Share

Orang asing

Author: Adilia
last update Last Updated: 2025-02-08 15:26:38

"Begini, katanya pak Dirgantara nitip minta dibawain selimut warna coklat yang ada di dalam lemari. Katanya di sana udaranya sangat dingin. Kebetulan saya mau pergi ke asrama satu, jadi sekalian saya bawain, Mbak," jawab pria paruh baya berseragam itu dengan wajah tenang.

Seketika Alina menghela nafas kasar. Dia tidak menyangka, pria paruh baya itu benar-benar membuatnya jantungan. "Ya ampun, Pak. Saya kira ada kabar apa, ternyata hanya sebuah selimu. Kalau begitu bapak tunggu sebentar di sini. Saya akan ke dalam mengambilkan selimut pesanan mas Dirga," sahut Alina yang pergi meninggalkan pria berseragam itu menuju kamar. Dengan hati-hati, wanita cantik itu membuka lemari pakaian agar tidak membangunkan ibu mertuanya. Dengan seksama, Alina melihat-lihat lipatan selimut yang ada di depannya. "Apa yang ini?" batinnya sambil mengambil selimut tipis berwarna coklat dan membawanya ke depan. "Ini, Pak. Terima kasih ya Pak, sebelumnya sudah mau di repotkan." Pria itu pun berdiri dan menerima tas berisi selimut dari Alina. Kini pria paruh baya itu pergi meninggalkan asrama dua menuju ke tempat Dirgantara.

"Ibu" Alina terkejut karena melihat sang ibu mertua sudah berada di belakangnya.

"Siapa orang tadi, Alina? Nggak baik malam-malam begini menerima tamu di asrama. Ingat, kamu ini istri dari seorang prajurit yang harus menjaga nama baiknya!" tegas Nyonya Suyarso kepada menantu kesayangannya itu. Entah kenapa, tiba-tiba ada wajah curiga pada wanita paruh baya itu.

"Ibu Alina tidak melakukan apapun. Alina hanya ...."

"Masuk dan kembalilah beristirahat!" ketus sang ibu mertua yang terlihat benar-benar marah. Alina hanya terdiam dan mengangguk. Tidak lupa Alina menutup dan mengunci pintu. "Ingat Alina, jangan pernah menerima tamu di malam hari. Apa kata para istri yang lain, jika melihat kejadian tadi? Benar-benar mengecawakan. Untung ibu ada di sini. Coba kalau tidak, apa kamu akan membawa pria-pria itu masuk ke dalam," celetuk wanita paruh baya itu lagi dan pergi. Tanpa berucap, Alina langsung meneteskan air matanya. Hatinya begitu sakit saat penjelasannya tidak didengarkan oleh mertuanya.

"Kurang ngalah apa coba?" lirihnya sambil menghapus air mata yang membasahi pipinya.

Kini Alina duduk termenung di tepi ran jang. Dia bingung harus berbuat apa. Mau minta maaf, tapi itu tidak mungkin. Karena Alina merasa tidak bersalah, sehingga tidak perlu meminta maaf kepada wanita paruh baya itu. Walau sulit untuk terpejam, tapi Alina tetap berusaha untuk tenang dan mencoba bersikap dewasa. Tidak terasa, pagi yang sudah di tunggu-tunggu oleh Alina akhirnya datang. Mentari bersinar dengan cahayanya yang menyelinap masuk ke dalam celah jendela dapur. Alina sudah berkutik dengan sayuran, daging dan bahan-bahan yang siap di olah menjadi sarapan.

"Kamu harus mengingat semua resep yang sudah ibu ajarkan padamu, Alina. Biar suamimu tidak pernah kelaparan lagi. Tapi kamu jangan khawatir, ibu akan tulis semua resepnya." ucap wanita nyonya Suyarso sambil menumis bumbu yang sudah di haluskan. Alina tidak banyak bicara, dia hanya tersenyum dan mengikuti semua perintah dari ibu mertuanya itu. Setelah menyelesaikan semua masakan, Alina segera menata semua masakan di atas meja makan.

