Share

Chapter 4

Author: Bintang Perak
last update Huling Na-update: 2025-08-28 15:27:53

“Mohon maaf, Juragan.” Kakek Sadeli lebih menegakkan badan untuk mendukung keseriusan kata yang akan dia ucapkan.

“Bukannya saya sombong, bukannya saya tidak menghargai Anda, tapi Alana ... selain dia masih terlalu muda, dia juga ... hanya akan saya nikahkan dengan orang yang benar-benar dicintainya.”

Kata-kata itu menohok, mengungkit perbedaan yang membumi langit terkait usia, Juragan Wasesa sedikit menajamkan mata.

Kakek Sadeli yang tegas itu kemudian melanjutkan, “Dan meskipun kami hidup dalam keterbatasan, kami masih merasa cukup, kami tidak pernah kelaparan. Jadi ... silakan manfaatkan uang Anda yang berlimpah ini untuk kepentingan Anda yang lain. Sekali lagi saya mohon maaf, Juragan.”

Koper yang terbuka dengan isi gepokan uang ditutup, lalu disodorkan kembali ke hadapan Juragan Wasesa oleh Kakek Sadeli. Itu mahar yang dipersembahkan untuk mempersunting Alana. Jumlah yang sangat banyak untuk harga seorang gadis kampung yang bahkan tidak berpendidikan tinggi.

Mendapat penolakan dengan cara seperti demikian, Juragan Wasesa tersenyum tipis sambil mengangguk kecil, siratnya jelas, merasa diremehkan. Tapi dia 'tak bisa mendebat Kakek Sadeli karena pria tua itu cukup punya pengaruh baik di satu desa. 

“Baiklah, Pak Sadeli. Terima kasih atas jawaban tegas Anda," katanya, kemudian meminta asisten yang sedari tadi berdiri di belakang untuk mengambil uangnya kembali.

Saat itu terjadi, Marni bergerak resah. Melihat uang sebanyak itu mencuatkan jiwa serakah dalam matanya.

Juragan Wasesa mengerti gelagat wanita itu, ulas senyuman kecut singgah singkat di wajahnya sebelum kemudian berdiri.

“Kalau begitu kami permisi, Pak Sadeli, Nyonya Marni, dan si cantik ini ....”

“Tari, Juragan! Namanya Tari!" Marni menyergah dengan semangat.

“Ah, Tari. Selamat malam.”

Utari membalas dengan satu anggukan kaku.

Wasesa dan asistennya berlalu.

“Jangan sekali-kali berpikir menumbalkan cucu-cucuku demi uang, Marni!” Kakek Sadeli memperingatkan anak perempuannya sambil beranjak menuju kamar. “Masuk kamarmu, Tari!”

“Baik, Kek.”

Marni kesal, menatap bapak dan putrinya yang menjauh dengan mulut bersungut-sungut. “Dasar Bapak munafik. Tidak bisakah mengiyakan saja? Uang itu kan banyak sekali, bisa untuk membeli segala macam keperluan. Lagi pula apa berharganya si Lana itu? Cuih!”

Esok harinya.

Sebuah mobil berhenti di halaman rumah, berkilat dan sangat mewah.

Dengan kacamata hitam bertengger di tulang hidung lurus mencuat dan juga tegas, Kailash Daniel turun dari kursi kemudi. Dari pintu lainnya, Alana ikut menyembulkan diri.

Alana dihampirinya, mengambil posisi sejajar, Kailash mengamati rumah sederhana berpagar bambu di hadapannya.

“Ini rumahmu?” tanyanya pada Alana.

“Iya," jawab Alana dengan satu anggukan, lalu memimpin melangkah melewati pagar, masuk ke area rumah.

Mulanya Alana menolak diantar pulang, tapi paksaan Kailash membuatnya mengalah pasrah.

"Kenapa?Apa kamu takut di marahi kakekmu?" tanya Kailash saat Alana malah terdiam menatap daun pintu di depan muka.

“Sedikit," jawab Alana dengan raut merenyih.

Kailash terkekeh, impulsif satu telapak tangannya mengasak bagian poni Alana. “Tenang saja, aku akan bantu jelaskan."

Alana mendongak, menatap wajah lelaki tinggi itu lalu tersenyum tipis. “Terima kasih.”

