Home / Romansa / Jodoh Kesasar / Mendadak Detektif

Share

Mendadak Detektif

last update Last Updated: 2025-08-15 23:35:39

"Butik dah mau tutup, kamu nggak mau siap-siap pulang, apa mau nginep disini jadi penjaga Butik?"tanya Mbak Lia yang sedang merekap penjualan.

"Kalo boleh si mau tidur sini aja, Mbak," jawabku sambil merapikan baju-baju.

"Kenapa ini, kaya anak yang lagi ngambek sama orang tuanya aja." Mbak Lia terkekeh.

Bukan ngambek sama orang tua, tapi malas tinggal dengan orang asing. Apalagi sejak kemarin melihat dia nempel sama Nadia, aku jadi semakin merasa tidak diinginkan. Bukannya aku cemburu, tapi ... merasa tidak berharga, jadi bukankah sebaiknya aku pergi.

Pokoknya hari ini juga aku mau cari kos-kosan baru, tekatku sudah bulat. Kalau memang belum dapat, aku mau tidur saja di rumah Emping atau Devi.

"Mbak, saya mau ketemu perempuan yang tadi mengirim pesanan ke tempat Nadia." Terdengar suara seorang lelaki di depan butik. Aku segera ke depan, pasti yang dimaksud itu aku. Jangan-jangan aku punya kesalahan.

"Nah, itu dia orangnya!" Dia menunjukku yang baru keluar,sementara aku terpaku karena yang mencariku adalah ... Abyan. 

Buat apa dia menemuiku, bukankah paperbagnya sudah kuberikan tadi. Apa jangan-jangan ketuker.

"Kenapa ya, Mas?" Mbak Lia terlihat tegang, takut aku melakukan kesalahan dan dia akan meminta pertanggung jawaban.

"Saya mau jemput dia," jawabnya.

"Ayo pulang!" Dia menarik pergelangan tanganku.

"T-tapi ...." Aku menahan langkah. Maksudnya apa coba sok-sokan mau jemput segala, aku juga bawa motor sendiri.

"Maaf ini sebenernya ada apa ya?" Mbak Lia terlihat bingung.

"Maaf, Mbak Lia, Nabila ini istri saya, dia setiap hari kabur-kaburan nggak tahunya malah kerja disini," jawab Abyan membuatku menelan ludah dengan susah payah. Sementara Mbak Lia mulutnya menganga.

"Saya juga minta tolong sampaikan ke Ratna ya, kalau mulai sekarang Nabila sudah tidak bekerja lagi disini, dia sudah punya tanggung jawab mengurus suami," ujarnya lagi, lalu menarik tanganku ke mobil.

"Naik!" Perintahnya, mirip komandan. Lalu aku apa? Kompi? Ajudan? Apa mbok pelayan? Seenaknya nyuruh-nyuruh. 

"Saya kan bawa motor."

"Saya bilang naik!"

"Tapi kan, Pak--"

"Naik, atau kamu yang saya naikin!"

Astaga Naga Bonar! Kenapa ucapannya bikin gagal fokus. Ini aku yang pikirannya ngawur apa dia yang sengaja mancing si. Aku jadi cepat-cepat naik ke mobilnya dengan bentuk bibir yang pastinya mirip ikan lohan.

"Bapak ada masalah apa si sama saya, kenapa selalu berusaha mematikan rejeki saya, apa dendam gara-gara salah ngelamar orang? Kalo gitu tinggal Bapak ceraikan saja saya, terus nikah sama Nadia, daripada nggak jelas begini, lagian kan sekarang juga masih berhubungan sama dia." Sampai di rumah aku nyerocos kaya ember bocor. Kesal banget sumpah.

"Bapak jangan semena-mena gitu sama saya, saya tuh bertahan hidup sambil kerja, jangan mentang-mentang punya kuasa terus seenaknya sama orang kecil kaya saya, Pak. Sudah cukup ya saya dipecat dari Loundry terus diusir dari kosan, terus sekarang masih dipaksa berhenti kerja juga tanpa alasan jelas. Capek saya, Pak," lanjutku sambil mengelap ingus dengan lengan. Bukan nangis ya, tapi hidung memang rada meler.

