“Kamu!” sentak Bastian melotot tajam ke arah Yasmin.
Yasmin melayangkan tamparan kencang ke wajah Bastian, hingga membuat pipi pria tampan itu memerah. Kalimat Bastian yang terlalu kasar membuat Yasmin tak bisa menahan diri.
"Jangan kurang ajar, ya! Kamu pikir aku perempuan mata duitan?" omel Yasmin. "Aku nggak paham maksud perkataan kamu dan aku juga nggak pernah nerima uang sepeser pun dari kamu."
Bastian mengusap pipinya yang terasa perih karena tamparan dari Yasmin. Pria itu terus menatap Yasmin dengan sorot mata penuh amarah.
"Dia pikir aku ngelakuin pernikahan ini demi uang? Padahal aku nggak terima uang dari dia sama sekali, kenapa dia seenaknya saja ngerendahin aku dan ngata-ngatain aku?" batin Yasmin geram.
"Dasar munafik!" gerutu Bastian.
"Apa kamu bilang?" sungut Yasmin makin tidak terima mendengar Bastian menyebut dirinya munafik.
"Kenapa? Kamu tersinggung?" cibir Bastian. "Kamu seneng 'kan nyari uang pakai cara kotor seperti ini?"
Yasmin mengerutkan kening. "Aku? Nyari uang? Harus aku bilang berapa kali sama kamu kalau aku nggak pernah terima uang dari kamu!" seru Yasmin kehabisan kesabaran.
Bastian tersenyum sinis. Pria itu tak berhenti mengatakan hal buruk tentang Yasmin, meskipun Yasmin sudah berusaha memberikan penjelasan mengenai uang yang dibahas oleh Bastian.
Bastian tidak memercayai perkataan Yasmin sedikitpun. Pria itu merasa ia sudah mengeluarkan banyak uang untuk diberikan pada Yasmin sebagai imbalan, karena gadis itu bersedia untuk menikah dengannya.
"Aku nggak punya waktu buat ngeladenin perempuan seperti kamu! Silakan kamu cari cara lain buat nyari uang tambahan. Jangan kamu pikir, kamu bisa memeras dompetku lagi."
Bastian kembali mengenakan pakaiannya, kemudian bergegas pergi meninggalkan kamar pengantin tersebut.
"Tunggu sebentar! Aku belum selesai bicara! Aku berani sumpah aku nggak nerima uang dari kamu! Aku juga nggak kenal sama kamu! Hei!" teriak Yasmin.
Bastian sama sekali tidak menggubris. Pria itu meninggalkan Yasmin di malam pertama mereka. Bastian segera menuju ke sebuah bar yang berada tak jauh dari hotel, sementara Yasmin menghabiskan waktunya sendiri di dalam kamar pengantin.
Gadis itu duduk sendirian dengan pakaian pengantin yang masih membalut tubuhnya. "Apa yang harus aku lakuin sekarang?" gumam Yasmin.
Setelah pernikahannya dengan Aditya dibatalkan, Yasmin justru terjebak dalam masalah lain yang lebih rumit. "Aku nggak beneran nikah sama laki-laki yang namanya Bastian itu, kan? Pernikahan kami harusnya nggak sah, kan?" oceh Yasmin bingung.
"Aku harus ngapain sekarang? Apa lebih baik aku pergi dari sini? Tapi aku harus ke mana? Aku nggak mungkin pulang ke rumah Mama."
Yasmin makin dibuat galau. Gadis itu juga sudah lelah menjadi pengantin sepanjang hari.
"Gimana nasib aku ke depannya?"
Untuk sementara, Yasmin akan beristirahat di kamar pengantin tersebut, sampai ia membuat rencana. Ia tak bisa melakukan apa pun, apalagi pergi dari kamar itu.
“Bodoh! Aku memang bodoh! Kenapa aku baru sadar nggak bawa apa pun saat pergi tadi?” rutuk Yasmin.
Dia baru menyadari kebodohannya. Tas, ponsel, maupun uang tidak dia bawa sama sekali. Yasmin kabur hanya dengan membawa tubuhnya dan gaun pengantin yang dikenakannya saja.
Di sisi lain, Bastian saat ini tengah menikmati minuman seorang diri di sebuah bar yang tidak terlalu ramai. Pria itu terus memandangi gelas minumannya tanpa berkedip.