Tanpa Alana sadari, sepasang mata tengah memperhatikannya dari kejauhan.

“Siapa lelaki asing itu, Lana? Kenapa kamu terlihat sangat dekat dengannya?” ---Dirga Riyadi, kekasih hati Alana. 

Di dalam rumah.

Alana sudah berkumpul dengan Kakek Sadeli dan juga Tari. Tidak ada Marni, entah kemana janda rempong itu.

“Terima kasih sudah menolong Alana, Nak," ucap tulus Kakek pada Kailash. “Semalamam Kakek benar-benar tidak bisa tidur karena memikirkannya.”

“Sama-sama, Kakek," balas Kailash dengan senyuman teduhnya. “Alana sudah kembali, jadi Kakek bisa istirahat tidur sekarang.”

“Dia benar.” Alana mengusap lengan kakeknya, lalu menatap wajah tua yang sepenuh langit dan bumi sangat dicintainya itu. “Maafkan Lana karena lagi-lagi membuat cemas Kakek.”

Kakek Sadeli membalas senyum. “Tak apa, Nak. Cemas Kakek sudah menghilang sekarang. Kamu sudah ada di depan Kakek.”

“Kalau begitu Kakek harus istirahat, mata Kakek sudah seperti panda!" sambar Alana dengan cerianya.

Kailash terpana, pertama kali semenjak bertemu kemarin, melihat senyuman Alana ... begitu cantik, dia jadi tertular untuk tersenyum.

Dan di satu sisi lain, terpana itu menimpa Utari yang sedari tadi masih diam memerhatikan. Senyuman Kailash .... “Dia seperti Arjuna.”

Sampai suara Kakek Sadeli memecah irama, mengalihkan semua atensi.

“Sebelum Kakek ke kamar, Kakek ingin tahu dulu, kenapa kamu bisa sampai pingsan di perkebunan?”

Itu poin penting.

Selain Kakek dan Tari, Kailash juga ingin mengetahui detail tentang hal itu. Sepanjang di rumah sakit, Alana tak menceritakan apa pun selain menunjukkan dirinya yang ketakukan.

Diawali ragu karena takut kakeknya marah, juga karena adanya Kailash di antara mereka, Alana menceritakan semua secara perlahan namun tersusun. Dan semua orang di hadapannya setara terkejut setelah usai penjelasannya, terutama Kakek Sadeli.

“Juragan gila itu. Pantas saja semalam begitu percaya diri datang kemari membawa tumpukan uang.”

Alana yang terperanjat. “Apa Kakek bilang?! Juragan datang kemari?!"

“Ya, Kak Lana." Utari mengambil jawaban. “Dia ingin melamar Kakak.”

Raut Alana tersurut. Ingatannya melayang pada bunyi ancaman Juragan Wasesa.

Kailash menelisik. “Kenapa? Apa ada yang mengganggu pikiranmu?"

Pandangan Alana terhela padanya, lalu menggeleng. “Tidak, tidak ada."

Tentu saja bohong dan Kailash sangat menyadari itu, tapi dia memilih diam karena masalah mereka bukan ranahnya.

Beberapa saat kemudian ....

Kakek Sadeli sudah masuk ke dalam kamar dan beristirahat. Begadang menunggu Alana semalaman membuatnya cukup lelah dan langsung menempuh mimpi.

Sementara di luar.

Alana dan Kailash kini duduk di teras, berdua saja. Utari ada di dapur, memasak untuk makan siang semua. Alana ditolaknya saat akan membantu, dimintanya tetap menemani Kailash saja.

Kailash meresapi udara sejuk desa yang tidak pernah didapatnya di kota tempatnya tinggal, sembari menikmati teh yang dihidangkan Alana lima menit lalu.

“Rumahmu ini sangat bersih dan nyaman. Ditambah udaranya sejuk, aku merasa seperti ada dunia yang berbeda." Pria itu tersenyum seraya menoleh Alana.

“Kamu benar. Di sini memang seperti surga,” kata Alana. Sekilas menatap balik Kailash, lalu beralih lurus ke depan. “Tapi terkadang juga seperti neraka.”

Kata terakhir melengakkan pandangan Kailash, memudar perlahan senyumnya untuk keindahan desa yang dipujinya sebelum ungkapan Alana. “Apa kau ingin pergi ke tempat lain?”