"Udah ngomongnya?" Dia sedikit menunduk, membuat wajah kami hampir tanpa batas hingga terlihat jelas, pahatan wajahnya yang bisa dibilang sempurna. Aku jadi gugup, berdekatan dengannya dengan jarak minim, rasanya pengen sesak napas.

"Dah!" jawabku ketus sambil memalingkan muka. 

"Kenapa Bapak diem aja?" Aku melipat kedua tangan. Dia menghela napas lebih kasar sebelum mengeluarkan suara.

"Saya lapar!" Sekarang sama, diapun melipat tangan.

"Pulang kerja nggak ada yang nyiapin makanan padahal sudah ada istri." Wow dia nyindir, maksudnya apa coba.

"Emang Nadia nggak nyiapin makanan?"

"Istri saya tuh kamu, bukan Nadia!"

"Tapi masih kencan sama dia."

"Jadi kamu pengen dikencanin?" tanyanya dengan tatapan yang ... Hiii ... Aku segera berlari ke kamar, tatapanya ngeri. Kalau tidak segera menghindar, bisa-bisa aku yang khilaf.

.

Jam sepuluh, perutku terus saja berontak. Cacing-cacing di dalam seperti sedang berdemo minta diturunkan makanan. Aku membuka pintu kamar, engendap-endap menuju dapur seperti maling. 

Di dapur, ada aneka makanan tersaji. Sayur pecel, ikan goreng dan kerupuk. Cepat-cepat aku menyendok nasi dan melahap bersama pecel dan lele goreng. 

Saat tengah membuka mulut, tiba-tiba Abyan duduk di depanku sambil meneguk segelas air putih. Demi cacing-cacing yang mulai lemas, aku menghentikan gerakanku. 

"Kenapa berhenti, makan yang kenyang, itu memang buatmu," ucapnya sambil menghabiskan air putih yang tinggal setengah.

"Bapak udah makan?" tanyaku canggung.

"Sudah!" jawabnya pendek. Aku hanya membulatkan mulut, lalu melanjutkan makan dengan pelan-pelan demi image yang harus dijaga di depan dia.

"Masih mau kerja?" Pada suapan terkahir, Abyan membuka obrolan.

"Ya maulah, tapi kan peluang kerja sudah dimusnahkan semua sama Bapak," jawabku setelah memastikan makananku sudah tertelan sempurna agar tidak tersedak.

"Kerja sama saya mau?" tanyanya  Akupun menegakkan badan demi melihat wajahnya yang serius.

"Bapak punya lowongan? Kerja apa, Pak. Gajinya gimana?" tanyaku antusias.

"Kerjanya di rumah, gaji sesuai permintaanmu, berapa aja boleh."

Waah ini kesempatan langka. Tidak boleh di lewatkan. "Maksudnya kerja rumah tangga gitu?" tanyaku memastikan.

"Ya."

"Tapi kuliah saya ...?"

"Kamu masih bisa kuliah seperti biasa. Pekerjaan bisa dilakukan setelah kamu selesai kuliah."

"Wah ... Boleh tuh, Pak. Saya mau, kerjanya mulai kapan ini?" 

"Sekarang sudah bisa!" 

Mataku melebar "sekarang? Masa malam-malam begini kerja si, Pak. Emangnya kerja apa?"

"Melayani saya." 

What?

Mulai mengerikan ini orang.

"Kamu nggak perlu kerja. Saya masih mampu membiayai kuliah dan makanmu."

Sombong! Mentang-mentang sudah mapan.

"Tapi kan saya sudah biasa kerja."

"Kalau begitu ubah kebiasaanmu, melayani suami gitu misalnya. Lagian masa istri dosen kerja serabutan."

Kan' sombong lagi. Untung ganteng, orang ganteng mah bebas.

.

Pinkan : Chocolato cafe, buruan urgent!

Devi     : apaan sih?

Pinkan : Buruan ini dzarurot.

"Ayok." Devi menarikku setelah membaca chat di grup 'Genk Cilok' yang isinya hanya kami bertiga. 

"Mau ngapain--" Belum selesai bicara, ponsel Devi berdering. Panggilan dari Pinkan.

"Apa? Oke oke kita kesana sekarang juga, Lo tunggu, kita nyamar dulu!" ucap Devi, lalu kembali menarikku dan meluncur.