Tanpa sengaja, Bastian melirik ke arah cincin yang tersemat di jari manisnya. Pria itu masih tak menyangka, ia sudah melepas status lajangnya, hanya demi menyenangkan kedua orang tuanya.
"Apa gunanya cincin bodoh ini? Memangnya cincin ini bisa mengubah hidup seseorang?" gumam Bastian.
Belum sempat Bastian menghabiskan minumannya, tiba-tiba seorang anak buah Bastian masuk ke dalam bar dan menghampiri sang Bos. Bawahan Bastian itu nampak tergesa-gesa saat menemui Bastian.
"Tuan, saya minta maaf karena telah mengacaukan acara pernikahan Tuan! Maafkan saya, Tuan! Saya pantas dihukum,” ucap pria itu tanpa jeda dengan raut wajah yang terlihat bersalah.
Bastian menoleh sekilas dan bertanya dengan nada dingin. “Apa maksudmu mengacaukan pernikahanku?”
“A–anu, bukankah pernikahan Tuan dibatalkan karena pengantin wanitanya kabur? Sa–saya … baru bisa menemukan perempuan itu sejam yang lalu.”
Bastian tersentak mendengar pengakuan bawahannya itu.
“Apa maksudmu?!” Kening Bastian mengernyit dalam.
Belum terjawab rasa ingin tahunya, salah seorang anak buahnya datang dan menyeret seorang perempuan dengan paksa.
“Cepat minta maaf pada Tuan!” seru pria yang baru datang itu.
Gadis itu lantas bersimpuh mendekati tempat duduk Bastian. Rencananya untuk kabur dari pernikahan itu gagal dan tentu saja dia akan mendapatkan hukuman dari pria yang sudah membayarnya cukup mahal.
“Tuan, tolong maafkan saya! Tolong beri saya kesempatan untuk memperbaiki semuanya, Tuan! Saya mengaku salah karena saya berniat kabur dan membawa uang pemberian Tuan. Tolong lepaskan saya kali ini saja!” pinta perempuan itu memelas.
Bastian seketika menyadari sesuatu yang tidak beres sudah terjadi pada acara pernikahannya hari ini.
“Jadi kamu yang bernama Anggi?” tanya Bastian pada perempuan yang masih duduk berlutut di bawah kursi yang diduduki Bastian.
“Be–benar, Tuan,” sahut perempuan bernama Anggi itu dengan suara lemah.
“Jelaskan apa yang terjadi?” Bastian menatap tajam kedua anak buahnya dan Anggi secara bergantian.
"Maafkan kami, Tuan, jika kami lebih waspada mungkin perempuan ini tidak akan kabur dan mengacaukan pernikahan Tuan hari ini.” Kedua anak buah Bastian menutup penjelasannya dengan ucapan maaf.
Bastian mengerutkan kening. Kini dia sudah mengerti situasinya. Jika perempuan yang dia sewa untuk menjadi mempelainya ada di sini, lalu siapa perempuan yang menjadi mempelainya tadi dan saat ini sedang berada di kamar pengantinnya.
Bastian terkejut bukan main menyadari fakta itu. Pria itu bangkit dari bangkunya, kemudian melempar gelas yang ada di genggamannya.
"Dasar tidak becus!” maki Bastian pada kedua anak buahnya yang hanya bisa menundukkan wajah. “Kalian urus perempuan ini, jangan biarkan perempuan ini kabur lagi!" perintahnya kemudian.
Pria itu terdiam sejenak di tempatnya. Bastian membulatkan mata lebar-lebar begitu ia teringat pada sosok wanita yang kini berada di kamarnya.
"Siapa yang menikah denganku? Siapa perempuan yang duduk di pelaminan denganku tadi? Siapa ... perempuan yang ada di kamar pengantin saat ini?” gumam Bastian.
Bastian melangkahkan kakinya menuju ke kamar hotel dan mencari tahu penjelasan dari gadis itu. Kini dia paham kenapa gadis itu memberontak saat dia bawa, dan bersikeras kalau tidak pernah menerima uang darinya. Dia sudah salah paham, dan Bastian harus mencari tahu identitas mempelai wanitanya yang dia nikahi siang tadi.
Pintu kamar terbuka dan Bastian menyaksikan sosok wanita itu sedang terpaku pada layar televisi. Bahkan sampai tidak menyadari kedatangannya.
