"Apa! Maksudmu, aku? Aku mendapat panggilan kerja?"
"Iya, kau berhasil Laras! Kali ini kau yang terpilih."
Kedua sahabat itu berlompatan kegirangan.
"Ayah ... Ayah ... Lihat kertas pemberitahuan ini. Aku masuk mendapatkan panggilan kerja."
"Benarkah?"
"Iya, Ayah nggak bakal percaya kan? Lihat lah, cuma aku yang mendapatkannya."
Lelaki berkacamata itu, melihat kertas pemberitahuan itu. Benar adanya nama anaknya Laras Kencana mendapat panggilan wawancara kerja di sebuah perusahaan
Ayahnya segera memeluk anak semata wayangnya.
"Bersyukurlah, Nak. Kepada Tuhan. Karena sudah mengabulkan semua doa-doamu, Nak. Capailah cita-citamu."
"Oh, Ayah. Aku menyayangi mu, yah."
Ada hujan air mata siang ini. Juga dari Meta sahabatnya.
***
Hari ini, apa yang dijanjikan Ibunya, untuk mendatangnya dua calon isteri untuk Alden terpenuhi.
Dua wanita anggun sudah duduk di ruang tamu yang luas. Satu berbaju biru muda, berbahan satin. Model sabrina, nampak kulit mulusnya bersinar. Layak sebagi istri Tuan muda Alden. Untuk tinggi badannya pun bisa mengimbangi Alden yang tinggi hampir 171 cm. Wajah oval manis, terlihat sebagai wanita yang berpendidikan tinggi.
Yang satunya, bergaun hitam, dan memakai anting besar, berlengan panjang, sopan. Tak banyak memperlihatkan lekuk tubuhnya, ada sebuah kacamata bertengger di hidungnya, sangat pas dan terlihat cantik mempesona.
Joshua, berdehem, melihat dua calon pilihan dari Nyonya Imelda.
"Nyonya, untuk aku satupun mau, sisa pilihan dari Tuan Alden, ya," bisik Joshua di telinga Imelda.
"Hush ... Kau ini. Tugas apa yang aku berikan padamu? Sudah kau kerjakan?"
"Maaf, belum Nyonya." Lalu, Joshua meminta kedua wanita itu untuk di ambil fotonya. Dan akan diperlihatkan pada Alden nantinya.
"Dengar ya, bukan hanya penampilan kalian saja yang menarik, aku ingin tahu kepribadian kalian." Imelda duduk diantara mereka. Kebetulan kedua gadis cantik itu adalah anak dari koleganya.
Jushua pamit meninggalkan mereka, segera naik ke kamar atas, menuju kamar Tuan mudanya.
"Lihat, dua calon istrimu, Tuan." Joshua memperlihatkan hasil foto di ponselnya.
Alden memperhatikan mereka, dan tettawa.
"Aku kenal mereka, ha ha ha, ibu tahu saja wanita yang pintar untukku."
"Apa kau kenal mereka?"
"Jangan salah, mereka berdua punya perusahan besar."
"Oh ya ... Kandidat yang istimewa."
Alden tersenyum, tentu saja bisa ditebak, itu semua adalah anak pebisnis handal.
Mereka berdua mau jadi calon istri, orang yang sama dalam pebisnis juga, siapa juga yang tidak kenal dengan Alden.
"Lalu, Tuan, mau pilih yang mana?"
"Ah, mereka bukan seleraku! Tiap hari aku banyak melihat wanita cantik."
Apa, Tuan Alden akan memilih wanita yang tidak cantik? Aku punya stoknya?"
"Ais ... Kau ini, bukan begitu maksudnya. Aku ingin punya istri yang istimewa."
"Siapa? Apa sudah ada calonnya?"
Alden mengangguk kecil, dan tersenyum.
"Mengapa tak bilang pada Nyonya Imelda?"
Alden hanya diam saja. Tak menanggapi belbagai pertanyaan Joshua.
Alden masih sibuk dengan laptopnya, memantau semua kerjaan kantornya yang saat ini semua dihendel chiko.
Tak lama, ada ketukan pintu kamar, dan muncul wajah Rosa penuh binar.
"Tuan Alden diminta ke ruang tamu bawah, ada yang ingin bertemu." ucap Rosa sopan.
"Ahay ...." jawab Alden dan segera berjalan keluar dari kamarnya, dan berbalik lagi, lalu berdiri di hadapan Rosa.
"Rosa, aku minta tolong padamu, bilang sama ibu aku sudah punya calon sendiri."
Apa, Tuan Alden akan memilih wanita yang tidak cantik? Aku punya stoknya?"
"Ais ... Kau ini, bukan begitu maksudnya. Aku ingin punya istri yang istimewa."
"Siapa? Apa sudah ada calonnya?"
