Share

Bab 4. Tak mau harus mau

"Apa! Maksudmu, aku? Aku mendapat panggilan kerja?"

"Iya, kau berhasil Laras! Kali ini kau yang terpilih."

Kedua sahabat itu berlompatan kegirangan.

"Ayah ... Ayah ... Lihat kertas pemberitahuan ini. Aku masuk mendapatkan panggilan kerja."

"Benarkah?"

"Iya, Ayah nggak bakal percaya kan? Lihat lah, cuma aku yang mendapatkannya."

Lelaki berkacamata itu, melihat kertas pemberitahuan itu. Benar adanya nama anaknya Laras Kencana mendapat panggilan wawancara kerja di sebuah perusahaan

Ayahnya segera memeluk anak semata wayangnya.

"Bersyukurlah, Nak. Kepada Tuhan. Karena sudah mengabulkan semua doa-doamu, Nak. Capailah cita-citamu."

"Oh, Ayah. Aku menyayangi mu, yah."

Ada hujan air mata siang ini. Juga dari Meta sahabatnya.

***

Hari ini, apa yang dijanjikan Ibunya, untuk mendatangnya dua calon isteri untuk Alden terpenuhi.

Dua wanita anggun sudah duduk di ruang tamu yang luas. Satu berbaju biru muda, berbahan satin. Model sabrina, nampak kulit mulusnya bersinar. Layak sebagi istri Tuan muda Alden. Untuk tinggi badannya pun bisa mengimbangi Alden yang tinggi hampir 171 cm. Wajah oval manis, terlihat sebagai wanita yang berpendidikan tinggi.

Yang satunya, bergaun hitam, dan memakai anting besar, berlengan panjang, sopan. Tak banyak memperlihatkan lekuk tubuhnya, ada sebuah kacamata bertengger di hidungnya, sangat pas dan terlihat cantik mempesona.

Joshua, berdehem, melihat dua calon pilihan dari Nyonya Imelda.

"Nyonya, untuk aku satupun mau, sisa pilihan dari Tuan Alden, ya," bisik Joshua  di telinga Imelda.

"Hush ... Kau ini. Tugas apa yang aku berikan padamu? Sudah kau kerjakan?"

"Maaf, belum Nyonya." Lalu, Joshua  meminta kedua wanita itu untuk di ambil fotonya. Dan akan diperlihatkan pada Alden nantinya.

"Dengar ya, bukan hanya penampilan kalian saja yang menarik, aku ingin tahu kepribadian kalian." Imelda duduk diantara mereka. Kebetulan kedua gadis cantik itu adalah anak dari koleganya.

Jushua pamit meninggalkan mereka, segera naik ke kamar atas, menuju kamar Tuan mudanya.

"Lihat, dua calon istrimu, Tuan." Joshua memperlihatkan hasil foto di ponselnya.

Alden memperhatikan mereka, dan tettawa.

"Aku kenal mereka, ha ha ha, ibu tahu saja wanita yang pintar untukku."

"Apa kau kenal mereka?"

"Jangan salah, mereka berdua punya perusahan besar."

"Oh ya ... Kandidat yang istimewa."

Alden tersenyum, tentu saja bisa ditebak, itu semua adalah anak pebisnis handal.

Mereka berdua mau jadi calon istri, orang yang sama dalam pebisnis juga, siapa juga yang tidak kenal dengan Alden.

"Lalu, Tuan, mau pilih yang mana?"

"Ah, mereka bukan seleraku! Tiap hari aku banyak melihat wanita cantik."

Apa, Tuan Alden akan memilih wanita yang tidak cantik? Aku punya stoknya?"

"Ais ... Kau ini, bukan begitu maksudnya. Aku ingin punya istri yang istimewa."

"Siapa? Apa sudah ada calonnya?"

Alden mengangguk kecil, dan tersenyum.

"Mengapa tak bilang pada Nyonya Imelda?"

Alden hanya diam saja. Tak menanggapi belbagai pertanyaan Joshua.

Alden masih sibuk dengan laptopnya, memantau semua kerjaan kantornya yang saat ini semua dihendel chiko.

Tak lama, ada ketukan pintu kamar, dan muncul wajah Rosa penuh binar.

"Tuan Alden diminta ke ruang tamu bawah, ada yang ingin bertemu." ucap Rosa sopan.

"Ahay ...."  jawab Alden dan segera berjalan keluar dari kamarnya, dan berbalik lagi, lalu berdiri di hadapan Rosa.

"Rosa, aku minta tolong padamu, bilang sama ibu aku sudah punya calon sendiri."