“Siapa kamu sebenarnya?” Bastian tiba-tiba saja sudah berada di jarak yang cukup dekat dengan Yasmin, hingga wanita cantik yang masih dibalut gaun pengantin itu terperanjat.
Yasmin tak menjawab. Air matanya justru deras mengalir tanpa henti.
Tangannya menunjuk ke layar televisi seraya bergumam. “Mereka jahat!”
Bastian mengerutkan dahi tak mengerti maksud perkataan Yasmin.
“Aku tanya sekali lagi, kamu siapa? Nama kamu? Rumahmu di mana? Kenapa kamu berkeliaran dengan gaun pengantin seperti itu, hm?” Mendadak Bastian jadi salah tingkah. Ini kali pertamanya dalam hidup menghadapi perempuan yang sedang menangis.
Yasmin justru terisak semakin keras, dan membuat Bastian kalang kabut.
“Astaga …!” Bastian menepuk keningnya pelan dan mau tak mau berusaha menenangkan tangis Yasmin dengan meraihnya dalam pelukan.
*
36)“Ini dia rumah makan yang aku ceritakan itu, Yas. Terlihat sederhana tapi cita rasa makanannya gak ngalahin masakan restoran,” ujar Mey dengan mata berbinar, jelas sekali ia sudah sering makan di tempat ini.Yasmin ikut menoleh ke arah bangunan sederhana itu. Cat dindingnya sudah agak pudar, tapi terasa hangat dengan nuansa rumahan. “Wah, jadi gak sabar ingin nyoba,” jawabnya sambil tersenyum tipis.Mey menggandeng lengan Yasmin. “Ayo masuk ke dalam. Jangan lihat dari luar aja, kamu harus cobain langsung.”Mereka pun masuk dan memilih duduk di meja dekat jendela. Aroma tumisan bawang dan kaldu hangat langsung menyeruak. Yasmin sudah mulai membuka buku menu, ketika samar-samar telinganya menangkap suara yang ia kenal.“Bas itu sebenarnya gak pernah bisa lepas dari aku, ngerti gak sih?” suara seorang wanita terdengar, tajam, penuh percaya diri.Yasmin mendongak pelan, matanya terbelalak begitu menyadari siapa yang sedang bicara di meja seberang. “Clara…” batinnya tercekat. Ia menund
35)Pagi ini, Yasmin tetap mengacuhkan Bastian. Sekalipun Bastian mencoba mengambil perhatian Yasmin. “Yas, ini aku buatkan minuman hangat untukmu.”Jangankan menjawab, menoleh saja Yasmin tidak, dan itu membuat Bastian sedikit sedih. “”Ini semua karena Clara!” batinnya yang kesal sendiri, apalagi hubungan keduanya baru hangat, baru tumbuh benih-benih cinta, dan sekarang. Rumah tangga keduanya justru di terpa masalah. “Yas, tolong dengarkan aku,” ujar Bastian. Yasmin memilih untuk mengambil minum sendiri.“Aku tidak ada hubungan apapun dengannya, dan aku berani bersumpah. Kalau aku tidak pernah menyentuhnya,” lanjut Bastian mencoba menjelaskan. Tapi Yasmin, ia memilih untuk berangkat kerja, dan Bastian. Ia mengejar Yasmin ke depan dan membuka pintu mobilnya untuk Yasmin, namun sayangnya Yasmin tidak mau masuk ke dalam mobil Bastian. “Yas, biarkan aku mengantar mu.”Yasmin tetap pergi berlalu, bahkan tanpa mengucapkan sepatah katapun. “Argh, ini semua karena Clara,” ungkapnya lagi.