Alana menggeleng. “Tidak.”

“Lalu?”

Napas panjang dipaut Alana, lalu menjawab, “Entahlah. Aku juga tak yakin.”

Di balik pintu, Utari mendengarkan percakapan mereka, Alana dan Kailash yang terdengar serius dan intens.

“Sepertinya pria tampan itu menyukai Kak Lana," cicit hatinya, lalu tersenyum sumbang. “Ya, siapa pun, pria mana pun, usia berapa pun, tidak ada yang tidak jatuh cinta pada Kak Lana.”

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Jungkir Balik Dunia Alana   Chapter 7

    “Cepat! Jangan berjalan seperti siput!” Bentakan demi bentakan Marni 'tak ada habisnya, Alana hanya bisa pasrah mengikuti semau bibinya yang durjana itu. Sampai di halaman rumah. “Senyum! Jangan pasang wajah seperti habis disiksa seperti itu!” peringatan Marni tepat di depan telinga Alana, suara menggeram dan penuh tekanan, tidak ingin dibantah. Selangkah masuk ke dalam rumah, ekspresi Marni tiba-tiba melunak, mencuatkan keheranan Alana. Dan keheranan itu terjawab saat seraut wajah ditemukan pasang matanya. Jantung yang mula tenang seketika bertabuh kencang. “Juragan Wasesa!” Lelaki tua itu duduk santai bersadar sofa dengan kaki bersilang. Seringai mewarnai wajah saat tatapan Alana menjumpainya. “Saya sudah membawa Alana, Juragan," kata Marni. Juragan Wasesa tersenyum senang. “Bagus, Nyonya Marni.” “Lana! Cepat pergi dari sini, Nak!" Pandangan Alana terentak ke lain arah. “Kakek!” Terkejut kedua kali, kiri kanan tubuh Kakek Sadeli dicekal dua orang anak buah Juragan Wasesa.

  • Jungkir Balik Dunia Alana   Chapter 6

    Angin berembus kencang, menerbangkan dedaunan tua yang sudah menyerah dari tangkai bagian pohon.Suara deru air sungai yang mengalir deras, menemani Alana yang terduduk di atas bebatuan dengan memeluk lipatan kaki.Air mata masih setia mendampingi, mewakili segala yang dirasakannya sekarang. Ingin berlari sekencang-kencangnya, melepas semua beban yang sesak penuh di dada, tapi kakinya terlalu lemah untuk diajak berlari.Ketika larut dalam melodi, Alana tersentak. Seseorang menepuk pundaknya dari belakang. “Isan!”Wajah anak itu riang dengan senyumnya.“Kamu memancing?" tanya Alana seraya berdiri.Isan mengangguk seraya mengangkat pancingan dan ember kecil di kedua tangan.“Sudah dapat ikannya?”“Hmm.”“Coba lihat!"Ember kecil berisi ikan disodorkan Isan segera pada Alana.“Wah, ada dua, besar-besar! Kamu hebat, San!”Pujian itu melebarkan senyuman Isan. Setelah menaruh wadah ikannya di atas batu, ia bertanya balik pada Alana, “Kakak sendiri sedang apa di sini?" (Isyarat).Pertanyaan

  • Jungkir Balik Dunia Alana   Chapter 5

    Kailash Daniel sudah menyelesaikan urusannya di desa itu. Merasa telah dekat dengan Alana dan keluarga, sebelum kembali ke ibukota, dia menyempatkan mampir kembali ke rumah itu. Sekedar pamit dan memberikan sedikit uang untuk Kakek Sadeli.Untungnya, Marni lagi-lagi sedang keluar saat Kailash datang. Jika tidak, maka Kailash akan menjadi tujuan barunya. Tentu saja menggunakan Utari sebagai umpan.Namun keburukan di saat sama, hari itu juga Dirga melihatーkedua kali, betapa Alana begitu akrab dengan pria asing yang mendadak menjadi rival di dunianya.Akan tetapi lagi-lagi seperti tolol, Dirga hanya melihat di kejauhan lalu pergi membawa setumpuk amarah dari rasa cemburu di ubun-ubun.Hari berikutnya.Kehidupan Alana setelah memutuskan keluar dari pekerjaannya di perkebunan Juragan Wasesa menjadi semakin ricuh. Mendengar bentakan Marni setiap waktu rasanya seperti memutuskan saraf sendiri.Dan hari ini, Alana memutuskan mencari pekerjaan di tempat lain. Dia berjalan ke arah pasar seorang