"Alina ayo di makan. Kamu harus cicipi masakan kita pagi ini," ucap sang ibu mertua yang diangguki oleh Alina.

Wanita cantik itu lebih banyak diam, dia tidak seperti biasanya yang sering bertanya dan manja. Tiba-tiba telepon sang ibu berdering. Panggilan dari Dirgantara membuat wanita paruh baya itu bersemangat. Dia memberitahu kalau hari ini membuat sarapan bareng Alina. Dia juga mengatakan pada putra sulungnya itu sudah mengajari Alina banyak hal. Tiba-tiba Dirgantara mengatakan pada ibunya, kalau semalam meminta salah satu temannya untuk mengambilkan selimut. Sejenak sang ibu terdiam dan menoleh ke arah Alina. Tidak lama, sang Letnan berpamitan pada ibu dan mengakhiri panggilan.

"Kok Dirgantara teleponnya ke ibu? Apa kamu tidak memberikan nomor ponselmu, Alina?" tanya nyonya Suyarso yang di jawab gelengan kepala oleh Alina.

"Alina tidak sempat, Bu." Mendengar jawaban dari Alina tersebut membuat wanita paruh baya itu menghela nafas panjang.

"Alina, kenapa ibu memilih kamu untuk menjadi istri Dirgantara? Karena ibu tahu latar belakangmu dan bagaimana pendidikan mu. Ibu berharap, kedepannya kamu bisa lebih fokus mengurus Dirgantara di banding apapun. Karena, urusan suami itu nomor satu. Terlebih lagi, suamimu itu bukan orang sembarangan. Jadi, ibu harap kamu mengerti apa yang ibu maksud, Nak," jelas nyonya Suyarso lagi yang menambah tekanan pada hati Alina.

"Iya, Bu."

"Oh, ya. Nanti sore suamimu itu mau pulang. Katanya dia minta izin beberapa hari untuk menemani kamu. Setelah pernikahan, dia belum sempat cuti. Lihatlah, betapa perhatiannya suamimu itu. Dia ingin lebih dekat denganmu__"

"Hah ... maaf ya, Bu. Alina mau jalan-jalan pagi di sekitar asrama. Rasanya badan Alina kaku semua." ucap Alina yang bersiap meninggalkan meja makan.

Sekali lagi wanita paruh baya itu mengingatkan Alisa untuk terlebih dahulu membereskan makanan yang ada di meja makan, dan setelahnya bisa pergi. Tapi Alina kali ini menolak untuk melakukan apa yang di perintahkan oleh ibu mertuanya itu. Dia lebih memilih diam dan pergi begitu saja. Nyonya Suyarso hanya bisa menggelengkan kepala dan membereskan semua piring dan sisa makanan yang ada di atas meja makan. "Anak jaman sekarang, kalau di peringatkan selalu begini. Tapi, semoga saja Alina bisa melakukan apa yang sudah aku ajari," celotehnya sambil kedua tangannya sibuk membawa piring kotor ke dapur.

"Untung saja Dirgantara anak yang sabar, pasti bisa mendidik dan menjaga istrinya dengan baik" lirih wanita itu lagi sambil duduk santai di ruang tamu.

Tidak lama, datanglah Alina yang nyelonong masuk ke dalam rumah tanpa menyapa ibu mertuanya yang jelas-jelas duduk di sofa ruang tamu. "Alina!" panggil nyonya Suyarso yang menghentikan langkah wanita cantik itu. Nyonya Surayso memandang Alina dengan mata yang tajam, mencoba memahami apa yang sedang berpikir menantunya itu. Alina masih berdiam diri, tidak bergerak atau berbicara, seolah-olah terpaku pada satu titik.

Nyonya Surayso merasa tidak puas dengan sikap Alina. Dia merasa bahwa Alina tidak menghormati dirinya sebagai ibu mertua, itulah yang membuatnya merasa kesal.

"Alina, apa yang salah?" tanya Nyonya Surayso dengan suara yang sedikit keras. "Mengapa kamu tidak berbicara?"

Alina masih tidak bergerak, dia malas menjawab pertanyaan Nyonya Surayso. Dia hanya terus mematung, seolah-olah tidak mendengar apa yang dikatakan oleh ibu mertuanya.

