“Papa, apa ini? Ma, apa yang terjadi?” Suara parau dan bergetar ketika melihat kedua orang tuanya bersimpuh di atas lantai sore itu. Elissa tidak bisa lagi menahan begitu banyak pertanyaan di benaknya ketika dia melihat Mama dan papanya duduk berlutut di tanah. Menatap pintu rumah yang sudah tertutup rapat oleh dua orang dan juga sosok lelaki tua yang sudah sering datang ke rumah Elissa selama ini. Saat itu, Elissa baru saja pulang dari kampus dan dikejutkan dengan pemandangan tak wajar di hadapannya. Beberapa koper berisi pakaian juga sudah disiapkan untuk dibawa pergi. Namun, Elissa tidak mengerti apa yang telah terjadi.
“Ma, Papa, jawab aku! Ada apa ini? Kenapa kalian ada di sini, dan orang-orang ini?” Elissa duduk dan menatap mata Mama dan papanya.“Elissa, sayang. Ini bukan rumah kita lagi. Rumahnya sudah di sita.” Mama menjelaskan dengan air mata berlinang.“Ya, tapi kenapa? Kenapa, Ma? Apa kita tidak bisa melakukan sesuatu? Lalu, kenapa rumah kita di sita? Apa salah kita?” Tanya Elissa lagi.“Ah sudahlah. Jangan banyak drama. Cepat keluar dari sini. Oh iya, mana kunci mobilnya!” Pria tua itu langsung menyambar kunci mobil yang dipegang Elissa. Mobil kesayangan yang dulu menemaninya kuliah kini diambil paksa. Elissa tidak terima diperlakukan seperti itu. Karena itu, dia berani melawan pria itu.“Ini milikku, kembalikan!” Sergahnya lalu berdiri dan mulai mengambil kunci mobilnya. Namun kedua ajudan tadi langsung menahan tubuh Elissa yang telah menyerang lelaki tua itu. Jadi, Elissa juga jatuh di antara Mama dan papanya lagi“El, ayo pergi!” Papa mulai berdiri dan menggandeng tangan Elissa.“Tapi, Papa. Bagaimana dengan barang-barangku di dalam. Tas, baju, sepatu, dan lain-lain. Semuanya barang mahal!” Ucapnya tidak dapat melupakan barang mahalnya.“Mama baru saja mengambil beberapa di dalam koper. Ayo, sayang.” Tambah Mama.Dengan wajah kesal dan marah, semua perasaan menjadi satu. Tapi tetap saja, Elissa harus menerima kenyataan hari ini. Elissa, Mama Belinda Carlisle dan juga papa Rajendra, seorang pengusaha kaya, harus meninggalkan istananya sendiri.“Pa, aku tidak bisa hidup seperti ini. Apa yang sebenarnya terjadi?” Elissa terus bertanya saat mereka berjalan keluar.“Papa difitnah melakukan korupsi yang merugikan perusahaan miliaran rupiah. Makanya semua yang kita punya disita.”“Kenapa Papa tidak membela diri? Kenapa diam saja?”“Dengan apa? Papa tidak punya bukti kuat. Semua bukti mengarah ke Papa seolah-olah Papa yang melakukan kesalahan itu. Padahal, Papa sama sekali tidak melakukan itu.”“Terus kalau sudah begini, kita harus bagaimana? Aku malu sama teman-teman, Ma, Pa!”“Kamu sabar, Sayang!” Mama memeluk Elissa, anak manja yang sejak kecil sudah terbiasa dengan kemewahan. Namun hanya dalam sekejap, semua kemewahan itu sirna.“Papa akan berpikir setelah ini di mana kita akan tinggal.” Kata Papa. Setelah mengucapkan kata-kata itu, ponsel papa bergetar. Elissa dan mama pun saling berpandangan ketika melihat papa sibuk mengeluarkan handphone di sakunya. Lalu keduanya pun sama-sama mengangkat bahu, karena tidak tahu apa masalah apa lagi yang akan terjadi setelah menerima panggilan tersebut. Papa hanya tersenyum tipis melihat keduanya. Apa lagi setelah melihat panggilan masuk di handphone miliknya.