"Kamu nggak penasaran kenapa aku ngambek sama Ayahku dan nggak mau dikawal juga diantar-jemput? Ngeliat dari sikap kamu pas kita pertama interaksi, seharusnya kamu penasaran kenapa cewek manja ini ke mana-mana sendiri tanpa pengawalan," ujar Sasa suatu saat di mana ia sengaja ikut pulang ke kost Badai membonceng motornya. Masih melanjutkan agenda tugas kelompok di mata kuliah lain, Sasa dan Badai menjadi sering terlibat dan berinteraksi semakin dekat.
"Bukan urusanku itu," balas Badai sekenanya. “Sekedar info, selama 18 tahun hidupku aku dipingit dan sekarang aku dijodohin juga,” desis Sasa bermonolog. Badai hanya mengedikkan kedua bahunya sebagai reaksi wajar atas apa yang diceritakan Sasa. "Aku ganti baju bentar," ucap Badai segera masuk ke dalam kost-nya untuk menghindari percakapan yang lebih serius. Menatap punggung lebar Badai yang menghilang ke dalam kamar, senyum lebar Sasa terbit. Ia jatuh cinta pada Badai di pandangan pertama dan hari ini semesta yang mengirim hujan besar seakan berpihak padanya. Bahkan sambil menatap layar ponselnya untuk memesan taksi online pun senyum itu masih terpatri di wajah si cantik. Kesulitan memesan taksi, Sasa berdiri dan berjalan masuk ke dalam kamar kost yang pintunya sengaja dibiarkan terbuka itu. "Dai, kok lokasinya aneh gini sih, aku jadi nggak bis—" Sasa menggantung kalimatnya dengan bibir terbuka lebar dan mata berkedip-kedip dalam frekuensi yang cepat. Di depannya, Badai dalam visual seksi bertelanjang dada tengah membelakanginya, berusaha mengenakan kemeja baru yang lebih kering. Mendengar suara Sasa di pintunya sontak Badai berbalik, membiarkan 'ABS' seperti roti sobek itu terpampang secara nyata di depan gadis ABG-nya. "Ehem," Sasa sengaja berdehem untuk membiarkan dirinya sadar lagi. "Selai," gumamnya konyol. "Kenapa?" tanya Badai bingung. "Kamu nggak benerin dulu kancing bajumu? Gerah," ucap Sasa jujur sekali, semakin membuat Badai ingin terbahak saja rasanya. "Kalau cuma air putih ada tuh," tunjuk Badai pada satu galon air mineral besar di sebelah meja. Sasa segera menggeleng, "Hausnya rasa beda aja," gumamnya lantas ngeloyor keluar ruangan lagi, mencari udara segar. Tingkah polos Sasa mencipta seulas senyum di wajah dingin Badai yang biasanya tanpa rona itu. Sambil mengancingkan bajunya, ia keluar dari kamar kost, menyodorkan ponsel Sasa yang lupa dibawa. "Drivernya udah jalan," sebut Badai singkat. "Naik dari sini biar aman. Inget kasus penculikan akhir-akhir ini? Nggak ta—" "Justru aku malah takut diculik sama kamu," sahut Sasa cepat. "Ngaco!" desis Badai langsung merengut. "Nyulik kamu bukannya dapet uang tebusan, udah abis duluan aku di tangan pasukan elite-nya ayahmu!" dumalnya membicarakan diri sendiri. "Kamu juga percaya kalau pasukan elite itu ada? Kok berasa nggak nyata mereka tuh," desis Sasa polos sekali. "Dan seremnya, salah satunya adalah orang yang mau dijodohin sama aku, Dai! Kalau nanti aku di KDRT gimana?" urainya benar-benar membuat Badai takjub pada keluguannya. "Imajinasimu! Liat ayahmu, dia suka KDRT nggak," desis Badai gemas. "Iya sih, ayah emang nggak cocok jadi Panglima, cocoknya jadi bucinnya bunda doang," cerita Sasa geli. "Gitu-gitu maksa anaknya buat kawin sama anggotanya, kan lucu Dai," tambahnya setengah curhat. "Kamu kenapa nggak mau dijodohin?" "Aku nggak tau siapa si Alpha yang disebut-sebut ini, ketemu juga belom pernah, jangan-jangan lebih serem dari tim elite khusus, ya kan? Lagian ya Dai, aku ini baru 18 tahun, mikir apa ayah mau nikahin aku di umur segitu? Untuk ukuran prajurit berpangkat Lettu, dia pasti udah umur 25 tahunan ke atas," keluh Sasa pura-pura mengusap keningnya yang tidak berkeringat. "Menurut kamu, 25 tahunan itu tua?" Sasa mengangguk, "Aku semuda ini, nikah sama Om-Om, prajurit pula," ungkap Sasa benar-benar jujur. "Kacau kamu!" cerca Badai reflek merasa tak terima. "Belum tentu si Alpha itu juga mau sama kamu," katanya kesal. "Kamu mau nggak?" tembak Sasa melempar umpan. "Apa kamu udah berpawang?" tanyanya. Badai mengangguk reflek. Sasa terdiam. 