Sesuai rencana, malam ini Adnan memaksa sang kakak untuk bicara dengannya. Arkan sudah jengkel dengan kelakuan adiknya tersebut, namun tetap membiarkan Adnan masuk ke kamarnya juga.
"Ada apa lagi?" Arkan bertanya dengan sebal pada Adnan yang mengganggunya. Padahal Arkan berniat akan tidur.
"Bagaimana saranku kemarin?" tanya Adnan tak sabar.
"Saran yang gila, Adnan." Arkan menjawab dengan tatapan tajam.
"Pikirkan dengan baik, Kak. Maksudku, aku yakin Papa dan Mama akan setuju, asal mereka punya cucu saja." Adnan bicara lagi, yakin sekali dengan perkiraannya.
"Walau aku melakukan saranmu tersebut, aku tetap tak mau menikah dengan sembarang wanita, Adnan."
"Aku memiliki seseorang yang mungkin cocok untukmu, Kak." Adnan berkata dengan cepat. Dia menyimpan sebuah map di depan Arkan dan menyuruh Arkan melihat isinya. Arkan yang penasaran pun mengambil map tersebut dan melihat isinya.
"Siapa perempuan ini?" Arkan bertanya dengan beran.
"Dia adalah teman kuliahku dan Delia. Kami tak akrab, tapi satu angkatan. Aku dan Delia sudah bekerja keras mencari semua tentang dia, dan aku yakin dia cocok untuk rencana ini," jawab Adnan. Isi map tersebut adalah biografi Aruna, yang sengaja Adnan buat.
"Cocok seperti apa?" tanya Arkan seraya menutup map tersebut.
"Begini, dia sekarang sedang terdesak masalah ekonomi. Dia tak memiliki uang untuk membayar SPP semester terakhir, sedangkan itu adalah salah satu syarat untuk ikut wisuda. Dan setelah aku cari tahu lebih banyak lagi, Aruna sekarang memiliki banyak utang." Adnan menjelaskan.
"Banyak utang? Sudah jelas aku tak mau dengannya." Arkan langsung menolak mentah-mentah.
"Dengerin dulu, Kak," ucap Adnan sebal.
"Utang itu bukan utangnya. Tapi utang mendiang ibunya. Dan ternyata, ibunya berutang juga untuk biaya kuliahnya selama ini," lanjut Adnan.
"Ayahnya bekerja sebagai supir pribadi dan sudah menyiapkan biaya pendidikan untuknya. Tapi ayahnya meninggal empat tahun yang lalu. Setelah ayahnya meninggal, ibunya menikah lagi. Dan ibunya salah pilih suami. Tabungan pendidikan Aruna terkuras habis oleh ayah tirinya. Hingga akhirnya ibunya berhutang sana-sini untuk biaya kuliah Aruna. Dan yang kudengar juga, Aruna sering ditekan oleh ayah tirinya untuk segera membayar semua utang ibunya karena ayah tirinya tak mau bertanggung jawab apapun." Adnan menjelaskan secara rinci dan detail tentang masalah Aruna yang dia ketahui. Jika dipikir lagi, sebenarnya Aruna berasal dari keluarga yang baik. Ayahnya bertanggung jawab sampai memiliki tabungan khusus untuk pendidikan Aruna. Kesalahan pertama adalah ibunya menikah lagi dengan pria yang salah. Namun walau begitu, ibunya tetap bertanggung jawab agar kuliah Aruna tidak putus dan tetap berlanjut.
Namun ternyata, usianya tak lama hingga hutang-hutangnya belum semua terbayar dan sekarang menjadi tanggungan Aruna. Sedangkan ayah tiri Aruna sudah mengeruk habis harta keluarga Aruna, dan sekarang tak terima karena dikejar-kejar oleh yang punya uang. Makanya Aruna juga ditekan oleh ayah tirinya agar semua utang ibunya cepat dibayar.
