Gendis adalah perempuan yang selalu bersemangat dalam melakukan segala hal. Terlebih lagi jika hal tersebut adalah kegiatan yang sangat ia senangi.
Perempuan itu akan selalu menikmati waktu demi waktu dalam menjalani harinya. Bahkan dalam mengerjakan hal tersulit pun ia akan tetap berusaha menikmati setiap prosesnya.
Sayangnya, semua itu berbeda di hari ini. Gendis terkesan malas. Ia seolah tak memiliki gairah untuk melanjutkan hidup. Jika bisa memilih, Gendis akan memilih berpusing-pusing ria dengan laporan keuangan Onilicius yang terkadang tidak sinkron.
"Kamu emang hobi banget bikin kue, ya?"
Gendis melirik sekilas pada Jalu yang tangannya bergerak gesit memegang kemudi mobilnya. Berbeda dengan Gendis, lelaki itu malah terkesan sangat menikmati waktunya bersama Gendis saat ini.
"Hhmm, bisa dibilang begitu." Gendis menjawab dengan malas-malasan. Kepalanya menatap ke arah jalanan lewat kaca pintu di sampingnya.
Gala menerbitkan senyumnya kala ia masuk ke dalam apotek. Senyumnya terkesan biasa. Namun, karena wajahnya yang teduh nan rupawan, senyumnya yang biasa saja mampu membuat perempuan menjerit histeris.Lelaki itu memang ramah terhadap siapapun. Sering mengobral senyum bak tumpukan baju di keranjang diskonan. Gala adalah sosok laki-laki idaman sejuta perempuan.Sebenarnya Gendis beruntung menjadi kekasih Gala. Namun, itu dulu sebelum negara Api bernama restu Fatma merusak tatanan hatinya."Mbak, saya beli vitamin kayak di foto ini dong," kata Gala kepada seorang Apoteker.Perempuan itu masih menatap Gala tanpa berkedip. Gala sampai bingung dibuatnya. Adakah yang salah dengan penampilannya, batinnya dalam hati.Gala melambaikan tangannya ke arah penjaga apotek yang ia ketahui bernama Puri. Ya, Gala tentu saja tahu dari name tag yang tersemat di dada kanan perempuan itu."Halo, apa Mbak baik-baik aja?" tanya Ga
Ada yang hilang dalam diri Gendis. Semangatnya. Sudah sejak pertemuan tak sengaja dengan Gala ia mencoba menghubungi lelaki itu. Namun, tak ada satupun panggilannya diterima oleh Gala. Pun dengan rentetan pesan yang tanda ceklisnya masih berwarna abu-abu. Bukan tanpa alasan Gendis melakukan hal tersebut. Ia hanya ingin menjelaskan pada Gala jika apa yang Gala lihat bukanlah seperti apa yang Gala pikirkan. Gendis hanya ingin mengantisipasi kesalahpahaman meski hal tersebut tetap saja terjadi. Hidup Gendis kacau dalam satu kedipan mata. Padahal ia ingat betul bagaimana kemarin hubungannya dengan Gala masih baik-baik saja. "Cowok tadi siapa sih, Babe?" tanya Jalu penasaran. Lelaki itu menjadi sasaran kemarahan Gendis sebab sejak masuk mobil perempuan itu tak mau membuka suaranya. Jalu bisa melihat raut wajah Gendis yang berubah menjadi sendu nan murung. Ia tak buta akan hal tersebut. Maka
"Kemarin gimana? Gendis nggak bikin ulah, kan, Mas?" Senyum terbit di wajah Jalu ketika Fatma bertanya mengenai 'kencan' dadakan yang mereka lakukan tadi. Jalu kembali mengingat-ingat kejadian yang tak terduga hingga membuat perempuan bernama Gendis itu marah padanya. Sebenarnya Jalu tak mau ambil pusing dengan kemarahan Gendis. Toh, ia sudah mengantongi tiket emas tuk tetap bisa mendekati perempuan itu. Jalu memang berencana menginap di rumah Fatma atas permintaan perempuan itu sendiri. Katanya Fatma tak tega jika harus membiarkan Jalu langsung pulang ke Bandung. Ya, Jalu Satria memang berdomisili di Bandung. Kota yang juga disebut sebagai Paris Van Java itu adalah kota kelahirannya. Meski miliki aliran darah Sunda, namun jika di suruh menggunakan bahasa daerahnya Jalu akan angkat tangan. Aneh memang. Semua itu disebabkan karena sejak berada sekolah dasar hingga menaiki jenjang perkuliahan, Jalu berada di Jakarta. 
