masih memendam rasa traumanya seorang diri. Ellea menanyakan pada Ale dimana Elang tinggal, karena setahu Ellea tidak ada sanak keluarganya yang tinggal di kota ini. Lalu jika Elang bisa sampai di sini, bisa dipastikan jika itu bukan urusan keluarga, melainkan urusan yang lain. Dan Ellea pun tidak yakin jika itu menyangkut tentang dirinya. Untuk apa? Karena Ellea sendiri merasa dirinya tidak seberharga itu untuk dicari-cari keberadaannya. Lalu Ale menceritakan padanya jika Elang merupakan dosen tamu
"Nggak ada yang lucu Es, pergi sana! gue nggak butuh bantuan lo." "Yakin gak butuh bantuan gue? Oke deh gue balik kalau gitu, selamat beristirahat Bapak CEO yang terhormat." Hanya sampai ujung pintu, gerakan tangan Esta yang akan menggapai handle terhenti kala mendengar seruan dari Ale bernada sebuah ancaman. Esta berbalik dan mengurungkan niatnya untuk pergi. "Gini nih, kalau orang sudah kelebihan uang, ngancamnya gak main-main. Apa dayaku yang rakyat jelata ini," gerutu Esta, mau tidak mau dia harus kembali menghampiri sahabatnya yang masih berbaring di atas brangkar. Dengan seorang perempuan yang keadaannya jauh lebih mengenaskan dari Ale sendiri. Bagaimana bisa Ale yang tidak ada luka sedikitpun tergeletak tak berdaya di atas brangkar UGD, sementara perempuan di sampingnya dengan kondisi cukup parah duduk menungguinya yang tidak sadarkan diri. Benar-benar definisi tersangka yang membagongkan. Esta terkejut bukan main ketika tiba-tiba ada yang meng
"Lagi? Bukanya tiga bulan yang lalu Kakak juga dari sana?" "Ini sudah jadi tugasku sebagai dosen, Zi, mau tidak mau, suka tidak suka aku memang harus berangkat. Apalagi ini awal aku mulai meniti karir, jadi aku akan melakukan tugasku dengan sebaik mungkin." "Kenapa tidak terima saja tawaran papa, seenggaknya Kakak tidak perlu bersusah payah memulai semua dari awal." "Dan menjadi bahan omongan orang sekantor? Karena telah melakukan nepotisme kedudukan! Maaf Zi, aku bukan orang seperti itu." "Apa salahnya sih Kak, lagian juga ...." "Stop Zi, tolong hargai keputusan yang sudah kubuat." Elang dibuat kesal dengan gadis dihadapannya ini, Zia, sosok gadis pemaksa yang sialnya sudah menyandang status sebagai tunangannya. Itu juga dari hasil memaksa dari kedua belah pihak keluarga, Elang bisa apa selain menuruti kemauan keluarganya yang meninta dia menerima Zia
Rencana tinggallah angan semata, niat hati ingin mengobati rindu yang kian menggebu nyatanya hanya sebatas semu. Angan yang sudah pasti, berubah tatkala hati sudah tak lagi mampu mengatasi. Kecewa yang dirasakan Elang ada pada titik terdalamnya, ingin meluapkan kepermukaan tidak juga mampu dilakukannya. Karena memang bukan memperbaiki suasana hati, yang ada malah semakin menjadi. Semua karena ulah tunangannya, Zia, yang awalnya hanya ingin mengantar kepergiannya berubah haluan menjadi keikut sertaan dirinya kemanapun Elang akan pergi. Apalagi dukungan penuh diperoleh Zia dari pihak keluarga Elang, itu membuat Zia semakin besar kepala dan lupa dengan kesepakatan awalnya. "Kak, bukanya kita mau ke Bandung?" tanya Zia, yang melihat Elang mengganti rute perjalanannya dengan membeli tiket baru dengan tujuan yang berbeda. "Awalnya," sahut Elang cuek. "Maksud Kakak?" "Bukan
"El, nanti gue pulangnya mungkin agak terlambat, nggak usah ditungguin lo langsung tidur saja.""Tumben pamit, bukannya belakangan ini Kakak sudah sering melakukannya?""Iya El, sorry gue nggak sempat bilang karena sibuk dengan urusan kantor.""Dan, sekarang juga nggak pernah minta bantuanku lagi. Aku merasa kalau Kakak sengaja melakukan itu, di mulai dari terakhir pembicaraan kita waktu itu.""Nggak usah punya pikiran yang tidak-tidak, gue memang lagi sibuk sama kerjaan di kantor, El.""Memang apa yang sedang kupikirkan?""Yang jelas itu bukan sesuatu yang baik."Setelahnya Ale berangkat lebih dulu dari Ellea, dan ini juga sudah beberapa hari terakhir dilakukan olehnya. Sedangkan Ellea yang tidak mau ambil pusing membiarkan saja apa yang dilakukan oleh Ale, selama itu masih dalam batas wajar.Dirinya sendiri tengah direpotkan oleh tugas y
"Ternyata selama ini aku menghawatirkan orang yang salah, kupikir Kak Ale sedang tidak baik-baik saja. Nyatanya dia malah terlihat lebih dari itu." Ellea bermonolog sambil menelungkupkan wajahnya di atas kemudi mobilnya. Tanpa terasa bulir bening lolos tanpa dikomando, Ellea bukanya cemburu, tidak! dia hanya sedang meluapkan perasaannya yang sudah lama dia pendam. Namun baru sekarang dia keluarkan. Ellea, gadis itu sudah terlalu nyaman melakoni perannya selama tinggal bersama Ale. Melakukan kegiatan bersama yang diselingi kejahilan Ale, atau rengekan darinya karena ulah Ale yang membuatnya jengkel. Merecoki Ellea saat pagi, atau malam ketika Ale lapar dan menganggu waktu tidurnya hanya untuk menyiapkan laki-laki itu makanan. Dan belakang ini Ale seolah asyik dengan dunianya sendiri, mengabaikan Ellea yang mati-matian menghawatirkan kondisinya. Ellea mengira kalau keadaan Ale sedang tidak baik-baik saja padca kecelakaan