'Sialan, punya cewek dia!' *** "Ganteng amat sih pacarnya orang," dengan sangat berani, Sasa mendekatkan wajahnya ke arah Badai, meneliti gurat-gurat halus ketampanan dewa itu dalam jarak yang hampir tanpa sekat. Beruntung, Badai ikut dalam perjalanan KKL di Bali selama 5 hari di mana Sasa berperan sebagai ketua panitianya. Praktis, perjalanan dan kegiatan yang berlangsung cukup lama itu membuat kedekatan Badai dan Sasa semakin terpupuk. "Puas ngeliatin wajah ganteng pacarnya orang?" gumam Badai mengejutkan Sasa tentu saja. "Sialan! Kamu denger?" ujar Sasa spontan menjauhkan kepalanya dari Badai, takut Badai semakin membuatnya malu. "Teruslah kayak gini, Cherry Blossom," celetuk Badai tiba-tiba. "Maksud kamu?" "Sakura, bunga Cherry Blossom. Tetep jadi seimut ini, ya Som," pinta Badai. "Random kan ih, nggak jelas banget," dumal Sasa galau. "Kalau aku jelas, kita nggak bakalan sejauh ini, Som," sahut Badai misterius. "Gini Dai," Sasa membuat Badai menatapnya. "Boleh nggak sih aku begini? Nempelin pacar orang," tanyanya. "Kenapa? Tumben-tumbenan sadar diri," ucap Badai curiga. "Aku nggak bisa jatuh cinta sama pacar orang. Biar kuakhiri perasaan kagum ini sekarang ya," ucap Sasa lirih. "Maksudnya?" dahi Badai mengerut. Cup. Tak menjawab, Sasa justru mendaratkan ciumannya di pipi Badai. Meski tanpa persiapan, Badai yang kaget dengan tindakan Sasa sama sekali tidak menolak. Ia justru melingkarkan lengannya di pinggang Sasa, mengunci gerakan gadis yang saat ini masih menempelkan bibir tipis menggoda itu di pipinya. "Bukan gitu caranya ngucapin selamat tinggal biar berkesan, Som," bisik Badai di samping telinga Sasa. Ketika Sasa tahu maksud Badai, bibir kenyal nan menggoda milik lelaki yang sudah mengambil separuh hatinya itu sudah menempel manis di bibirnya. Tubuh Sasa bereaksi alami, matanya terpejam meski hatinya ingin memberontak bahwa ini tidak benar. "Maaf untuk udah ikut jatuh sama kamu sejauh ini," ungkap Badai menutup adegan manis itu dengan sebuah kecupan singkat di kening Sasa. "Bahagia terus ya, Som," bisiknya terbawa perasaan. ###Interaksi mesra keduanya, juga candaan Badai yang kini seringkali menghangatkan suasana membuat Sasa tak hanya menikmati bulan madu mereka, tapi juga menyembuhkan semua rasa sakit yang bertubi diterimanya. Badai membuat Sasa tidak pernah menyesali satupun keputusan yang diambil setelah mereka saling mengenal dan berbagi rasa, termasuk kekecewaan saat tahu bahwa Badai pernah dinikmati perempuan lain. Kini, Sasa sudah berlapang dada menerimanya. Ia juga tak mau ambil pusing dengan apapun yang Arleta perbuat untuk meretakkan hubungannya dengan Badai. Semakin lama, ia akan kebal dengan sendirinya."Cari makan di pinggiran danau aja ya Yang?" tawar Badai setelah ia dan Sasa siap untuk menikmati sore hari Luzern yang menawan."Emang ada yang buang Mas?" tanya Sasa polos sekali."Yang buang?" alis Badai bertaut."Lha katanya mau nyari," gumam Sasa."Apa sih Nduk," Badai terbahak. "Maksudku beli, bukan nyari dalam arti yang sebenernya," terangnya."Iya, aku juga cuma bercanda, bukan karena ak
Adalah Luzern, kota kecil dengan pemandangan indah nan romantis di malam hari ini yang akhirnya ditetapkan Sasa dan Badai untuk menghabiskan sisa waktu 8 hari mereka setelah dua hari tinggal di Frankfurt, Jerman. Badai tahu, Luzern adalah kota sempurna bagi ia dan Sasa untuk menumbuhkan cinta, merajut kembali asa pernikahan mereka yang sempat koyak karena perpisahan dan rasa sakit yang sempat melanda. Suasana kota yang tenang, aroma angin yang manis, juga pemandangan alamnya yang menakjubkan langsung membuat Sasa jatuh cinta. "Kota ini adalah pilihan yang tepat banget buat bulan madu," bisik Sasa sambil sesekali menggigiti telinga suaminya sensual. Badai tersenyum simpul, tangannya sudah menangkup kedua dada Sasa yang tanpa balutan. Musim dingin baru saja berlalu, cuaca menghangat, matahari bersinar cerah. Baru siang tadi mereka tiba di hotel dan berniat untuk berjalan-jalan sore harinya. Alih-alih beristirahat, sang pengendali naga tak tahan untuk melakukan aksinya."Aku goyang Mas
