Share

Mereka Tak Tahu

Author: lnpgirl
last update Last Updated: 2024-05-15 23:02:01

Seperti biasa, aku memasuki kelas di menit-menit terakhir sebelum bel berbunyi. Kurang lebih selama satu bulan belakangan ini aku memang sengaja datang lebih lama agar aku tak begitu bosan di dalam kelas (dibaca: agar aku tak begitu merindukan Cito).

Hari masih pagi, namun telingaku lagi-lagi harus mendengar bisik-bisik dari beberapa murid di sekolah ini, apalagi jika bukan tentang aku dan mendiang Cito. Aku takut jika stok kesabaranku menipis hanya karena mulut sampah mereka.

"Cih! Mereka tidak ada di dalam perjalanan hubunganku dengan Cito, tapi bisa-bisanya mereka berbicara seolah mereka ada di sana, sialan!" gumamku dengan wajah kesal setelah aku menjatuhkan bokongku di bangkuku.

"Good morning, Delyna Alicia! Ada apa gerangan, sih? Masih pagi tapi muka kamu udah asam begitu," tukas Alia yang baru saja tiba di sebelahku.

Aku mendengus, mencoba menetralisir kekesalanku. "Ya gimana aku ga kesal, Lia. Sudah hampir satu bulan Cito meninggalkan kita semua, tapi bisa-bisanya manusia-manusia itu masih memperbincangkan mengenai aku dan Cito," aku memberi penjelasan pada Alia.

Dari kening Alia yang mengerut, aku tahu bahwa ia sama kesalnya denganku.

"Ck! Kan aku sudah pernah bilang, hubunganmu dengan Cito memang sangat membuat tanaman cabai di sekolah ini kepanasan. Del, coba kau beri tahu aku, tanaman cabai mana yang paling membuat kesabaranmu terusik," Alia kemudian menatap ke arah pintu masuk kelas.

"Rasanya cabai itu perlu diberi cairan pembunuh hama." Alia kembali membuka suara.

Aku menggeleng pelan. "Ah sudahlah, aku berniat untuk melupakan hal-hal semacam tadi itu," ucapku lalu menenggelamkan wajahku di atas tas yang kuletakkan di atas meja.

Ya, bukan tanpa alasan beberapa murid perempuan selalu membicarakan mengenai Cito dan Delyna, sekalipun pria itu sudah meninggal dunia.

Cito adalah siswa baik, cerdas, dan juga tampan. Selain itu, Cito juga aktif dalam kegiatan-kegiatan di luar bidang akademik, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Ketua OSIS pun menjadi gelar yang ia sandang ketika masih ada. Itulah sebabnya banyak siswi yang merasa iri saat tahu Cito dan Delyna menjalin hubungan lebih dari teman. Mereka beranggapan bahwa Delyna terlalu beruntung mendapatkan Cito.

Awalnya Delyna marah dengan tatapan dan cibiran tanda kebencian yang ditujukan kepada dia, namun, sungguh Alcito Danendra adalah air yang mampu menenangkan dirinya. Sejuk dan tenang. Ia benar-benar merasa menjadi sosok yang lebih baik setelah kehadiran Alcito di hidupnya.

"Kenapa selalu diam, sih, Del? Apa kamu mau disalahpahami terus sama orang-orang itu?" Alia tampak lebih kesal dari sebelumnya.

Aku mengidikkan bahuku sebelum menatap Alia. "Lah terus aku harus gimana, Lia? Apa aku harus mengumumkan bahwa mereka salah melalui speaker sekolah? Atau aku harus membuat video klarifikasi atas segala yang terjadi? Atau apa, Alia? Kuutarakan hal yang sebenarnya pun pasti tak ada gunanya," ucapku dengan sedikit penekanan di akhir kalimat.

Aku tak mendengar balasan apapun dari Alia. Namun aku mampu melihat raut jengkel masih terpancar di wajahnya.

"Ayolah, Lia, biarkan saja mereka dengan pikiran dan kebencian mereka terhadapku. Aku terlalu rajin jika harus mengurus setiap mulut yang menyuarakan tentang kami," ucapku berusaha menenangkan Alia.

Alia membuang napasnya kasar. "Aku kasihan padamu, Del. Kamu baru saja ditimpa musibah, tapi ada saja hal yang membuatmu seolah tertimpa tangga juga,"

Kini raut Alia berubah drastis dari sebelumnya. Entah ke mana perginya raut kekesalan tadi.