"Jadi gini maksudku, Kak. Kakak menikah dengan Aruna. Mau nikah kontrak atau nikah beneran terserah aku tak peduli. Nah, Kakak bisa membantu Aruna keluar dari masalahnya, karena aku yakin uang Kakak tak terbatas. Lalu sebagai imbalan, Aruna bisa melahirkan seorang anak untuk Kakak. Aruna untung, Kakak juga untung. Belum lagi Papa dan Mama yang bahagia karena punya cucu. Aku dan Delia juga aman nantinya." Adnan menjelaskan lagi. Arkan hanya diam mendengarkan penjelasan adiknya tersebut. Walau terdengar bodoh, namun saran Adnan cukup masuk akal juga. Semua pihak mendapatkan keuntungan masing-masing nantinya.
"Aruna juga bukan orang sembarangan. Maksudku, dia juga berasal dari keluarga baik walau tidak kaya seperti kita. Ayah dan ibunya adalah orang tua yang bertanggung jawab. Permasalahan hidup Aruna hanya satu. Ayah tirinya." Adnan berkata lagi.
"Kalau Kakak setuju, aku dan Delia akan bicara pada Aruna. Aku yakin sih Aruna tak akan menolak jika ditawari uang banyak untuk membayar utang mendiang ibunya." Adnan berkata dengan sangat percaya diri. Arkan menatapnya dengan datar dan menyimpan map yang Adnan berikan di atas meja.
"Sebelum bicara pada perempuan yang kau maksud, kita harus bicara dulu pada Papa dan Mama," ucap Arkan. Adnan tersenyum lebar dan menjetikkan jarinya dengan semangat.
"Ayo! Kita bicarakan sekarang." Adnan berkata dengan semangat. Dia mengambil map itu dan berjalan keluar dari kamar Arkan. Arkan menghela nafas pelan dan mengikuti langkah adiknya tersebut. Arkan tak percaya pada dirinya sendiri sekarang. Bisa-bisanya dia menurut saja pada ide gila adiknya.
***
Arkan dan Adnan kini berada di dalam kamar orang tuanya. Ya, mereka berhasil mengganggu waktu tidur orang tua mereka hanya untuk membahas rencana yang sudah Adnan susun secara matang. Tio yang penasaran akhirnya menyuruh mereka berdua masuk ke dalam kamar dan menjelaskan rencana kedua anaknya tersebut. Dan Adnan lah yang menceritakannya dari awal sampai selesai. Menceritakan semuanya dengan detail, sesuai yang dia katakan pada Arkan.
"Kalian gila? Pernikahan itu bukan hal yang bisa dipermainkan!" sentak Hana. Dia jelas tak setuju saat Adnan menyebut Arkan bisa menikah secara kontrak hanya sampai punya anak saja.
"Bukan aku yang membuat rencana itu," balas Arkan langsung. Adnan mendelik kesal pada kakaknya saat mendengar itu.
"Ya, mereka bisa menikah secara sungguhan, Ma. Maksudku, Kak Arkan jadi orang baik juga karena membantu Aruna keluar dari masalahnya. Untuk seorang gadis seusia dirinya dan sudah tak punya orang tua, pasti sulit menghadapi utang-utang tersebut," ucap Adnan. Dia memang pandai sekali bicara agar keluarganya setuju dengan rencananya yang gila.
"Perempuan itu harus dari keluarga baik-baik. Papa tidak mau memiliki seorang cucu dari seorang wanita yang tak jelas asal-usul dan hidupnya selama ini." Tio berucap. Hana membelalak kaget mendengar ucapan suaminya.
"Mas, kamu setuju?" Hana bertanya.
"Aku hanya ingin seorang cucu saja," jawab Tio dengan tegas. Hana menggelengkan kepala, tak percaya suaminya akan setuju dengan rencana gila kedua anak mereka.
"Tenang, Pa. Aruna memang bukan mahasiswa berprestasi di kampus. Tapi dia juga tak pernah terdengar ada berita miringnya. Sekarang dia dibicarakan anak-anak karena masalah utang mendiang ibunya yang menyebar. Dia difitnah teman-temannya," ujar Adnan. Dia menatap sang ayah dengan serius, pertanda kalau dia tidak main-main dengan ucapannya barusan.
