Share

Malam yang Terkoyak

Aira merasakan usapan pelan di kepalanya. Saat dia membuka mata, saat itu pula Shin tersenyum kepadanya. Aira buru-buru bangkit. Dia menarik Shin duduk.

"Kau dari mana saja? Aku sampai ketiduran karena capek nyariin kamu." Aira cemberut. Anak perempuan penyuka warna ungu itu tampak kesal jika Shin pergi meninggalkannya. Sejujurnya dia merasa takut.

"Hanya mencari udara segar. Aira, bukankah besok kau mulai sekolah?" Shin juga sekolah formal tetapi dia lebih banyak bolos.

Entahlah, menurutnya belajar itu tidak menarik. Meskipun berulang kali dia dipanggil pengurus panti. Diberikan nasihat baik-baik sampai teriakan makian. Shin hanya menulikan telinga. Besoknya dia mengulangi lagi.

"Iya benar. Maukah kau menemaniku ke sekolah, Shin?" Aira menatap Shin penuh harap.

"Baiklah jika itu maumu."

"Yeah. Makasih."

"Kau tidak marah pada pamanmu?" 

Aira memutar duduk jadi menghadap Shin. "Emm, awalnya aku sedih mengapa Paman tega membawa aku kesini," aku Aira jujur. "Tapi setelah bertemu denganmu aku tak lagi sedih. Berada di panti lebih baik karena kita bisa bersama-sama," sambungnya. 

Mendengar kepolosan Aira, Shin tergelak keras sampai ujung matanya berair. Tentu saja dia senang karena hadirnya dianggap penting oleh anak perempuan cantik itu. Shin harap dia dan Aira akan bersama selamanya. Shin berjanji akan selalu menjaga Aira sampai bila masa.

"Berarti kau beruntung bertemu denganku," goda Shin.

Aira mengangguk sekaligus tersenyum. "Tentu, maukah kau menjadi kakak laki-lakiku?" 

Shin mengiyakan. Dia tidak keberatan memiliki adik perempuan secantik Aira.

"Janji kelingking," kata Aira mengangkat jari kelingkingnya mengaitkan pada jari kelingking Shin.

Mereka berdua lalu tertawa dan menghabiskan makanan yang dibawa Aira.

Malamnya selesai makan malam, Aira dan Mia membantu mencuci piring. Dua anak perempuan itu melakukannya tanpa diminta. Mereka kasihan sama Bi Yan jika harus mengerjakan semuanya sendiri.

Setelah selesai, jam menunjukkan pukul delapan malam. Aira pergi ke kamar mandi untuk berwudu.

"Aira, aku ke kamar duluan, ya."

"Iya, Mia." 

Aira melihat suasana di koridor arah ke kamar mandi sepi sekali. Mengapa seperti sudah larut malam, padahal masih belum jam delapan. Aira menepis rasa takutnya dan gegas ke kamar mandi. 

Setelah selesai, Aira setengah berlari ke kamar. Sesampainya di kamar barulah Aira menarik napas lega. Ih, kenapa pula dia jadi parno seperti ini, pikirnya. Bukankah manusia tidak boleh takut pada hantu. Dilihatnya Mia sudah tertidur. Sahabatnya itu mungkin lelah karena hari ini jadwal piket membersihkan panti.

Usai solat, Aira naik ke atas tempat tidur. Dia tak lantas memejamkan mata. Anak perempuan itu menarik buku diary dari bawah bantal dan menuliskan sesuatu. 

Setelah itu Aira tersenyum.

Tanggal, hari, dan tahun dia mengurai janji dengan Shin. Bahwa anak lelaki itu bersedia menjadi kakak angkatnya.

Aira pun merebahkan kepala ke atas bantal. Pelan matanya menutup sempurna, alam mimpi pun menariknya. 

Entah jam berapa, Aira terjaga ketika mendengar suara berisik. Pelan matanya terbuka dan betapa terkejutnya Aira ketika melihat seorang lelaki bertubuh tambun sedang berusaha menarik tubuh Mia. Dilihatnya sahabatnya itu meronta-ronta dengan mulut dibekap oleh lelaki itu. 