Gendis menatap bangunan di depannya dengan gamang. Perasaannya tak menentu. Akan tetapi ia juga tak mungkin terus berdiam diri dan membiarkan kesalahpahaman tetap membahana.Jika tak ia luruskan, Gendis takut jika Gala membenci dirinya. Bahkan ia takut kalau sampai lelaki itu meninggalkan dirinya.Dengan langkah pelan tapi pasti, Gendis mulai masuk ke dalam gedung yang merupakan kantor Gala. Senyumnya terbit ketika berpapasan dengan karyawan.Sudah menjadi rahasia umum jika Gendis adalah kekasih Gala. Tak heran jika banyak yang mengenal perempuan itu."Pagi, Bu."Gendis mengangguk seraya tersenyum tipis. Ia tengah menunggu di depan pintu lift dan beberapa pasang mata menatap ke arahnya secara terang-terangan.Meski demikian Gendis tak mau ambil pusing. Ia selalu bersikap masa bodoh dengan penilaian orang lain. .Pintu lift terbuka dan Gendis memutuskan untuk segera masuk. Perempuan itu menekan tombo
Gala berjalan beriringan bersama para petinggi Manggala Group. Mereka baru saja menyelesaikan meeting terkait ekspor produk yang akan dilakukan 3 hari lagi.Seperti biasa, semua akan berjalan lancar dengan keputusan yang diambil dengan banyak pertimbangan."Kalau begitu saya akan crosscheck lagi jumlah barang yang ada di gudang, Pak," Kata leki-laki bernama Hendra yang merupakan kepala gudang.Gala mengangguk sebagai bentuk persetujuan. Mengelola perusahaan bukanlah hal yang mudah. Untuk itu, Gala selalu mewanti-wanti pada karyawannya agar lebih teliti lagi."Kalau sudah clear, Pak Hendra tolong follow up ke Angga. Atau kalau ada kendala bisa juga diskusi sama dia," kata Gala tegas.Gala bukanlah tipe Bos yang otoriter. Sebagai orang yang bertanggung jawab terhadap perusahaan yang tentunya juga menyangkut orang banyak, Gala memang sangat disiplin jika menyangkut soal pekerjaan.Lelaki itu memang tegas tapi
Apa itu definisi sayang? Sayang? Kepala Gala mencoba menekuri pertanyaan yang Fatma ajukan. Sudah sangat jelas jika ini bukanlah sebuah 'pertanyaan' belaka. Akan ada sebab akibat mengapa perempuan yang masih cantik di usia senja itu bertanya demikian. Gala tak bisa menebak hal apa yang akan terjadi setelahnya. Ia mencoba mencari jawaban yang dirasa pas untuk Gala berikan pada Fatma. Sementara itu Fatma masih duduk dengan anggun di tempatnya. Dilihat dari sisi manapun perempuan itu memang terkesan 'mendominasi'. Mungkin jika seseorang yang duduk di depannya bukanlah Gala, Fatma sudah bisa menebak jika orang tersebut akan gemetar dibuatnya. "Menurut saya sayang itu sebuah perasaan yang tidak bisa diatur dengan 'tangan' kita sendiri, Tante." Gala mulai memberikan jawaban atas pertanyaan Fatma, "Rasa sayang itu bisa muncul pada siapapun tanpa bisa kita cegah. "Sama halnya dengan perasaan sayang saya terh
"Duh, paling males deh kerja sama orang galau."Gendis yang menjadikan lengannya sebagai bantal tuk ia tidur di meja kerjanya melirik ke arah Alina, karyawan yang paling ia percaya. Selain menjadi seorang karyawan, Alina juga merupakan sahabat Gendis.Bibir Gendis mengerucut sebal. Alina tak tahu saja jika Gendis merasa hidup tak lagi berarti. Tidur tak nyenyak makan pun tak selera.Rasanya Gendis seperti orang kehilangan akal sehatnya. Ia hanya ingin rebahan di kasur sambil membayangkan nasibnya yang mengenaskan."Ngomong mah gampang, Lin. Kamu mana ngerti rasanya orang galau? Pacaran aja nggak pernah," kata Gendis penuh penghakiman.Gendis membeberkan kebenaran mengenai Alina yang sampai di usianya yang menginjak seperempat abad perempuan itu sama sekali belum pernah berpacaran.Kalaupun Alina menaruh hati dengan lawan jenis, perempuan itu menganggam sebagai rasa lagunya semata atau yang lebih parahnya lagi Al
Gendis meremas kedua jemarinya yang saling bertaut. Perasaannya begitu gusar ketika Gala tak kunjung menunjukkan batang hidungnya.Jujur saja, Gendis bingung dengan apa yang kini ia rasakan. Ia senang ketika Gala akhirnya menyanggupi untuk bertemu dengannya. Namun, ia juga takut kalau Gala tak percaya dengan apa yang ia katakan nanti.Rooftop Onilicius. Di tempat inilah Gendis menunggu Gala. Padahal perempuan itu sudah menawari Gala agar bisa bertemu di luar yang jaraknya tak begitu jauh dengan kantor Gala. Akan tetapi lelaki itu menolak secara halus dan berakhir dengan Gendis yang mengalah.Gendis berjalan ke arah tembok pembatas tuk menengok kedatangan Gala. Barangkali lelaki itu baru saja tiba. Ia tak berpikir jika Gala memberi kabar pertemuan ini baru sekitar 20 menit yang lalu.Sedangkan waktu tempuh kantor Gala dan toko kue miliknya kurang lebih sekitar 30 menit. Itupun kalau jalanan ibukota bisa diajak kerja sama.