"Alina pulang, Bu" Kemudian istri Letnan itu pergi tanpa menoleh.

"Kenapa dia? Ada apa dengan anak itu? Bagaimana Dek Wilujeng mendidik attitude putrinya?"

"Ini tidak boleh di biarkan. Aku harus ngomong dengan Alina!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jodoh Dadakan Dirgantara   Wanita Hamil

    Dengan tertatih-tatih wanita itu menghampiri seseorang yang nampak lemah penuh luka. "Ya ampun, Mas. Apakah kamu baik-baik saja?" tanya wanita hamil itu mencoba membantu pria itu dari semak belukar. "Saya ada di mana ini?" tanya lemuda itu lagi dengan darah yang mengucur di seluruh tubuhnya. Wanita manis berkulit sawo matang itu menggelengkan kepalanya, dia tidak mau menanggapi pertanyaan dari pria itu. Sang wanita memilih menyelamatkannya terlebih dahulu. Tidak jauh dari tempatnya berjalan, terlihat camp-camp kecil pemukiman milik warga sekitar. "Masuk dan duduklah, aku akan merebus air untuk membersihkan luka-lukamu, Mas. Disini jauh dari tempat kesehatan. Jadi, tolong bersabar ya," ucap wanita hamil itu dengan nada lembut. Segera wanita bernama Ana itu merebus air yang akan dia gunakan untuk membersihkan luka-luka di tubuh pemuda itu. "Siapa dia, Ana?" tanya wanita paruh baya yang merupakan ibu dari Ana. Dia melihat bingung pada pemuda berseragam loreng yang penuh dengan noda da

  • Jodoh Dadakan Dirgantara   Firasat

    "Ayo istirahat, Na" ajak sang ibu dengan wajah tenang dan ramah. Alina pun mengangguk dan mulai terpejam, dalam tidurnya dia bermimpi bertemu dengan sang suami yang baru saja berangkat. Dia terus meminta tolong pada Alina yang tak bisa menggapai tangannya. mimpi buruk itu, membuat Alina kembali terbangun. Nafasnya ngos-ngosan tidak karuan. Dia tidak tahu apa arti dari mimpinya tersebut. Tiba-tiba, ponselnya berdering, sebuah panggilan darurat dari tempat bertugas Dirgantara, memberitahukan kalau pesawat militer yang di tumpangi puluhan prajurit dan letnan itu jatuh dan hilang dari radar. Sejenak Alina tidak bisa berkata-kata. Dia terdiam tanpa kata dan bengong menatap jam dinding yang tengah berputar."Apakah aku bermimpi? Apakah aku masih di alam mimpi? Ibu! Ibu!" teriakan dari Alina membuat sang ibu kaget dan bergegas pergi ke kamar putrinya untuk melihat keadaan Alina. Wanita paruh baya itu memeluk Alina dan menenangkannya. Perlahan-lahan dia mulai bertanya pada Alina tentang kepa

  • Jodoh Dadakan Dirgantara   pilihan

    Diam-diam, Alina mendengar perbincangan suaminya dengan sang atasan. Sejenak Alina terdiam dan menghela nafas dalam-dalam. "Apakah benar, kamu akan pergi selama setahun? Bukannya pangkatmu itu sudah tidak harus pergi-pergi ke luar daerah, Mas?" ketus Alina saat sang suami mengakhiri panggilannya. "Bukan begitu, Na. Ini darurat, harus ada yang membimbing dan mengarahkan para prajurit. Aku tidak bisa memilih, Na. Ini adalah pekerjaanku dan aku harus siap menanggung konsekuensinya.""Sekalipun harus meninggalkan istrinya yang tengah hamil?" sahut Alina yang membuat Dirgantara terdiam sejenak. "Hah, maafkan aku, Na. Aku akan meminta tolong pada ayah dan ibu, untuk menjagamu," lirih Dirgantara yang membuat Alina berkaca-kaca. "Terserah kamu, Mas. Intinya aku kecewa," timpal Alina dan membelakangi suaminya. "Na ....""Udahlah, Mas. Aku nggak bisa berkata-kata lagi selain mengikhlaskan kamu," tegas Alina yang membuat Dirgantara meneteskan air matanya. Hari yang seharusnya membuat kelua