  • Jungkir Balik Dunia Alana   Chapter 4

    “Mohon maaf, Juragan.” Kakek Sadeli lebih menegakkan badan untuk mendukung keseriusan kata yang akan dia ucapkan.“Bukannya saya sombong, bukannya saya tidak menghargai Anda, tapi Alana ... selain dia masih terlalu muda, dia juga ... hanya akan saya nikahkan dengan orang yang benar-benar dicintainya.”Kata-kata itu menohok, mengungkit perbedaan yang membumi langit terkait usia, Juragan Wasesa sedikit menajamkan mata.Kakek Sadeli yang tegas itu kemudian melanjutkan, “Dan meskipun kami hidup dalam keterbatasan, kami masih merasa cukup, kami tidak pernah kelaparan. Jadi ... silakan manfaatkan uang Anda yang berlimpah ini untuk kepentingan Anda yang lain. Sekali lagi saya mohon maaf, Juragan.”Koper yang terbuka dengan isi gepokan uang ditutup, lalu disodorkan kembali ke hadapan Juragan Wasesa oleh Kakek Sadeli. Itu mahar yang dipersembahkan untuk mempersunting Alana. Jumlah yang sangat banyak untuk harga seorang gadis kampung yang bahkan tidak berpendidikan tinggi.Mendapat penolakan de

  • Jungkir Balik Dunia Alana   Chapter 3

    Pukul 18.30 malam di meja makan.“Apa Lana belum juga pulang, Tari?" Kakek Sadeli bertanya, beliau baru saja mengisi duduk sebuah kursi di samping cucunyaーUtari, anak perempuan Marni.“Sepertinya belum, Kek," jawab Tari, sambil menyendok nasi ke piring kosong milik sang kakek.“Kemana perginya anak itu?"“Palingan juga dia di bawa laki-laki, Pak!” Marni menimpal, wajahnya selalu kecut jika menyangkut Alana.“Bu ... berhentilah berkata buruk tentang Kak Lana,” Utari menegur ibunya.“Kamu jangan ikut-ikutan membela gadis liar itu seperti Kakekmu, Tari! Dia itu tidak pantas dikasih hati."Utari dan Kakek Sadeli hanya saling melempar pandang tanpa mengatakan apa pun. Berdebat dengan Marni bukan hal yang patut dikejar.Mereka melanjutkan makan tanpa bicara lagi.Saat sama, suara ketukan pintu terdengar, menyentak segenap perhatian.“Nah, itu pasti Lana!” Kakek beranjak semangat.“Biar Tari yang buka pintunya, Kek!”Kakek mengangguk dan duduk lagi.Utari beranjak dan berjalan menghampiri pi

  • Jungkir Balik Dunia Alana   Chapter 2

    Dua hari berlalu ....Alana kini sedang berada di tengah-tengah hamparan luas sebuah perkebunan teh di desanyaーDesa Tanjung Sekar. Tidak ada waktu untuk menggulung perasaan takut setelah penculikan itu, tidak boleh trauma.Di punggungnya, dia menggendong sebuah keranjang bambu berukuran besar, tempatnya menampung pucuk-pucuk daun teh yang telah dipetiknya.“Lana."Seseorang menepuk pundaknya dari belakang.Alana terpancing perhatian dan mendapati seraut wajah, lalu tersenyum lebar. "Dirga.”Pemuda manis bernama Dirga itu kekasihnya.“Kenapa ke sini? Kamu tidak bekerja?"Dirga menggeleng seraya merapat ke samping Alana. "Ada rapat di pusat kota, aku malas ikut. Lebih baik ke sini menemani kamu kerja.”“Hmm, begitu," tanggap Alana, meneruskan kembali pekerjaannya. “Tapi pekerjaanku akan sangat membosankan. Kamu pasti akan kabur dalam sepuluh menit.”“Tidak akan!” sanggah Dirga, mulai ikut membantu, berkutat dengan daun-daun teh. “Bersama gadis tercantik di Tanjung Sekar, siapa pun akan

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status