Apa, Tuan Alden akan memilih wanita yang tidak cantik? Aku punya stoknya?"

"Ais ... Kau ini, bukan begitu maksudnya. Aku ingin punya istri yang istimewa."

"Siapa? Apa sudah ada calonnya?"

Alden mengangguk kecil, dan tersenyum.

"Mengapa tak bilang pada Nyonya Imelda?"

Alden hanya diam saja. Tak menanggapi belbagai pertanyaan Joshua.

Alden masih sibuk dengan laptopnya, memantau semua kerjaan kantornya yang saat ini semua dihendel Chiko.

Tak lama, ada ketukan pintu kamar, dan muncul wajah Rosa penuh binar.

"Tuan Alden diminta ke ruan tamu bawah, ada yang ingin bertemu."

"Ahay ...."  jawab Alden dan segera berjalan keluar dari kamarnya, dan berbalik lagi, lalu berdiri di hadapan Rosa.

"Rosa, aku minta tolong padamu, bilang sama ibu aku sudah punya calon sendiri."

"Tuan Alden, jangan berulah, ya."

"Tidak aku tidak berulah, aku mau pilihanku sendiri. Suruh ibu ikuti aku, ya."

Kemudian, Alden segera keluar dari kamarnya, berjalan tenang, turun dari lantai atas, dan tak langsung ke ruang tamu tapi ...

"Tuan Alden, tunggu, Tuan ..." Rosa segera turun setengah berlari, menuju kevruaj tamu dan berbisik lirih di telinga Imelda.

Imelda kaget, dan tanpa pedulikan dia wanita di sampingnya, dia langsung mengikuti Rosa yang sudah mengejar Tuan Alden, begitu juga Joshua.

Tuan Alden menuju sebuah tempat di mana kegiatan seseoarang yang rutin dia kerjakan.

Dari jauh Alden sudah melihatnya, sedang mengupas kelapa. 

Alden menenggok ke belakang, ibu, Rosa , dan Joshua nampak kebingungan dengan tingkah Tuan mudanya.

Sambil tersenyum, Alden dengan langkah pasti, berjalan menuju gadis tersebut.

"Maafkan aku, bila ini akan sangat menyinggungku," kata Alden pada gadis tersebut.

Gadis tersebut adalah Laras, yang sedang membantu ayahnya mengupas kelapa, untuk dijadikan minyak copra.

Laras kaget, atas situasi yang tak terduga ini, belum juga sepatah kata diucapkanya. Alden langsung menarik tangan Laras, hingga masuk dalam pelukannya, dan segera mengecup bibir Laras.

Sesuatu perbuatan yang baru pertama kali Alden lakukan yaitu, mencium bibir lawan jenisnya.

Semua, terpana. Bahkan Imelda menutup bibirnya karena kaget.

"KAU!" Laras kaget, namun tak bisa bertindak lebih, banyak pasang mata melihat kejadian tersebut, terlebih Ayahnya.

"Dialah, calon istriku, Bu." cakap Alden dengan semangat dan kesungguhan hati.

Laras kembali kaget, tangannya mencoba melepaskan diri dari genggaman tangan Alden yang kuat. Tapi, usahanya sia-sia. Malah kini, tubuhnya menempel lekat di tubuh Alden. Tangan kekar itu sudah memeluk pinggang Laras. 

Laras menatap lelaki yang juga anak majikan Ayahnya itu lekat-lekat. Justru Alden menatap lembut pandangan Laras  tersebut, membuat  gadis yang biasanya tomboy dan berani, malah tak berkutik dalam pelukan tuan Alden.

"Tuan Alden, apa yang kau lakukan?" Rosa sudah melontarkan pertanyaan yang membuat orang tercengang di tempat tersebut.

Ayah Laras, mendekat bingung.

Alden yang sudah siap.atas segala resikonya, atas sikap yang akan ditimbulkannya.

"Paman, ijinkan aku melamar anak gadis, Paman." Alden pun akhirnya memberanikan diri berkata di hadapan Ayah Laras.

"Tuan, Tuan .." kata-kata Ayah Laras tak bisa terucapkan.

"Aku bersungguh-sungguh." Mimik Alden sungguh tak diragukan lagi.

Laras masih terdiam, memandang Ayahnya tak mengerti, mengenal lelaki yang memeluknya saja tidak, apa lagi sudah mencuri ciuman pertamanya. Sungguh Laras tak bisa bicara apapun. Saat Ayahnya hanya mengangguk pada Tuan Alden.

"Benarkah, Tuan? Baguslah, tapi Nyonya

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status