“Sebentar ya, Papa angkat dulu.” Ucap Papa. Lalu mengangkat panggilan tersebut. Entah siapa saat itu yang menelponnya.“Hallo, Daniel.”“Hallo, Raja!” Sebutan yang biasa Daniel panggil untuk papanya Elissa adalah raja. Panggilan yang sudah akrab sejak masa SMA.“Apa kabar kamu sekarang, aku dengar kamu lagi ada masalah besar ya?” Sambung Daniel.“Hei, Daniel! Sudah lama tidak ada kabar dari kamu. Bagaimana kamu bisa tahu masalah aku?”“Masalah kamu di kantor sudah menyebar luas, kamu saat ini pasti butuh bantuan bukan? Kebetulan, sudah lama kita tidak ketemu kamu bisa datang ke rumah aku saat ini. Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan sama kamu.”“Baik, aku akan segera datang bersama anak dan istri saat ini juga.”“Oke, aku tunggu ya!”“Siapa, Pa?” Tanya Mama usai pembicaraan di telepon papa.“Elissa, Ma, ayo kita ke rumah teman aku. Barangkali dia bisa bantu kita saat ini.”“Ya sudah, ayo!” Tanpa berpikir panjang lagi, mama pun ikuti ajakan papa. Begitu juga dengan Elissa yang hanya mengikuti langkah kedua orangtuanya.Akhirnya, mereka pun berjalan menuju pinggir jalan untuk menghentikan sebuah taksi dan pergi menuju rumah Daniel. Kebetulan rumah mereka sebenarnya tidaklah jauh. Hanya membutuhkan waktu satu jam untuk menempuh jaraknya.Beberapa saat kemudian, mereka semua sudah sampai di depan rumah Daniel yang terlihat sangat mewah. Tidak jauh dari rumah Rajendra sebelumnya.“Wah, teman Papa orang kaya juga ternyata.” Ucap Elissa terpesona melihat kemegahan rumah Daniel teman papanya itu.“Sebenarnya, dulu dia tidaklah kaya. Ya sudah, ayo kita masuk!”Beberapa langkah setelah masuk melewati gerbang utama, ternyata Daniel sudah menunggu Raja di pintu.“Hai, teman lamaku. Apa kabar!” Daniel merentangkan kedua tangannya dan memeluk papa raja setelah mereka berdekatan. Setelah itu melepaskan pelukan dilanjut menyalami mama Belinda dan juga Elissa.“Wah, ini pasti anak kamu. Cantik ya!” Daniel menatap wajah Elissa.“Terima kasih, Paman.”“Ya sudah, ayo kita masuk dulu.” Ucap Daniel sembari mempersilahkan masuk mereka. Lalu duduk di sebuah sofa empuk, ruang tamu yang bertemakan warna emas. Elissa terpana dan terus memandangi pemandangan sekitar. Seolah, semua itu menjadi obat kesedihan sebelumnya.“Begini, Raja. Aku sudah tahu masalah kamu. Kamu pasti butuh bantuan saat ini. Nah, kebetulan aku ada rumah kosong. Kalau kamu mau, untuk sementara waktu kamu istri dan anak kamu bisa tinggal di tempat itu.”“Daniel, aku benar-benar banyak mengucapkan terima kasih sama kamu. Saat aku ada masalah, sekejap saja kamu langsung datang membantu aku.”“Tapi ada syaratnya!” Seketika ucapan Daniel membuat papa Raja, mama Belinda bahkan Elissa sontak melihat ke arah Daniel.“Eh, tenang-tenang. Aku tidak paksa kalian kok untuk ikuti syarat ini. Jika kalian tidak mau, silahkan. Kalau pun tidak ya tidak masalah.” Jelas Daniel lagi.“Setuju!” Spontan jawaban papa Raja kini menjadi sorotan mereka semua. Daniel belum mengatakan syaratnya, namun papa Raja sudah menyetujui syarat itu. Sehingga mama Belinda menyenggol bahu papa.