"Baik. Papa setuju. Bawa dia secepatnya ke hadapan Papa." Tio memutuskan sepihak. Hana menatap suaminya dengan tatapan tak percaya. Sedangkan Arkan hanya menghela nafas. Memang dasarnya Adnan kurang ajar. Dia mengorbankan Arkan agar semua orang mendapatkan keuntungan. Ya, walau sebenarnya Arkan tak rugi-rugi amat juga.
"Oke. Besok aku akan bicara pada Aruna dan secepatnya mengajak dia bertemu kalian." Adnan berkata dengan semangat. Akhirnya, rencana dia berhasil.
Saat Adnan memperlihatkan foto seorang gadis yang menurutnya cocok jadi istriku, aku benar-benar tidak tertarik. Dia terlihat seperti gadis kuliahan biasa dan tak ada istimewanya sedikit pun bagiku. Saat Adnan menceritakan semua kesusahan Aruna, aku bahkan tak merasa kasihan juga. Karena ya, setiap orang punya masalah kan? Hanya saja masalah setiap orang berbeda-beda.Yang awal menarik perhatianku adalah saat Adnan bercerita tentang Aruna yang dikhianati teman-temannya. Cukup menyakitkan, karena aku tahu bagaimana rasanya. Apalagi Aruna yang memang sudah tak punya orang tua lagi.Malam itu, Adnan datang ke kamarku dengan tergesa-gesa sambil memakai jaket. Dia terlihat sangat panik saat berkata kalau Aruna sedang dalam bahaya. Sedangkan aku, biasa saja. Kadang aku heran. Apakah sebenarnya Adnan menyukai Aruna? Sampai segitu paniknya.Walau malas, pada akhirnya aku tetap mengantar Adnan ke rumah Aruna. Selama aku menyetir, Adnan sibuk menghubungi polisi dan meminta mereka untuk langsung
Pukul empat sore lebih beberapa menit, Arkan kembali menemui Adara dan Tanti di lobi. Tidak sendirian, karena di sana Arkan bersama dengan Aruna dan Kenzi yang tidur dalam gendongan Aruna. Sedangkan Tio dan Hana sudah pulang lebih dulu sejak tadi.Di lobi, masih ada beberapa karyawan lain yang belum pulang. Sebagian ada yang memilih langsung pergi, sebagian ada yang tetap di sana karena penasaran apa yang akan Arkan lakukan pada dua karyawan baru, Adara dan Tanti."Kami sudah bicara pada semua orang, Pak. Kami mengaku salah karena sudah menyebarkan fitnah." Adara berbicara dengan kepala menunduk. Mereka tak berani menatap Arkan, bahkan untuk melihat ke arah Aruna pun mereka tak berani."Apakah dengan kalian bicara gosipnya akan mereda?" tanya Arkan. Arkan terlihat masih marah pada dua karyawannya tersebut. Dan yang lain hanya bisa menyaksikan saja saat Adara dan Tanti diintimidasi oleh bos mereka."Sudah, Mas. Tak apa." Aruna mendekati Arkan dan menyentuh bahu pria itu, berusaha menen
Gosip tentang Aruna yang dituduh sebagai selingkuhan Arkan langsung menyebar dengan cepat ke setiap divisi. Karena itu, tentu saja Aruna jadi buah bibir para karyawan. Banyak yang mencibir dan mencemooh, juga merendahkan. Hingga akhirnya, berita itu sampai ke telinga Arkan, dan jelas Arkan pun marah besar.Hari ini, jam baru menunjukkan pukul sembilan siang, namun suasana kantor sudah sangat panas. Sekretaris Arkan yang bernama Tania kini sudah berada di ruangan divisi tempat penyebar gosip itu berada. "Adara dan Tanti? Karyawan baru kan?" Tania bertanya pada dua perempuan yang kini berdiri berhadapan dengannya."Pak Arkan meminta saya memanggil kalian berdua ke ruangan beliau." Tania berucap. Semua orang yang mendengar itu jelas panik, dan tak ada yang bisa menyelamatkan mereka berdua sekarang, selain keberuntungan.Selama berada di dalam lift, Adara dan Tanti sangat gelisah. Mereka ingin bertanya pada Tania, namun tak berani saat melihat raut wajah Tania yang kelihatan judes maksim
