Share

05. Hati Tak Bisa Dipaksakan.

Author: Nyemoetdz Kim
last update Huling Na-update: 2024-12-12 00:46:00

"Memangnya kamu mau dijodohkan dengan duda sepertiku?" tanya pria berparas tampan itu. Mereka sungguh asyik berbincang berdua di sana. Apalagi Mama Jenar memaksa agar dirinya bisa bertemu dengan putera temannya.

"Aku tidak pernah menolak apa yang mamaku mau. Karena apa yang dia katakan menurutku sebagai keharusan, jadi aku mau menemui Mas walau itu bukan kemauanku. Bagaimana dengan Mas," jawab Jenar sambil melontarkan kembali pertanyaan yang sama.

"Jujur aku masih tidak ingin dekat dengan wanita karena aku juga ingin mengejar karirku. Ini juga kemauan orang tua, dan juga kakakku. Mereka akan sangat berisik ketika melihatku menua dengan kesendirian. Apa kamu tau jika kita ini didekatkan untuk menikah?"

"Aku tau, tapi jika kita tidak cocok, haruskah kita memaksa hati kita. Setidaknya aku menuruti mama untuk bertemu dengan Mas, urusan itu bagaimana nanti saja. Apalagi kita baru ketemu, aku belum mengenal Mas lebih jauh."

"Benar juga, tapi kata mereka, aku harus mau denganmu bagaimana pun caranya. Apa tidak masalah aku yang memiliki kenangan masa lalu akan kegagalan ini dekat dengan wanita cantik sepertimu?" Dari sikapnya, pria di hadapan Jenar terlihat baik, namun itu bukan berarti Jenar bisa menilai sekilas apa yang baru dia lihat.

Jenar diam, dia bingung ketika hatinya mau. Dia belum mengenal Damar, dia juga tidak paham bagaimana pria tampan itu bersikap. Jenar berhati-hati karena dia pernah gagal dan membuatnya takut untuk mengulangi perasaannya lagi karena sikap kasar kekasihnya dulu.

"Aku percaya apa yang Mama pilihkan untukku itu baik, tapi aku tidak bisa memaksakan diri." Dari jawaban Dokter cantik itu, dia tidak menolak, namun juga tidak menerima.

"Kita jalani saja dulu, tidak perlu gegabah menjawab pertanyaanku. Bagaimana nanti saja, jika kita cocok dan berjodoh maka kita akan menjadi satu. Sebaiknya kita habiskan makan malam ini. Maaf aku tidak bisa lama, karena ada janji dengan seseorang, lain waktu kalau tidak sibuk, kita atur ulang pertemuan kita."

"Baik, Mas. Bagaimana Mas saja, pasti Mas sangat sibuk." Jenar ingin sekali bertanya banyak hal, namun waktu mereka tidak banyak.

Seperti yang Damar katakan, jika dia ada janji dengan seseorang. Dia segera mengantarkan Jenar pulang setelah makan malam.

"Aku di sini juga baru bertugas, jadi belum tau banyak tempat di daerah ini, maaf jika aku mengajakmu ke tempat makan seperti tadi. Lain kali aku akan mencarinya yang lebih indah."

"Tadi tempatnya juga indah kok Mas."

"Aku rasa sejak tadi kamu masih canggung padaku. Bukankah seoranh Dokter pandai sekali bicara, maksudku—"

"Aku masih syok saja, ternyata Mas yang membantuku semalam yang Mama kenalkan. Jika tau seperti itu, tadi aku tidak menyia-nyiakan waktu untuk tidur. Maaf tadi membuat Mas menunggu, walau aku tidak ingin menolak permintaan Mama, kadang aku lelah saja saat Mama terus memaksaku menikah. Bukankah menghilangkan trauma itu tidak selamanya dengan menikah."

"Benar juga, tapi apa mereka paham itu. Yang mereka mau kita saling kenal satu sama lain dan menikah. Memangnya jika kamu memiliki suami abdi negara akan siap dengan konsekusinya? Saat suamimu menjalankan tugas, kamu bisa ditinggal lama." Seperti sedang membicarakan dirinya di masa lalu, Damar ingin tau pendapat Jenar.

"Aku memiliki prinsip, apa yang sudah aku pilih, aku akan genggam walau itu sakit. Dan bodohnya aku melakukan itu di kisah percintaanku sebelumnya, berakhir aku terluka batin dan fisik."