  • Jodoh Dadakan Dirgantara   positif

    "Mau paha kirinya, Pak," sahut Dirgantara terlihat frustasi. Tidak lama, penjual memberikan dua paha goreng lagi pada Dirgantara. "Ini asli kiri ya, Pak?" "Hmmm, kayaknya iya. Menurut mata batin saya, Mas," jawab sang penjual yang diangguki oleh Dirgantara. Setelah membayar, Dirgantara kembali pulang menemui istrinya yang saat ini sudah muntah-muntah di kamar mandi. "Alina, jangan-jangan kamu hamil?" tanya Dirgantara yang menatap panik pada istrinya. "Entahlah, Mas. Rasanya aku malas ngapa-ngapain. Kamu bikin makanan sendiri aja. Aku mau istirahat. Kalau ibumu tiba-tiba datang lagi, bilang jangan buat keributan dulu." ucap Alina sambil berjalan melewati suaminya yang masih membawa bungkusan ayam goreng. "Na, terus paha kirinya gimana?" tanya Dirgantara bengong menatap sang istri."Udah nggak nafsu," ketusnya yang langsung masuk ke dalam kamar. Dirgantara hanya bisa menghela nafas dalam-dalam dan menaruh paham ayam goreng di atas meja makan. "Mas!" panggil Alina lagi yang membuat D

  • Jodoh Dadakan Dirgantara   paha ayam kanan

    "Na!!" sapa Dirgantara yang berlari mengikuti langkah sang istri. "Jangann, Na!" teriak Dirgantara membuat tetangga sebelah keluar. Mereka bertanya pada Dirgantara dan juga Alina, tentang keributan yang terjadi. Alina pun menjawab, kalau dirinya ingin suaminya mencurikan mangga milik tetangganya itu. Sejenak sang tetangga terdiam dan saling memandang. Sepertinya mereka paham dengan apa yang barusan di katakan oleh Alina. "Oh, istrinya ngidam maling mangga ya, Pak?" "Hah ... anu ... iya!" jawab Dirgantara asal, dia tidak mau menambah masalah lagi. "Oalah, ya udah, Pak. Silahkan di curi mangganya. Kita nggak lihat kok, iyakan Pah," ucap sang istri yang diangguki suaminya. "Iya, nggak apa-apa, Pak. Curi saja setiap kepingin." sahut sang suami dari tetangga sebelah dan kembali masuk. Dirgantara dan Alina celingukan saling pandang. "Loh, mau kemana, Mas?" tanya Alina yang melihat suaminya itu mendekati buah mangga. "Katanya suruh nyuri, mumpung harga diriku masih setengah tiang ni

  • Jodoh Dadakan Dirgantara   pingsan

    Alina terkapar tak sadarkan diri, tidak ada pergerakan dari tubuh mungilnya yang mulai berisi itu. Dirgantara yang baru saja berangkat, tiba-tiba merasa cemas dan khawatir dengan keadaan Alina yang dia tinggal begitu saja. "Hah, astaga. Saking banyaknya pekerjaan dan masalah tentang ibu, membuat aku dan Alina semakin jauh dan asing. Aku sudah jarang menyentuh dan memperhatikannya." gumamnya di sepanjang perjalanan. Karena hatinya terus gusar dan gelisah, Dirgantara akhirnya berbalik arah menuju rumahnya lagi. Dia ingin meminta maaf pada istrinya, tentang sikapnya yang kurang baik akhir-akhir ini. Sesampainya di rumah, pria gagah dan berseragam itu mencari-cari keberadaan istrinya yang tak ada di manapun. "Alina!" panggilnya lagi, tapi tidak ada tanggapan dari wanita manja yang biasanya banyak tanya itu. Langkahnya terhenti, saat melihat sang istri jatuh pingsan diantara meja makan. Segera dia menghampiri Alina dan mengangkat tubuh wanita cantik itu menuju sofa. "Alina! Bangun, Na. Sa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status