“Wah! Kamu terlalu semangat, Raja! Baiklah, aku akan katakan syaratnya apa. Aku rasa, tidak hanya kamu yang katakan setuju. Bahkan istri dan anak kamu juga pasti akan setuju. Begini, sebenarnya aku juga punya anak tunggal. Semenjak mamanya meninggal dia jarang pulang ke rumah. Kerjanya selalu balapan mobil di luar. Bagaimana kalau anak kamu dan anak aku, kita nikahkan saja!”“Apa? Menikah?” Kali ini yang terkejut adalah Elissa, bahkan dengan mata indahnya terbelalak membulat dan besar. Entah pria seperti apa yang di katakan teman papanya itu.‘Mimpi apa aku tadi malam? Baru saja aku kehilangan semuanya, lalu aku mendapatkan tawaran perjodohan ini? Pria seperti apa dia yang doyan balapan di luar. Hi?’ Gumamnya bergidik ngeri membayangkan wajah anak Paman Daniel.“Tidak mungkin, mana mungkin kalian menikah?” Audrey masih belum percaya dengan pengakuan Arga. Elissa masih terdiam bungkam tidak tahu ingin bicara apa lagi. Di saat yang lain tidak percaya dengan ucapan Arga, termasuk Audrey, Adel pun ikut bicara tentang kebenaran tersebut.“Benar Audrey, mereka sudah menikah.”“Ya, mereka memang sudah menikah.” tambah bapak Andre saat itu yang tiba-tiba muncul di antara semuanya. Barulah mereka menganggukkan kepalanya masing-masing. Bahwa berita itu benar adanya. Seketika Audrey pun malu sudah mempermalukan Elissa. Namun dirinya sendiri yang terjebak dalam situasinya sendiri.“Maaf, jika kalian semua baru tahu soal pernikahan Arga dan Elissa. Bukan berarti mereka tidak ingin kabarkan pernikahan ini dengan kalian semua. Arga dan Elissa hanya tidak ingin membuat pesta di pernikahan mereka. Sekarang kalian sudah tahu soal mereka bukan?” Tiba-tiba mama Belinda datang dengan papa Rajendra dan menjelaskan kebenaran tersebut. Mereka semua semakin percaya
“Tidak, aku tidak akan izinkan kamu lihat papa kamu.”Singkat, namun sangat menyakitkan bagi Arga. Elissa tidak mengizinkan Arga untuk bertemu dengan papanya saat itu juga. Padahal baru saja hubungan mereka membaik. Akan tetapi ada saja hal yang membuat mereka bertengkar.“Kenapa aku tidak boleh melihat papa aku sendiri? Aku hanya ingin bertemu sebentar dengan papa. Aku tidak minta kamu untuk antar aku, aku hanya ingin tahu papa di tahan di mana. Aku ingin datang sendiri untuk melihat keadaan papa. Kamu kok jahat banget sih, Elissa!” Ucapnya dengan terisak-isak.“Aku tidak peduli tentang itu semua, Arga Pokoknya apa pun alasannya, kamu tidak boleh bertemu papa kamu untuk sementara waktu ini.”“Iya, apa alasannya? Jelaskan!” Sergah Arga. Namun Elissa hanya diam saja tidak mau berikan alasan yang sebenarnya.“El, kenapa kamu diam saja? Apa alasannya? Dia papa aku, kenapa kamu larang aku untuk bertemu dengannya. Jika aku tahu di mana papa aku kamu penjarakan, mana mungkin aku datang kema
“Untuk apa aku marah, lagi pula itu keinginan Arga. Jika tidak, mana mungkin dia lakukan itu. Kamu tahu sendiri, Arga itu hanya ingin buat aku marah agar aku meninggalkan dia. Akan tetapi, tidak semudah itu. Aku memang kesal dengan dia karena anak ini. Tadi malam aku berpikir, mungkin ada baiknya aku tetap bertahan dengan dia hingga lahir anak ini. Setelah itu, dia yang akan merawat anak ini sendiri. Haha!”Ucap Elissa dengan penuh percaya diri. Raut senyum di wajahnya tergambar jelas, bahkan malah terlihat mengejek Arga saat itu.“Sial, kenapa Elissa malah senyum-senyum. Kok dia tidak marah sih, minimal samperin kek, terus marah-marah dan tinggalkan aku. Masa bodo dengan orang yang banyak tahu nanti masalahnya. Yang penting aku bisa terbebas dari dia.” Ucap Arga lirih.“Arga, kamu bicara apa? Bicara dengan aku ya?” Tanya Audrey saat itu.“Oh, tidak. Tidak kok, aku ke kelas duluan ya. Ada tugas yang belum aku selesaikan.” Ucap Arga beralasan.“Hem, oke. Baiklah!” Balas Audrey dengan p