Alden mengangguk kecil, dan tersenyum.
"Mengapa tak bilang pada Nyonya Imelda?"
Alden hanya diam saja. Tak menanggapi belbagai pertanyaan Joshua.
Alden masih sibuk dengan laptopnya, memantau semua kerjaan kantornya yang saat ini semua dihendel Chiko.
Tak lama, ada ketukan pintu kamar, dan muncul wajah Rosa penuh binar.
"Tuan Alden diminta ke ruan tamu bawah, ada yang ingin bertemu."
"Ahay ...." jawab Alden dan segera berjalan keluar dari kamarnya, dan berbalik lagi, lalu berdiri di hadapan Rosa.
"Rosa, aku minta tolong padamu, bilang sama ibu aku sudah punya calon sendiri."
"Tuan Alden, jangan berulah, ya."
"Tidak aku tidak berulah, aku mau pilihanku sendiri. Suruh ibu ikuti aku, ya."
Kemudian, Alden segera keluar dari kamarnya, berjalan tenang, turun dari lantai atas, dan tak langsung ke ruang tamu tapi ...
"Tuan Alden, tunggu, Tuan ..." Rosa segera turun setengah berlari, menuju kevruaj tamu dan berbisik lirih di telinga Imelda.
Imelda kaget, dan tanpa pedulikan dia wanita di sampingnya, dia langsung mengikuti Rosa yang sudah mengejar Tuan Alden, begitu juga Joshua.
Tuan Alden menuju sebuah tempat di mana kegiatan seseoarang yang rutin dia kerjakan.
Dari jauh Alden sudah melihatnya, sedang mengupas kelapa.
Alden menenggok ke belakang, ibu, Rosa , dan Joshua nampak kebingungan dengan tingkah Tuan mudanya.
Sambil tersenyum, Alden dengan langkah pasti, berjalan menuju gadis tersebut.
"Maafkan aku, bila ini akan sangat menyinggungku," kata Alden pada gadis tersebut.
Gadis tersebut adalah Laras, yang sedang membantu ayahnya mengupas kelapa, untuk dijadikan minyak copra.
Laras kaget, atas situasi yang tak terduga ini, belum juga sepatah kata diucapkanya. Alden langsung menarik tangan Laras, hingga masuk dalam pelukannya, dan segera mengecup bibir Laras.
Sesuatu perbuatan yang baru pertama kali Alden lakukan yaitu, mencium bibir lawan jenisnya.
Semua, terpana. Bahkan Imelda menutup bibirnya karena kaget.
"KAU!" Laras kaget, namun tak bisa bertindak lebih, banyak pasang mata melihat kejadian tersebut, terlebih Ayahnya.
"Dialah, calon istriku, Bu." cakap Alden dengan semangat dan kesungguhan hati.
Laras kembali kaget, tangannya mencoba melepaskan diri dari genggaman tangan Alden yang kuat. Tapi, usahanya sia-sia. Malah kini, tubuhnya menempel lekat di tubuh Alden. Tangan kekar itu sudah memeluk pinggang Laras.
Laras menatap lelaki yang juga anak majikan Ayahnya itu lekat-lekat. Justru Alden menatap lembut pandangan Laras tersebut, membuat gadis yang biasanya tomboy dan berani, malah tak berkutik dalam pelukan tuan Alden.
"Tuan Alden, apa yang kau lakukan?" Rosa sudah melontarkan pertanyaan yang membuat orang tercengang di tempat tersebut.
Ayah Laras, mendekat bingung.
Alden yang sudah siap.atas segala resikonya, atas sikap yang akan ditimbulkannya.
"Paman, ijinkan aku melamar anak gadis, Paman." Alden pun akhirnya memberanikan diri berkata di hadapan Ayah Laras.
"Tuan, Tuan .." kata-kata Ayah Laras tak bisa terucapkan.
"Aku bersungguh-sungguh." Mimik Alden sungguh tak diragukan lagi.
Laras masih terdiam, memandang Ayahnya tak mengerti, mengenal lelaki yang memeluknya saja tidak, apa lagi sudah mencuri ciuman pertamanya. Sungguh Laras tak bisa bicara apapun. Saat Ayahnya hanya mengangguk pada Tuan Alden.