Aku benar-benar bingung, ada apa dengan mereka sehingga kita harus melakukan penyamaran. Devi mengenakan topi koboi, dan kacamata hitam, Pinkan mengenakan Hoodie juga kacamata hitam, lalu aku, mereka suruh pakai cadar tapi aku tidak punya, jadi cuma pakai masker saja.

"Sasaran di meja no.27," bisik Pinkan sambil menutup wajahnya dengan buku menu.

Aku menoleh ke arah yang dimaksud Pinkan dan ... Astaga ... Itu Abyan.

"Ngapain sih nguntit dia?" tanyaku gemas.

"Ssst ... Dalam hitungan ke tiga, kita pindah ke bangku yang lebih deket sama mereka, oke dimulai dari ... tiga ... Dua ... Satu!" Kali ini Devi memberi instruksi, dan kamvretnya aku ikut saja dengan kekonyolan mereka.

Lagian si Devi kenapa ikutan semanga gitu nguntit Abyan. Duh ... Angel wess angel ...

"Pasang kuping lebar-lebar, gue yakin banget cewek itu bukan istrinya!" Mata Pinkan bergerak ke sana sini. Dia duduk membelakangi meja Abyan, tapi terus memberi instruksi pada kami.

Heran, dapat ilmu dari mana dia, bisa tahu mana pasangan suami-istri mana bukan.

"Gue tim istri sah! Pokoknya kita kawal sampe ketemu istri sahnya dan cewek itu ketahuan, biar kapok gak deketin suami orang!" ujar Devi berbisik sambil sesekali mengintip pasangan itu dengan memegang buku menu. 

Kayaknya si Devi mulai ketularan Pinkan, mau-maunya menguntit orang yang bukan siapa-siapa. Kalau mereka tahu istrinya Abyan itu aku, bisa-bisa lebih heboh lagi penguntitannya.

"Gue mau pulang, ah. Ngapain juga buntutin mereka gak ada kerjaan banget!" Aku hendak beranjak, tapi Devi menahan lenganku.

"Sebagai bentuk kepedulian sesama wanita cuy, ini namanya emansisapi wanita--"

"EMANSIPASI!" seru Pinkan membetulkan ucapan Devi.

"Nah tuh, tumben Lo pinter, eh btw mereka kemana?" Devi celingukan melihat meja yang tadi diduduki Abyan sudah kosong.

"Jiahh ... Kita kehilangan jejak ges, Lo sih, Bil." Pinkan menyalahkan ku, tapi aku bersyukur karena mereka sudah pergi, jadi aku lega. 

"Gimana dong, pengintaian kita gagal? Padahal penyamaran gue udah keren banget ini." Devi membetulkan posisi topinya.

"Jadi gimana ini, mau pesan apa?" ucap seorang waiters. Kami bahkan sampai lupa kalau dia dari tadi berdiri di samping meja.

"Eee ... Kita nggak jadi deh, Mbak. Nggak ada yang cocok makanannya, maaf ya," ucap Pinkan sambil menangkupkan kedua telapak tangan di depan dada.

"Nggak cocok makanannya apa harganya, lain kali kalo nggak mampu jajan nggak usah sok masuk kafe," ucap waiters ketus.

"Weeehh kekata-kata Lo ya, nggak tau siapa Gue? cuma pelayan kafe aja belagu, heh Lo pikir pemilik kafe ini siapa hah! Siapa? Lo tahu nggak? nggak tahu kan, sama!" Pinkan yang mulai terpancing emosi, mencak-mencak. Aku dan Devi memegangi lengannya dan menyeretnya keluar.

"Malu-maluin Lo Ping!" Devi melepas tangannya setelah sampai parkiran.

"Kesel gue, pelayan aja songong banget, awas aja kalo gue dah kaya, gue beli tuh kafe!" jawabnya masih dengan emosi yang belum stabil.

"Sudah selesai main detektif-detektifannya?" Tiba-tiba terdengar suara yang cukup familiar.

"Pak Abyan?" Kami bertiga sama-sama kaget, mendapati Abyan di depan kami, dia bersandar pada mobil sambil melipat tangan.

"Ide siapa ini?" tanyanya mengintimidasi. Kami bertiga serempak menggeleng sambil garuk-garuk kepala.

"Siapa yang nyuruh? Istri saya?" 

"Eee ... E-nggak, Pak. Kan kita nggak kenal sama istri Bapak." Devi cengengesan.