“Jangan mendekat!” Spontan ucapan Arga terdengar sangat ketakutan ketika melihat Elissa. Bahkan Arga tidak ingin berdekatan dengan Elissa lagi.“Kenapa?” Tanya Elissa saat itu yang hendak duduk di sebuah kursi untuk ikut makan bersama dengan keluarga besar papa Rajendra.“Arga, kamu kenapa? Kok sepertinya ketakutan melihat Elissa?”“Tidak apa-apa, Ma, Pa.” Jawab Arga lirih takut jika yang lain tahu bahwa dia takut dengan Elissa saat itu.“Ma, Pa, sudah aku bilang sejak awal. Kenapa juga izinkan Arga tinggal di sini. Sekarang lihat saja, dekat atau lihat aku saja tidak mau. Jadi apa gunanya dia ada di sini. Ha?”“Sudah diam Elissa. Berulang kali Papa katakan sama kamu, Arga itu suami kamu. Dia papa dari anak yang kamu kandung, jadi kamu harus hormati dia. Bukan kamu perlakukan seperti ini!”“Tapi, Pa. Sejak awal aku sudah tidak suka dengan perjodohan ini. Kenapa Mama dan Papa paksa aku. Lihat, terbukti sekarang kalau papa Arga itu sudah menipu Papa. Apa Papa masih tidak percaya dan mau
Di tengah malam yang mencekam, mati lampu dan suasana di luar hujan begitu deras sejak sore tadi. Arga yang tengah tidur bersama Elissa saat itu, mau tidak mau harus dia lakukan.Arga sengaja membiarkan Elissa untuk tidur bersamanya malam itu. Karena dia ingin memberikan kesempatan pada Elissa sebagai bentuk tanggung jawab terhadap anaknya.“Kamu pikir, aku biarkan kamu tidur bersamaku malam ini tidak dengan tujuan aku Arga? Kamu akan tahu sendiri akibatnya. Rasakan ini!” Elissa memegang bantalnya dan mengarahkan pada wajah Arga agar kesulitan bernapas saat bantal itu di tekan di atasnya. Lalu bantal itu pun di gunakan Elissa untuk menekan bagian pernapasan Arga dengan kuat. Sehingga Arga kesulitan bernapas dalam tidurnya dan meronta-ronta. Sekujur tubuh tegang, kedua tangan dan kakinya meronta dengan keras. Namun karena tubuh Elissa menindih tubuh Arga, jadi Arga tidak dapat banyak bergerak. Elissa masih dengan posisinya yang bersemangat untuk membunuh sang suaminya sendiri. Sebuah s
Arga yang mendengar itu pun langsung panik dan bingung dengan apa yang terjadi sebenarnya. Papa Daniel hanya bisa diam, dia tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Karena laporan itu benar adanya apa yang sudah dia lakukan sebelumnya.“Tangkaplah saya, Pak!” Ucap Papa dengan mudahnya menyerahkan diri.“Apa-apaan ini, Pa? Apa yang sebenarnya sudah terjadi? Masalah apa sebenarnya? Kenapa aku tidak tahu apa-apa?”Plok! Plok! Plok!Suara tepuk tangan terdengar nyaring dari pintu masuk saat itu. Elissa dan Mama papanya melangkah masuk. Elissa yang tampak senang, karena sebentar lagi dia akan mendapatkan haknya kembali dan memberikan kepada orang tua sebagai kejutan. Sedangkan mama Belinda dan papa Rajendra malah bingung.“Elissa, sebenarnya apa yang ingin kamu tunjukkan kepada kami?” Tanya Papa heran.“Pa, harta kita akan kembali ke tangan kita lagi. Papa Daniel sudah ketahuan dan dia harus menanggung semua yang sudah dia lakukan selama ini.”“Maksud kamu apa?” Tanya Mama belum mengerti. Namun Ar