Jantung Aira sesaat berhenti berdetak menyaksikan pemandangan mengerikan itu. Darahnya seakan tersedot keluar membuat tubuhnya menjadi sepucat mayat.

Lelaki itu berhasil membawa pergi Mia keluar kamar. Aira yang tersadar segera turun dari tempat tidur dengan tubuh gigil. Ia bertanya-tanya gerangan akan di bawa ke mana Mia? Mengapa di tengah malam buta seperti ini.

Tubuh mungil Aira berlari menyusul lelaki itu dan Mia. Dia sampai lupa memakai alas kaki. Rasa takut dan khawatir membaur jadi satu membuat tubuhnya lemas. Aira berhenti sesaat guna menarik napas, tapi kemudian dia berlari lagi ketika dilihatnya lelaki itu menuju arah gudang.

Sesampainya di dalam gunang, Tomo melemparkan tubuh Mia ke lantai. Tangis anak perempuan itu pun pecah.

"Diam!" bentak Tomo yang tak lain suami pemilik panti. "Atau kupatahkan lehermu." 

Nyali Mia tiba-tiba ciut. Dia tidak tahu mengapa Pak Tomo memperlakukannya dengan kasar. Dia sungguh tidak tahu apa-apa.

Tiba-tiba Tomo menyeringai. Dia menarik kaki Mia dan merengsek tubuh anak perempuan itu. Saat itu pulw Aira mendorong pintu.

"Mia, Mia, aku di sini!" kata Aira berusaha menyingkirkan tubuh Tomo dari atas tubuh Mia. 

"Hey, anak mangsa satu lagi." Tomo tertawa pelan seraya mengelus pipi Aira. 

Aira yang merasa jijik menepis tangan Tomo. "Bapak mau apa bawa Mia ke sini?" tanyanya polos. "Biarkan kami tidur lagi di kamar, Pak. Ini masih malam," kata Aira memelas.

Tomo malah terkekek. Pria 50 tahun itu beranjak dari tubuh Mia, lalu mendekati Aira yang terus melangkah mundur.

"Jika kau ingin menggantikan posisinya, aku dengan senang hati menerimanya,Sayang. Kau jauh lebih cantik dan menarik."

Aira terus mundur sampai punggungnya membentur tembok. Dia ketakutan melihat wajah Tomo yang tampak menyeramkan dengan mata merah dan seringaian mirip serigala. 

"Pergi, Pak! Biarkan kami kembali ke kamar," pinta Aira memelas.

"Tidak akan! Kamu yang sudah datang ke sini dengan sukarela!" kata Tomo terus merengsek maju.

Mata Aira mulai berkaca-kaca. Dia hanya ingin membawa Mia pergi dari ruangan gelap dan pengap ini. Mengapa Pk Tomo tidak mengizinkan. Apa salah mereka berdua?

Buuuk!

"Aaargh. Sialan!" raung Tomo ketika merasakan pukulan di punggungnya. Dia berbalik dan didapatinya Mia berdiri dengan tubuh gemetar. Di tangan anak perempuan itu terdapat kayu. Berang karena Mia telah memukulnya.

Tomo pun mendorong tubuh gadis mungil tersebut hingga kepala Mia menghantam kursi.

Melihat itu mata Aira membulat sempurna. Mulutnya sedikit terbuka. Betapa kasarnya Pak Tomo kepada anak kecil, batinnya. Mengapa lelaki yang dianggap ayah oleh anak-anak panti itu tega berbuat demikian.

Lagi-lagi dia tidak menemukan jawaban apa pun. Aira berlari menghampiri Mia. Dipeluknya sahabatnya itu. Dapat dia rasakan tubuh Mia bergetar hebat. 

Mia pun meringkuk bagai tringgiling dan mulai menangis. Dia merasakan kepalanya berdenyut sakit. Beruntung, kesadarannya masih ada. Dia dan Aira sama-sama menangis memikirkan nasib mereka selepas malam ini.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Eka Suryati
Sedihnya dirimu aira Bermohonlah selalu perlindungan dari Allah ya aira sayang...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status