"Serius kalian nggak tahu istri saya?" tanyanya sambil melirik ke arahku.

Devi dan Pinkan serempak menggeleng, sementara aku mengusap wajah, duh plus, jangan bilang jangan .... Aku menatapnya penuh harap.

"Memangnya Nabila nggak cerita kalau saya suaminya?" 

"HAH?" Pingkan dan Devi sama-sama melongo.

Ma ti aku!

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jodoh Kesasar   Ending

    Allah punya cara sendiri dalam menjodohkan ummatnya. Ada banyak cara unik Allah dalam menemukan jodoh, seperti halnya aku dan Mas Abi, yang berjodoh dengan cara nyasar.Kalau dipikir-pikir memang tidak nalar. Tapi beginilah jalannya. Dan meski begitu, pada akhirnya kami bisa saling mencintai dan saling melengkapi.***“Papa ....” Bocah kecil itu tertatih menghampiri Mas Abi yang baru pulang kerja.“Hay Putri.” Mas Abi menyambutnya dengan membuka kedua tangannya dan Faza langsung meraih tubuhnya dengan langkah tertatih karena belum lancar berjalan.“Sini sama mama dulu, Papa baru pulang, masih capek.” Aku bermaksud memindahkan Faza ke gendonganku tapi dia menggeleng cepat malah bersembunyi di leher Mas Abi.“Udah nggak apa-apa, bikinin teh aja ya,” pinta Mas Abi. Dia lalu mengangkat tubuh Faza tinggi-tinggi membuatnya tertawa.Aku segera membuatkan teh dan menyiapkan air untuk Mas Abi. Setelah air siap, aku membawakan secangkir teh ke ruang tengah, tapi di sana tidak ada. Kuletakkan sa

  • Jodoh Kesasar   Obat Hati

    Sudah tiga hari aku kembali ke rumah, selama itu pula aku tidak pernah menyentuh Faza kecuali saat memberinya ASI, itupun karena Mas Abi yang meminta, memerah ASI-pun karena bengkak dan sakit sehingga terpaksa aku melakukan pumping...“Kamu kenapa?” Mas Abi merebahkan diri di belakangku, tangan besarnya melingkar di perutku.“Nabila,” panggilnya lagi karena aku masih bergeming.Dia lalu mengangkat tubuhku membuatku duduk dan berhadapan dengannya.“Sini cerita sama saya,” ucapnya sambil menatapku dalam. Bahkan saking dalamnya, aku sampai takut tenggelam.“Hey!” Dia mengangkat daguku karena tetunduk.“Aku ... Aku ... Huwaaa ....” Bukannya berbicara, aku malah gegerungan persis anak kecil minta mainan. Entah kenapa perasaanku begitu aneh. Seperti ada sesuatu yang menghimpit di dada.Dia menarikku ke dalam pelukannya, membuatku merasa nyaman dan semakin menumpahkan tangis di sana.“Sudah bisa cerita?” tanyanya setelah aku puas menangis. Dia merenggangkan pelukan dan mengusap air mataku

  • Jodoh Kesasar   Baby Blues Syndrome

    Aku membuka mata perlahan, memandang ruangan yang di dominasi warna putih.“Nabila, kamu sudah sadar?” Mas Abi yang berada di sampingku mendekatkan wajahnya.“Memangnya aku pingsan?” tanyaku balik dengan lirih. Entah kenapa tenagaku seperti habis terkuras.“Alhamdulillah,” lirihnya. Dia lalu menghujaniku dengan ciuman.“Terimakasih sudah berjuang,” ucapnya lagi sambil mengecup jemariku.Berjuang? Apa aku habis perang melawan penjajah?“Sebentar saya panggilkan dokter.” Dia lalu keluar dan kembali lagi dengan seorang dokter laki-laki.“Alhamdulillah, sudah bisa pindah ke ruang perawatan,” kata dokter muda itu setelah memeriksaku.“Alhamdulillah,” ucap Mas Abi masih tetap menggenggam erat jemariku.Aku lalu pindah ruangan. Brankar di dorong oleh beberapa petugas. Selama perjalanan, Mas Abi tidak melepas genggamannya. “Nabila ... Alhamdulillah, Nduk.” Mamak tergopoh-gopoh memasuki ruanganku. Dia memelukku penuh haru. Begitupun Bapak, yang tak henti mengusap kepalaku.“Laper, Mak,” renge