34)Makan malam yang semula disiapkan Yasmin jadi dingin, kehangatan yang sempat diimpikan mendadak hilang. Setelah kedatangan Clara, yang pulang dengan membawa kepuasan. Dan sekarang Bastian jadi sedikit frustasi kecil, memikirkan langkah apa yang harus ia ambil. Baru saja kekosongan hatinya diisi oleh Yasmin, dan sekarang. Sebuah masalah justru datang menerpa. “Oh Tuhan, mengapa seperti ini?”Bastian menarik rambutnya sedikit frustasi. “Dan kamu Clara, tidak akan aku biarkan kamu merusak rumah tangga ku.”Bastian berdiri, lalu tangannya meraih handphone yang ada di dalam saku celananya. Sebuah nama dalam kotak pencarian ia tulis. “”Bima.” Pria yang akan ia hubungi, sehingga panggilan itu langsung terhubung.Dari seberang telepon, suara bariton pria terdengar nyaring di telinga Bastian. “Iya halo Bastian.”Bastian segera menjawab. [Bim, kamu ada kerjaan gak?]“Enggak, kenapa?”[Aku mau minta tolong, Bim.”]“Minta tolong apa?”Bastian lantas menceritakan semuanya, sampai Bima lang
33)Yasmin pulang lebih awal daripada Bastian, hal itu ia lakukan karena ingin menyiapkan makan malam spesial untuk suaminya. Sebagai rasa syukurnya karena hari ini butiknya mendapatkan penghargaan dari asosiasi pengusaha lokal sebagai butik dengan desain paling inovatif tahun ini.Sesampainya di rumah, Yasmin langsung menggantung tasnya lalu menuju dapur. Ia sudah menyiapkan bahan-bahan sejak pagi tadi. Tangannya cekatan meracik bumbu, sesekali ia tersenyum kecil membayangkan wajah Bastian saat nanti mencicipi masakannya.“Semoga dia suka… dan semoga ini bisa jadi kenangan manis untuk kita,” gumam Yasmin pelan sambil menata meja makan dengan lilin kecil dan bunga segar.Dan tidak berselang lama, seseorang yang ditunggu kedatangannya akhirnya datang juga. Segera Yasmin berlari ke arah luar. Ia langsung memasang senyum manis di wajahnya ketika melihat Bastian turun dari dalam mobil. “Akhirnya kamu datang juga, Bastian.”Bastian langsung memberikan jas kerjanya ke Yasmin, dan Yasmin la
32)“Dia tidak cuman cantik, tapi juga wanita karier,” gumam Bastian dalam hatinya, ada rasa kagum tersendiri mempunyai istri seperti Yasmin, tapi yang jadi masalahnya … “Kenapa aku tiba-tiba memikirkannya,” ungkap Bastian sampai geleng-geleng kepala. “Apa aku sudah jatuh cinta beneran padanya?” tambah Bastian yang bermonolog sendiri. Sangking fokusnya memikirkan Yasmin, sampai Bastian gak sadar kalau sekarang ia sudah tiba di perusahaan miliknya. “Ayo Bastian, semangat. Jangan mikirin dia terus, waktunya memikirkan pekerjaan,” tambahnya mengingatkan diri sendiri, dan setelah itu. Bastian turun dari dalam mobilnya, dilanjutkan dengan ia yang berjalan ke arah dalam. Namun, sebuah tangan langsung menggenggam erat tangannya, dan itu tentunya membuat Bastian reflek kaget. “Kamu!” Bastian langsung melepas kasar tangannya dari wanita itu. “Bas, aku hanya ingin bicara. Sebentar aja,” kata Clara dengan nada memohon. “Cukup!” bentak Bastian. “Jangan pernah ganggu aku lagi!” tegas Bastian
31)Tapi baru selangkah menuju arah pintu, tiba-tiba terdengar suara. “Yasmin!”Keduanya menoleh, dan ….Yasmin langsung berlari memeluk sahabatnya Mey. “Akhirnya kamu datang juga, Yas,” lirihnya sambil berpelukan. Yasmin tampak bahagia, wajahnya berseri-seri. Pertemuan ini membuatnya begitu senang. “Iya Mey, aku bosan di rumah.”Mey memindahkan pandangannya ke Bastian. “Dia, apa dia ….” Mey tidak berani menebak. “Perkenalkan, dia Bastian. Suamiku.”Mey terbelalak. “Apa, dia suamimu?”Yasmin menganggukkan kepalanya, sedangkan Bastian mengulurkan tangannya. “Perkenalkan aku, Bastian,” ujar Bastian memperkenalkan diri. Mey menjawab uluran tangan Bastian. “Hai Bastian, aku Mey.”Mey langsung menarik tangan Yasmin sedikit menjauh dari Bastian, tidak begitu jauh. Sehingga apa yang diucapkan keduanya masih terdengar jelas oleh Bastian. Seperti saat Mey berkata, “Yas, kamu pintar banget nyari suami.”Yasmin tersenyum kecil dan sesekali melirik ke arah Bastian. “Dia lebih tampan dari yan