"Andai saja mereka tahu apa alasanmu hingga tak hadir saat hari pemakaman Cito," Alia sedikit menurunkan nada bicaranya sambil terus menatapku. Tatapan yang terlihat sangat iba.

Aku hanya diam. Kulirik sekilas ke arah Alia. Aku mendapati perubahan raut wajah Alia, lagi. Aku rasa Alia tahu bahwa aku sedikit tak nyaman jika terus membahas mengenai Cito.

Kenangan itu, seperti menyeruak dengan hebat di kepalaku. Aku tak suka jika harus lemah karena merindukan Cito, tapi aku juga takut jika aku melupakannya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jodoh Titipan untuk Delyna   Jemput?

    Bang Raymoon terlihat menghela napas kasar sebelum mengeluarkan suara. "Kenapa lagi sih, Bro?" sekarang giliran Nobel yang ditanyai; tepat setelah pria itu menghentikan langkahnya di sebelahku. "Tahu nih adek lo. Masa cuma karena gue ke dapur dia langsung ngomel-ngomel? Padahal kan yang nyuruh gue ngambil minum itu lo.""Engga, ga gitu, Bang." Ucapku, lalu beralih menatap Nobel. "Eh, Jamet, kalau cerita tuh jangan setengah-setengah gitu dong! Pengen banget ya dapat pembelaan dari Bang Ray?" ucapku kesal. "Delyna, kok manggil jamet-jamet gitu, sih? Walaupun kamu sama Nobel itu 1 angkatan, tapi dia itu lebih tua dari kamu, Dek. Minta maaf sekarang." Ucap Bang Raymoon menegur.Oh, lebih tua, ya?Aku menghela napas dalam-dalam. "Delyna minta maaf, ya, OM?" ucapku dengan penekanan pada panggilanku padanya. "Lah? Kok malah om, sih?" Nobel tampak mengerutkan keningnya. "Kan LEBIH TUA." Ucapku langsung dengan penekanan pada 2 kata terakhir. "Ya ga gitu juga dek manggilnya." Lagi-lagi Ban

  • Jodoh Titipan untuk Delyna   Naik darah

    Suara teriakan itu bersamaan dengan lonjakan kaget sesaat setelah orang itu mendapati diriku membuka pintu. Aku segera memukul lengannya. "Berisik, jamet! Ini manusia. Delyna ini, Delyna!" ucapku kesal. Mama dan Bang Raymoon menyusulku ke luar dengan langkah yang tergesa -yang kutahu pasti karena suara berisik dari salah satu penghuni bumi yang baru kutemui ini-. Keduanya bingung melihat ekspresi wajahku dan Nobel. "Dia, Ma. Dia yang teriak, bukan Delyna." Ucapku sambil menunjuk Nobel. Yang kutunjuk justru berjalan menghampiri mama dan dengan tidak terduganya dia malah mengulurkan tangan dan menyalam mama. Ya bukannya apa-apa ya, aku hanya kaget saja. Di situasi seperti ini, kenapa dia masih kepikiran dengan sopan santun yang seperti itu? Ah benar-benar tidak bisa kuselami. "Nobel minta maaf ya tante udah ganggu waktu tante dan bikin tante panik gini. Habisnya tadi Nobel kaget banget tiba-tiba dibukain pintu sama Delyna dengan kondisi mukanya yang begitu, Tante." Ucap Nobel den

  • Jodoh Titipan untuk Delyna   Tamu

    Ia menyunggingkan bibirnya. "Sekarang aku belum tahu akan aku gunakan untuk apa kesempatan yang kau beri, tapi nanti akan aku pikirkan." Setelah mengatakan itu, kulihat Alia mengutak-atik layar ponselnya. Untuk apa, aku pun tidak tahu. "Ini." Ucapnya tiba-tiba. Semakin bingung saja aku dibuat anak ini. "Apa ini?" tanyaku saat melihat aplikasi recorder yang ia suguhkan padaku melalui ponselnya. "Sekarang, kau rekam saja suaramu." "Untuk apa? Kau tahu kan aku bukan penyanyi?" "Siapa pula yang memintamu untuk bernyanyi? Ini sebagai jaminan bahwa kau benar-benar akan melakukan apa yang aku mau setelah kau mendapat info tentang sahabatku." Kunaikkan sebelah alisnya. "Apa kau berencana untuk mengurasku?" "Kalau aku jahat, aku mungkin akan melakukannya." "Lalu mengapa harus dengan cara begini? Apa kau tidak percaya padaku?" Alia tampak membuang napas kasar. "Nobel, aku bukannya tidak percaya padamu-" Belum sempat Alia menyelesaikan ucapannya, kuulurkan tanganku menjentik tepat di