"Bentar," Badai menepuk pundak istrinya sebentar dan berjalan mendekati seorang petugas avsec di dekat pintu keberangkatan bandara.Melihat keanehan suaminya dan bagaimana Badai dan dirinya dikawal oleh petugas itu menuju check in counter tentu saja membuat Sasa bingung. Namun, ia tidak banyak bertanya, ia ikuti saja langkah Badai yang melepas genggaman tangannya untuk mengurus dokumen keberangkatan bulan madunya."Kenapa sih Mas? Ada masalah sama dokumen kita?" tanya Sasa sambil melempar senyum dan melambaikan tangan pada beberapa orang wartawan."Enggak, aman aja," jawab Badai."Terus tadi ngapain?" gumam Sasa penasaran."Badai kudu dipisahin sama pacarnya kan kalau lagi naek pesawat?""Hem?" dahi Sasa berkerut, bingung dengan maksud sang suami. "Aku? Kita nggak bisa duduk deketan di pesawat?" tanyanya sedikit panik."Nggak gitu," Badai menahan tawa. Dibawanya Sasa duduk setelah tiba di executive lounge. "Ini kan penerbangan sipil, handgun-ku musti didaftarin dulu dan dititipin, ala
Arleta tercekat, tapi ia tak bisa berbuat apa-apa selain lanjut berjalan dan turun dari pelaminan. Hatinya tak menyangka, Badai akan sekejam itu padanya dan keluarga."Siapa Ibuk?" tanya Sasa heran."Mamanya," desis Badai. "Aku biasa manggil Ibuk ke beliau," tambahnya.Sasa mengulum bibir merah meronanya, hatinya tergerak, "Mungkin kita nggak boleh terlalu kejam Mas. Sekedar jenguk pun aku nggak akan keberatan," ujarnya."Aku udah nitip salam, itu udah cukup Nduk," kata Badai mantap. "Aku harus jaga perasaan banyak orang, sedangkan dia justru berusaha menyakiti dirinya sendiri dan mamanya dengan memelihara harapan. Aku sekarang adalah suami orang. Banyak pelajaran yang kuambil setelah kita sama-sama dipisahkan. Jadi, biarin kujaga kamu dan keluargaku sebaik mungkin!" ikrarnya.Sasa tak lagi membantah. Jika ini memang keputusan yang sudah menjadi keyakinan sang suami, ia tinggal mengikuti. Sebenarnya Sasa juga bahagia karena Badai menjadikannya prioritas utama dengan tak lagi memedulik
Akhirnya, apa yang Sasa impi-impikan sebagai pernikahan khayalan masa kecil putri cantik Damar, terlaksana. Berbalut kebaya modern nan elegan, Sasa menuntaskan langkahnya di samping Badai dalam prosesi pedang pora nan sakral. Sebagai tanda jasa karena pengorbanan luar biasa Badai dalam menyelesaikan perlawanan Organisasi Kriminal Bersenjata bersama tim, ia dianugerahi kenaikan pangkat. Kini, Sasa adalah istri seorang Kapten Akai Badai Bagaspati. "Kamu sengaja ngebiarin banyak wartawan yang ngeliput acara kita?" gumam Badai berbisik pada sang istri saat keduanya menyelesaikan prosesi pedang pora dan duduk di pelaminan. Sasa mengangguk, "Iya, biar aku nggak diserang sama rumor jahat lagi. Jadi, nanti kalau aku hamil, aku bisa menikmati kehamilanku dengan bahagia dan tanpa beban. Jujur, aku ngerasa bersalah banget karena selama kehamilanku dulu, aku nggak jaga Gala dengan baik Mas," ungkapnya. "Bukan salah kamu Nduk, semua udah jadi kehendak Allah, gitu kan kata kamu?" "Iya Mas, tapi
Melajukan mobil kesayangan Badai itu meninggalkan halaman rumah, Sasa menemukan jalanan sudah mulai lengang oleh orang-orang yang berangkat menuju tempat kerja. Meski ramai lancar, Badai tetap saja khawatir dan merasa was-was saat sopirnya adalah Sasa, si labil manja nan imut itu."Apa aku perlu nemuin Arleta ya Mas?" tanya Sasa memecah keheningan, setidaknya ia membuat Badai lupa pada ketegangannya."Buat apa?" gumam Badai bingung."Kita nikah udah lama, udah banyak yang terlalui berdua kan ya? Kok dia kayak masih nggak rela ngelepasin Mas Badai gitu.""Terus kamu mau ngomong apa kalau udah ketemu sama dia?" tantang Badai.Sasa mengedikkan bahunya, "Ngobrol sebagai selayaknya perempuan yang udah pernah menikmati Mas Badai," katanya santai sekali."Nduk!" Badai mendesis."Emang bener gitu kan? Setelah dulu nggak berhasil nyerang kepercayaanku ke Mas Badai, sekarang dia nyoba nyerang aku secara mental lewat media sosial," desis Sasa terdengar kesal tapi tak tahu harus bagaimana melampi