“Apa? Jadi Mbak Elissa hamil?” Ucap Bibi Lusy dengan wajah sumringah. Akhirnya akan ada anggota baru di rumah itu.“Mbak, Mbak, El. Mbak, apa yang ingin Mbak lakukan? Mbak hamil? Jangan lakukan ini, Mbak. Seharusnya Mbak bahagia. Bukannya malah mengakhiri semua ini.”“Buat apa, Bik? Lihat, apa yang sudah Arga lakukan? Dia tidak mau terima anak ini. Jadi untuk apa dia hidup, jika dia tidak mau mati sendiri. Lebih baik mati dengan aku, Bik.”“Astaghfirullah, istighfar Mbak El. Istighfar. Jangan berpikir seperti itu. Dosa.” Ucap Bibi Lusy terus mencoba menasihati Elissa. Arga hanya tertegun diam saja saat itu tidak dapat bicara lagi.“Mas Arga, bagaimana ini?”“Ya sudah kita bawa dia ke kamar saja. Biar Elissa tenangkan pikirannya dulu.” Perintah Arga pada Bibi Lusy untuk membawa Elissa masuk ke dalam kamar terlebih dahulu.“Baik, Mas.” Bibi Lusy pun langsung menuntun Elissa untuk masuk ke kamar. Namun Elissa menolak mentah-mentah.“Tidak perlu, aku bisa jalan sendiri kok.” Elissa menola
“Selamat ya, Mbak Elissa. Usia kehamilan Anda sudah satu bulan.”“Terima kasih, Dokter!” Balas Elissa.Setelah mengetahui hasil tesnya, Elissa buru-buru keluar. Perasaannya saat itu benar-benar kacau. Dia tidak tahu harus bagaimana lagi, harus senang atau marah untuk saat ini.“El, bagaimana hasilnya?” Tanya Adel saat itu yang duduk menunggu di luar ruangan.“Aku tidak menginginkan anak ini, kenapa dia hadir di waktu yang tidak tepat.”“El, jadi kamu benar-benar hamil? El, jangan berpikir yang bukan-bukan dulu ya. Lebih baik kamu bicarakan baik-baik dengan Arga bagaimana solusinya. Kamu jangan terlalu gegabah. Mungkin dengan hadirnya anak ini, cara Allah dekatkan diri kamu dengan Arga. Mungkin kalian sudah di takdirkan untuk berjodoh.”“Tidak, Adel. Aku belum siap untuk saat ini. Aku bingung harus bagaimana.”“Ya sudah, yang penting kamu cukup tenang dulu ya. Ayo biar aku antar kamu pulang. Ayo!”***“Arga, aku ingin katakan sesuatu sama kamu sekarang!”“Katakan saja, apa itu?”“Aku h
“Elissa, terima kasih ya sudah bantu aku tadi.” Arga langsung memeluk Elissa saat itu juga. Elissa pun memeluk balik Arga dengan tulus dan sangat erat.“Kalau saja tadi tidak ada kamu, entah apa yang akan di lakukan Gea terhadap aku.”“Sudah, kamu yang tenang ya! Jangan pikirkan lagi soal itu. Ada aku di sini.” Elissa memeluk dan mengelus rambut Arga dengan lembut. Bahkan Elissa berani mencium rambut Arga saat itu.‘Baru kali ini aku memeluk Arga dalam keadaan sadar. Entah kenapa perasaan aku sangat bahagia dan nyaman. Apa benar aku mulai suka dengan Arga?’ Gumam Elissa. Begitu juga dengan Arga, dia juga merasakan hal yang sama.‘Kenapa aku merasa nyaman di pelukan Elissa ya? Apa aku mulai menyukai Elissa? Tidak mungkin.’Tok! Tok! Tok!Tiba-tiba pintu kamar ada yang mengetuk dari luar. Elissa dan Arga segera melepaskan pelukannya saat itu.“Hem, siapa ya?” Arga segera membuka pintu kamar. Terlihat Bibik Lusy langsung memberikan sebuah kotak.“Mas, ini untuk Mas Arga.” Bibik Lusy meny