  • Jodoh Titipan untuk Delyna   Informasi

    Di toko ice cream, terlihat di dalamnya dominan dipenuhi oleh gadis-gadis seusia Alia. Adapun laki-laki, kebanyakan bernasib sama denganku; hanya memenuhi keinginan gadis yang tengah bersama mereka."Alia, kenapa lama sekali? Ini hanya perkara ice cream, Alia." Ucapku dengan suara yang setengah berbisik. Kulihat Alia tak menanggapi ucapanku. Gadis itu justru asik memilih ice cream seraya berbincang tipis-tipis dengan gadis lain di sebelahnya. "Alia, ayo, cepatlah! Ini sudah jam berapa." Ucapku menuntut."Nobel, tolong sabar sebentar. Aku harus memastikan bahwa ice cream yang kupilih benar-benar tak membuatku kecewa nantinya. Aku harus memikirkannya dengan baik. Jadi kuharap, kau bersabarlah!""Ck! Dia berucap seperti itu seakan ia tengah memilih pasangan hidup, padahal ia hanya tengah berkutat dengan varian ice cream. Dasar wanita!"Aku mengomel pelan seraya berjalan kembali ke kursi tunggu. Dan kini, pria yang menunggu di tempat itu semakin bertambah saja. Apa perkara varian ice c

  • Jodoh Titipan untuk Delyna   Toko ice cream

    Ah! Mengapa dia selalu menyebalkan seperti ini?!Ucapannya membuat kerjaanku bertambah. Setelah ini, Alia pasti akan mencecarku dengan rentetan pertanyaan. "Dasar laki-laki aneh!" kesalku dengan geram. ***[Delyna, abang sudah di depan. Apa belnya masih lama?]Kubaca pesan dari kontak bernama 'Bang Ray yang diikuti emoticon bulan' melalui notifikasi ponselku.Kulihat jam tanganku sekejap. Masih ada kurang lebih 15 menit lagi menuju bel pulang sekolah. 'Apa Bang Raymoon tidak ke kampus hari ini?' pikirku sebelum membalas pesannya. Baru saja aku menyimpan kembali ponselku, Alia tiba-tiba menyikut lenganku. "Ntar mau ke toko ice cream dulu ga, Del? Dengar-dengar toko ice cream di simpang lampu merah depan baru aja ngeluarin varian baru dan lagi ngadain promo juga." Alia terlihat excited mengajakku. Aku berpikir sejenak. Tidak mungkin aku mengiyakan ajakan Alia, sedangkan Bang Raymoon sudah menungguku di depan. "Aduh... gimana ya, Lia, masalahnya Bang Ray sudah di depan. Udah nunggu

  • Jodoh Titipan untuk Delyna   Hijau

    WOI!!! ARRRGHHH! APA-APAAN?!Senyuman lebar yang ditampilkan Nobel seolah memang sengaja untuk membuatku kesal. Dan senyuman itu ia tunjukkan bersamaan dengan lototan tajam yang kuberi dan pekikan terkejut dari Alia. Alia yang sedari tadi bertahan hanya sebagai penonton pada akhirnya angkat bicara. "What? Hei, sebentar sebentar, apa aku tidak salah dengar, nih? Kalian berdua sejak kapan resmi begini?"Aku menggelengkan kepalaku sembari memajukan kedua tanganku membentuk silang. "Ya ampun, Delyna Alicia, kenapa bisa berita bahagia seperti ini tak kau beritahu padaku? Apa aku tidak sepenting itu bagimu?"Mulai lagi drama manusia satu ini, pikirku.Belum selesai, Alia kembali berucap. "Padahal kalau aku tahu tentang ini, aku pasti tak akan mendukung Kak Niel untuk mendekatimu seperti tadi."Panjang lebar Alia berucap membuatku benar-benar ingin menenggelamkan anak itu ke kolam ikan sekolah.APA TIDAK BISA SEHARI SAJA MULUTNYA ITU DI-REM? SANGAT MEREPOTKANKU!Kulihat wajah jahil Nobel de

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status