"Benarkah, Tuan? Baguslah, tapi Nyonya
"Apa! Maksudmu, aku? Aku mendapat panggilan kerja?" "Iya, kau berhasil Laras! Kali ini kau yang terpilih." Kedua sahabat itu berlompatan kegirangan. "Ayah ... Ayah ... Lihat kertas pemberitahuan ini. Aku masuk mendapatkan panggilan kerja." "Benarkah?" "Iya, Ayah nggak bakal percaya kan? Lihat lah, cuma aku yang mendapatkannya." Lelaki berkacamata itu, melihat kertas pemberitahuan itu. Benar adanya nama anaknya Laras Kencana mendapat panggilan wawancara kerja di sebuah perusahaan Ayahnya segera memeluk anak semata wayangnya. "Bersyukurlah, Nak. Kepada Tuhan. Karena sudah mengabulkan semua doa-doamu, Nak. Capailah cita-citamu." "Oh, Ayah. Aku menyayangi mu, yah." Ada hujan air mata siang ini. Juga dari Meta sahabatnya. *** Hari ini, apa yang dijanjikan Ibunya, untuk mendatangnya dua calon isteri untuk Alden terpenuhi. Dua wanita anggun sudah duduk di ruang tamu yang luas. Satu berbaju biru muda, berbahan satin. Model sabrina, nampak kulit mulusnya bersinar. Layak sebagi istr
Gadis bernama kintan itu, tersenyum manis pada Alden. Gadis blasteran India dan indonesia itu mendekat pada Alden, dan mengulurkan tangannya. Alden tergugu melihat teman semasa SMP-nya kini berada di depannya. Penampilannya sungguh sangat berbeda, dulu tubuhnya yang tambun kini berubah menjadi langsing dan kulitnya putih bersih, perubahan pada fisiknya pun terlihat nyata, dengan buah dadanya yang membusung besar. Akhirnya, Alden menyalami Kontan, dengan ragu-ragu. Ada firasat yang tidak enak atas kehadirannya. "Sekali lagi, aku tanya, ada keperluan apa, kau kemari? Ada acara reuni?" Alden bertanya dengan egoisnya, tanpa basa-basi pada seorang wanita cantik macam Kintan. Gadis berpakaian sopan itu, tersenyum, "Kau tak berubah, Alden. Masih saja angkuh seperti dulu. Aku pun baru tahu kalau kau belum punya pasangan. Ibumu yang memasang iklan, untuk jodohmu. Jadi ... Aku beranikan diri menemuimu. Maaf ..." serunya manja. Ada lirikan menggoda pada sudut matanya. "Ish, kau ini, aku suda
Mata Alden mendelik pada ke dua adiknya, dirinya paling tidak suka pada sikap keduanya yang membuatnya berang. Tanpa penjelasan yang panjang. Alden meninggalkan mereka di kamarnya, begitu juga Markus. Tomi dan Brendon cuma mendesah saja, lalu mereka pun, turun dengan gerutuan panjang. Kini mereka berkumpul, Nyonya besar, Alden, Tomi dan Brandon. Tomi memandang kakak tirinya yang duduk di ujung meja makan berukuran besar. "Kau tak terima dengan sikapku?" tanya Alden. "Tidak, kak." "Bagus! Aku harap nilai kalian untuk semester ini bagus dan patut dibanggakan." Lanjut Alden, dan memulai memakan sarapannya. "Baik, kak" jawab mereka hampir bebarengan. "Bagus! Aku tak perlu banyak cakap untuk kalian berdua. Pesanku, jaga sikap dan perilaku kalian di rumah." Nyonya Imelda hanya diam saja, atas kejadian yang baginya sudah terbiasa.Terkadang malah terjadi sebuah persilihan antara mereka. "Apa kau tidak masuk kerja, Alden?" tanya ibunya. "Tidak, Bu, hari ini, perutku masih agak mula
Terjadi sebuah perdebatan sengit antara Alden dan Bimo . Keduanya dari perusahan yang berbeda, keduanya ingin menangkan tender besar. Alden menatap tajam pada Bimo. Sialan anak ini, benar-benar ingin menusukku dari belakang. Senyum seringai kesombongan ada pada bibir Bimo. Alden menutup meeting, tanpa ada hasil atau keputusan, meeting berikutnya, akan diadakan Minggu depan. Malam menjelang, Alden pulang. Tiba-tiba. "Rosa, aku ingin bicara dengan Ibu." "Baik, tuan." Tak lama, Imelda sudah duduk, menunggu anaknya ingin membicarakan sesuatu. "Tolong Bu, sekali ini jangan halangi aku, siapkan acara untuk aku melamar Laras." "Apa!" Imelda berdiri saling kagetnya. "Kau serius? Ibu sudah ..." "Jangan banyak bertanya Bu, aku ingin besok melamar Laras, bila perlu aku ingin menikah secepatnya, sebelum Bimo menikah." Ibunya kaget, namun masih terdiam. "Aku ingin bertemu, kakek." "Jangan! Dia baru saja istirahat, mohon, jangan diganggu." "Aku hanya ingin, ijin, padanya." "Nanti ibu