  • Jodoh Kesasar   Lelah

    Pak Santoso, adalah driver taksi yang sudah disiapkan Mas Abi untuk keadaan darurat. Akhir-akhir ini Mas Abi sering tugas di luar kampus, jadi dia mem-booking Pak Santoso agar siap siaga kapanpun dibutuhkan..."Baru pemukaan tiga, sabar dulu ya, Mbak. Nanti setengah jam lagi kita cek lagi. Tidurnya miring ke kiri," ucap seorang bidan yang menanganiku."Masih lama nggak?""Nanti tunggu pembukaan sepuluh, sabar ya."Haduh. Pembukaan sepuluh, sedangkan ini baru pembukaan tiga saja sudah sesakit ini. Bagaimana kalau sampai sepuluh, apa aku akan kuat."Mak, panggilin Mas Abi. Aku mau Mas Abi sekarang!""Iya-iya." Mamak mengambil ponsel dan menelepon Mas Abi."Maakk ...." Setengah menjerit aku memanggil Mamak karena perut rasanya seperti ditekan."Sabar, Bila. Banyakin berdoa biar bayi kamu keluar dengan selamat dan kamu juga selamat--""Argggh ...." Aku mengerang, saat ini aku tidak butuh nasehat, aku cuma butuh Mas Abi di sampingku."Jangan ngeden dulu ya, Mbak, ini sudah pembukaan tuju

  • Jodoh Kesasar   Welcom Baby

    "Kamu kenapa cengar-cengir gitu, Bil?" Mamak menatapku khawatir menyadariku bertingkah tidak biasa. Sejak pagi, aku merasa perutku mengencang, rasanya mau buang air besar, tapi saat ke kamar mandi rasa mulas hilang."Nggak apa-apa, Mak. Perut Bila cuma agak kenceng aja," jawabku. Aku tidak mau membuat Mamak khawatir, apalagi sekarang Mas Abi sedang mengisi seminar, jadi aku tidak bisa bermanja-manja.Tetap kupaksakan diri ke laundry, meski perut sebentar kencang sebentar tidak. Aku tetap mau pergi agar tidak terlalu merasakan sakit. Tapi sepertinya Mamak bisa menangkap gelagatku yang sering menahan sakit."Kami tetap mau ke Loundry, Bil? Rumah aja lah, Mamak kuwatir kamu lairan di sana.""Ya kalo kerasa nanti kan tinggal berangkat ke rumah sakit, Mak," elakku."Nggak-nggak! Kamu tetep rumah aja, udah siapin keperluan yang mau dibawa buat lahiran?" tanya Mamak seolah-olah aku sudah mau lahiran."Udah si, Mak.""Baju ganti kamu, terus perlengkapan bayi udah belom?""Udah." Aku ingat nas

  • Jodoh Kesasar   Love sekebon

    "Ya sama kampungku, Mas, emang sama siapa?" "Bukan sama seseorang yang ada di kampung?""Mas apaan, sih posesif gitu." Aku merengut. Padahal kan aku benar-benar rindu dengan suasana kampung...Sesuai perkiraan Mas Abi, hari ini Mamak dan Bapak sampai. Jam lima sore, mereka sudah sampai di rumah. Aku menyambutnya dengan pelukan hangat. Rindu sekali dengan Mamak yang bawel, dan Bapak yang apa adanya."Nabila, kamu tuh udah hamil segede itu malah jingkrak-jingkrak, nyeri Bapak lihat perutmu mentul-mentul," ucap Bapak. "Ho'oh, weteng wes gede ngono, egen pecicilan wae, Bil Bil." Mamak turut menimpali. "Kangen banget, Mak. Kan Bila seneng, akhirnya Mamak nemenin Bila disini, besok Bila ajakin jalan-jalan ke Mall, Mak." Aku memeluk Mamak lagi. Bapak melihatku sambil geleng-geleng kepala.Aku lalu mengajak mereka ke kamar yang sudah di persiapkan. Ruangan kosong yang sebelumnya dijadikan gudang, disulap jadi ruang kerja, sedangkan ruang kerja yang awalnya memang kamar tamu, dijadikan ka

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status