"Maksudnya, apa kekasihmu pernah menganiaya dirimu?" tanya Damar dengan tatapan terkejut.

"Kurang lebih begitu, dia selalu melampiaskan kekesalannya padaku. Harapanku saat ini semoga tidak mendapatkan pria seperti itu lagi."

Mereka berdua sama memiliki cerita yang kelam dalam percintaan, tapi Jenar ingin coba membuka hatinya lagi. Apalagi pada pria setampan Damar, siapa yang akan menolaknya. Sudah tampan, berwibawa dan sukses. Semoga ini menjadi hal baik untuk mereka.

"Terima kasih untuk makan malamnya, Mas." Sesampainya di depan rumah, Jenar langsung turun mobil Damar dan pamit.

"Sama-sama, senang bisa berkenalan denganmu. Lain waktu kita atur ulang pertemuan kita. Kalau begitu aku tinggal dulu, selamat istirahat."

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Jodoh untuk Pak Danyon (Komandan Batalyon)   97. Tamat

    "Memang Danur punya uang untuk membelinya?" Pertanyaan Prajurit itu membuat bocah itu berpikir. Ekspresinya begitu mengemaskan, selain imut, tampan, dia juga sama seperti ayahnya. Pesona ayahnya turun ke anaknya sekarang. "Danur, Ayah sudah punya anak baru. Bukankah Danur juga punya ayah baru." Damar datang dengan menggendong anak Widi yang baru 10 bulan, dan mengejek putranya itu. Menjadi Komandan Batalyon selama hampir 6 tahun, Damar banyak mendapatkan penghargaan dan prestasi yang dia dapat selama diposisinya. Bukan hanya itu, selain terkenal tegas, Damar juga bersikap baik pada bawahannya. Bukan berarti salah lantas dia akan terus mencari kesalahan, Damar memberikan nasehat yang bisa membuat bawahannya maju bukan malah diam di tempat. Beberapa Prajurit dibantu untuk pendidikan mereka. Dia membantu semampu dia, karena dia tau betul bagaimana berjuang di masa-masa seperti ini. Tegasnya Damar, dia selalu disiplin dan tidak menerima kesalahan yang fatal. "Itu adik Celine, itu b

  • Jodoh untuk Pak Danyon (Komandan Batalyon)   96. Mau Ayah Baru Saja!

    "Om, mana Ayah Danur?" Dengan pertanyaan yang belum jelas, anak usia 4 tahun itu berdiri di hadapan para Prajurit yang sedang berbaring mendengarkan arahan. "Danur, tunggu Bunda!" Langkahnya terhenti ketika melihat putranya sedang berdiri di hadapan para Prajurit. Senyum wanita cantik itu mengembang, anak kecil yang dia cari tanpa rasa malu ikut dalam barisan itu seperti seorang Komandan yang berdiri di depan Prajurit. "Ayah!!" Teriakan itu membuat wanita cantik itu berlari sebelum anak kecil itu berhasil pada ayahnya. Tawa dari para Prajurit yang berbaris terdengar ketika anak kecil itu menyelai ucapan sang ayah ketika sudah dalam gendongan. "Kenapa Ayah pergi sendiri. Bunda memaksa Danur makan, Danur masih kenyang," keluhnya. "Pak Wadan, gantikan aku bicara, anak kecil ini akan terus menggangguku," pintanya pada Wadan yang berdiri di sampingnya. "Ke mana Bunda sekarang?" tanyanya pada sang anak. Dia mundur ketika wakil komandan mengantikannya bicara dengan beberapa Praj

  • Jodoh untuk Pak Danyon (Komandan Batalyon)   95. Menjalani Hidup Setelah Duka

    "Akhirnya anak Ayah bisa pulang hari ini." Dalam gendongan sang ayah keluar rumah sakit, bayi kecil itu tampak tenang. Jenar berjalan selangkah dibelakang Damar yang begitu senang setelah hampir 1 bulan putranya di ruang NICU, akhirnya hari ini diperbolehkan pulang. Kondisinya berangsur membaik walau berat badannya masih kurang. Sore itu akhirnya Danur bisa berbaring di tempat tidur mereka. Damar sangat senang karena bisa menggendong lebih lama dari pada di NICU hanya berapa jam saja dalam sehari. Momen ini yang di tunggu sejak beberapa minggu. Sejak keluar rumah sakit, keseharian Damar berbeda. Pagi dia akan membantu istrinya merawat putranya. Membiarkan Jenar mengurus pekerjaan rumah yang lain. Damar juga menemani putranya berjemur ketika dia selesai Apel. "Aku sudah selesaikan tugasku. Aku pulang lebih dulu," ucap Damar. "Siap, Komandan!" "Sejak ada mainan hidup, aku selalu ingin pulang dan bertemu dengannya." "Siap, Ndan. Namanya juga anak baru lahir. Pastinya senang