Markus memandang Denok, dan Rosa bergantian. Dirinya paham atas perilaku tersembunyi, bahkan ada hubungan terlarang. Siapa lagi kalau bukan dari Nyonya Imelda. "Pergilah, ke belakang, kau aman di sana Markus." "Aku akan tetap membongkar ketidak adilan ini, bibi Rosa. Bila ada sebagian dari mereka ada yang tersakiti. Terutama, Pak Pardi. Jangan sakiti orang baik itu." Rosa mengangguk, "aku tahu, Markus, stt, tolong pelankan nada bicaramu." Rosa pun menarik lengan baju Markus untuk keluar dari dapur utama. Markus menuruti saja perintah Rosa, saat tahu ada Nyonya Imelda ada di depan pintu dapur. "Markus! Apa yang kau lakukan di sini!?" "Maafkan dia, Nyonya. Dia hanya haus dan meminta segelas air. Makanya sekarang aku suruh dia pergi dari dapur utama." Markus segera permisi dan meminta maaf karena telah lancang masuk ke dapur utama, yang merupakan dapur khusus untuk orang rumah bukan dapur untuk pekerja rendahan macam Markus, yang hanya sebagai sopir cadangan saja. Markus berjalan
Terjadi sebuah perdebatan sengit antara Alden dan Bimo . Keduanya dari perusahan yang berbeda, keduanya ingin menangkan tender besar. Alden menatap tajam pada Bimo. Sialan anak ini, benar-benar ingin menusukku dari belakang. Senyum seringai kesombongan ada pada bibir Bimo. Alden menutup meeting, tanpa ada hasil atau keputusan, meeting berikutnya, akan diadakan Minggu depan. Malam menjelang, Alden pulang. Tiba-tiba. "Rosa, aku ingin bicara dengan Ibu." "Baik, tuan." Tak lama, Imelda sudah duduk, menunggu anaknya ingin membicarakan sesuatu. "Tolong Bu, sekali ini jangan halangi aku, siapkan acara untuk aku melamar Laras." "Apa!" Imelda berdiri saling kagetnya. "Kau serius? Ibu sudah ..." "Jangan banyak bertanya Bu, aku ingin besok melamar Laras, bila perlu aku ingin menikah secepatnya, sebelum Bimo menikah." Ibunya kaget, namun masih terdiam. "Aku ingin bertemu, kakek." "Jangan! Dia baru saja istirahat, mohon, jangan diganggu." "Aku hanya ingin, ijin, padanya." "Nanti ibu
"Gila! Menikah! A-ku ..." Laras terbata mendengar ajakan menikah dari Alden. "Kalau kau mau, kalau nggak diterima, kau tahu akibatnya bukan?" Alden menatap tajam pada Laras. Walau hatinya berharap wanita di depannya mau menerima permintaannya yang konyol. "Tuan ... Apa sebaiknya?" Joshua tak melanjutkan kata-katanya, tatkala tangan Alden menyuruhnya untuk diam. ""Aku hanya butuh kata trima atau tidak? Cukup itu saja, lalu kita menikah." Laras lagi-lagi hanya diam, perkataan ayahnya tempo hari masih terngiang, bila akibat menolak permintaan dari tuan muda ini. Namun, bukan Laras namanya, kalau tantangan seperti ini harus mundur. Kasih sayang pada Ayahnya lah yang menjadikan Laras harus menerima kesepakatan konyol ini. Laras mengangguk! "Bagus!" Alden langsung menjentikkan jarinya, "Joshua antar dia pulang, mobil aku bawa. Kau pesanlah greb untuk pulang." Tanpa banyak kata, Alden langsung membawa mobil itu pergi, meninggalkan Joshua , Asisten pribadinya dan Laras yang masih tak
Alden memandang Laras tak berkedip. Begitu juga Joshua. Dirinya pun kaget kalau Laras bekerja sebagai ofice girl khusus untuk lantai dua."Kau? Mengapa ada di sini?" tanya Josh."A-ku, aku kerja di sini, Tuan, sudah dua hari yang lalu. Maaf.""Josh, kau mengenalnya?" tanya Alden penuh selidik, sementara Lucky sibuk dengan berkasnya.Laras memandang Alden dengan bingung, apakah ini sebuah lelucon? Pikir Laras. Pandangan Laras seakan tak percaya, gampang sekali Tuan muda ini, mengajaknya menikah, lalu melupakan begitu saja, dan sekarang dihadapannya pura-pura tak mengenalku, batin Laras.Wajahnya ,menunduk tak paham akan semua ini. Jushua menunggu reaksi Tuan mudanya. Wajah kaku dan acuh tak acuh pada wanita di depannya, membuat Joshua ingin menjelaskan pada Tuannya tersebut, namun ... Tak lama, Laras pun pamit meninggalkan ruangan kerja milik Alden."Tuan Alden tak mengenal wanita tadi?""Tidak, tapi rasanya aku pernah mencium aroma ....""Aroma?" Lucky bertanya tak mengerti."Ah, bai