  • Jodoh untuk Pak Danyon (Komandan Batalyon)   94. Danurdara

    "Mbak baik-baik saja?" Widi menghampiri Jenar yang termenung di depan ruang rawat. Bukannya istirahat, dia malah diam di sana. Membiarkan Damar yang sedang sakit di dalam di temani ibunya. Kehilangan dan juga kebahagian yang dirasakan sekarang seperti tamparan keras. Bukan hanya itu, Damar juga sakit saat kondisi seperti ini. "Ya, harusnya juga baik-baik saja. Bahkan aku ingin bergegas merawat suamiku yang sedang sakit. Kenapa aku secengeng ini, menjengkelkan sekali." Jemarinya menyeka air mata yang mengalir begitu saja. "Aku yakin Mbak pasti kuat. Aku tidak ingin mengatakan banyak hal karena aku tau jika Mbak mendapatkan itu semua dari keluarga yang mendukung. Mbak harus ingat, masih ada satu anak yang bisa Mbak rawat dan perjuangkan. Ingatlah diriku ini, bagaimana kisahku dengan putriku. Yang tabah, semua pasti akan baik-baik saja." Widi memegang tangan temannya itu. Dia baru bisa bertemu dengan Jenar kali ini. Dia tidak ingin mengganggu ketika di masa duka dan kebahagian y

  • Jodoh untuk Pak Danyon (Komandan Batalyon)   93. Saling Menguatkan

    "Istirahatlah, Nak, kamu terlihat begitu lelah," tutur Susi pada menantunya yang baru sampai dari Jakarta untuk memakam kan putrinya didekat makam ayahnya."Aku masih ingin melihat putraku, Ma. Rasa bersalah ini semakin mencekik ku. Aku tidak becus menjadi seorang ayah, ini terjadi karena diriku." Tangis Damar pecah ketika bicara dengan Susi. Dia menahan agar bisa menerima semua ini, tapi dia tidak sanggup lagi. Rasa sesaknya kian mencekik, dan dia luapkan pada Susi.Wulan yang mengurus semua di sana ketika Damar kembali ke Solo untuk istri dan anaknya yang lain. "Semua sudah menjadi takdir yang Tuhan gariskan. Kamu boleh bersedih, tidak dengan menyalahkan dirimu. Ini semua bukan kesalahanmu, memang kondisi kehamilan istrimu yang tidak baik."Dengan kondisi kaki yang masih dibantu penyangga untuk berjalan, Susi pergi bersama Ragil ke Solo. Dia tidak bisa hanya diam, ketika putra putri mereka membutuhkan mereka orang tuanya."Ikhlas kan, maka kamu akan terima ini semua. Istrimu membutu

  • Jodoh untuk Pak Danyon (Komandan Batalyon)   92. Duka Dibalik Bahagia

    "Saya pikir Mbak Jenar akan mengatakan pada Bapak, jika tadi melakukan kontrol mingguan bersama saya karena tak ingin menganggu istirahat Anda."Mendengar penjelasan Widi, bisa apa Damar ketika ini sudah kejadian. Waktu itu juga, Damar mendengarkan penjelasan Dokter Melati tentang kondisi istrinya.Sudah rasa sakit dia rasakan tanpa hilang, Jenar harus merasakan proses induksi karena ingin persalinan normal. Ada rasa kesal, tapi Damar tidak bisa meluapkan sekarang. Fokusnya ada pada Jenar sekarang."Mbak, bisakah kau datang. Jenar mau melahirkan di usai kandungan 25 minggu, aku harap Mbak bisa datang sekarang." Tidak hanya pada Wulan, dia juga minta doa pada Ibu dan mertuanya agar semua berjalan lancar. Meski dengan resiko yang besar."Maafkan aku, Mas," tutur Jenar dengan rintihan lirih merasakan sakit."Aku tidak ingin membahasnya, kamu harus kuat, agar mereka bisa selamat begitu juga dirimu. Kamu hampir mencelakai dirimu sendiri. Sekarang lihatlah hasilnya, tapi aku tidak mau menya

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status