Karyawan Arkan memang tahu tentang berita Arkan yang sudah menikah, namun tak pernah tahu siapa sosok yang menjadi istri Arkan. Mungkin sebagian karyawan Arkan tahu, hanya orang-orang yang pernah masuk ke ruangannya saja karena Arkan memang memajang foto pernikahannya di sana, salah satunya adalah sekretarisnya.Adara dan Tanti yang tergolong karyawan baru jelas belum mengenal sepenuhnya seluk-beluk dan sejarah pemilik sekaligus pimpinan perusahaan tempat mereka bekerja. Mereka hanya tahu kalau Arkan adalah orang yang memiliki jabatan paling tinggi di perusahaan, dan terkenal sebagai sosok yang dingin dan cuek. Ya, contohnya tadi. Arkan tak menggubris sedikit pun saat Adara dan Tanti menyapanya dengan hormat.Adara dan Tanti jelas syok dan kaget saat melihat pemandangan di mana bos mereka bicara pada Aruna, bahkan sampai menggenggam tangan Aruna. Bukan hanya mereka, karyawan lain yang melihat pun sama kagetnya. Akhirnya mereka bertanya-tanya, apakah itu istri bos mereka?Pada akhirnya
Hukum tabur tuai di dunia itu memang sepertinya ada, dan Arkan mempercayainya walau tak pernah mengharapkan. Satu persatu orang-orang yang mengkhianati dan menyakitinya mendapatkan balasan yang bahkan tak pernah Arkan duga.Seperti yang disampaikan oleh Wulan, Andres mengalami kecelakaan setelah pulang dari rumah Vani dan Chiko. Kecelakaan yang parah hingga dia harus kehilangan kedua kakinya. Selain mendengar itu, Arkan pun mendengar curhatan dari Chiko tentang kelakuan Andres sebelum kecelakaan. Ternyata Andres memang datang ke rumah Vani dan Chiko, untuk meminta maaf pada Vani. Salahnya dia malah memaksa ingin Vani kembali padanya, padahal dia juga tahu kalau posisi Vani sudah memiliki suami. Dan Chiko bercerita juga katanya dia dan Andres sempat baku hantam.Arkan memaklumi jika Chiko memulai perkelahian. Siapa suami yang tak marah dengan kelakuan mantan pacar dari istrinya yang gila seperti Andres? Wajar jika Andres di hajar oleh Chiko.Lalu Salsa, Arkan tak lagi mendengar kabarny
Benar yang Tio katakan pada Arkan semalam tentang Salsa yang mungkin belum menyerah untuk berusaha menemui Arkan dan berusaha mendekati pria itu lagi. Perbedaannya sekarang mungkin Salsa sudah tak lagi mendapatkan dukungan dari kedua orang tuanya. Handi sudah repot-repot mencari tahu latar belakang Aruna, berusaha membuat Tio goyah. Nyatanya Tio sudah tahu seluk-beluk keluarga Aruna, dan dia sudah menyetujui pernikahan Aruna dengan Arkan sejak awal.Hari ini, Arkan kembali bekerja seperti hari-hari biasanya. Dia terlambat datang ke kantor hari ini karena harus mengantarkan Aruna dan Kenzi dulu ke rumah orang tuanya. Aruna meminta untuk tetap di sana saja dan bisa pulang ke rumah mertuanya di siang hari nanti. Namun Arkan menolak dengan tegas. Dia tak akan mau meninggalkan Aruna hanya berdua saja dengan Kenzi di sana. Arkan hanya khawatir saja jika sesuatu yang buruk terjadi.Dan seperti yang dibahas semalam oleh Arkan dan ayahnya, Salsa memang belum kapok untuk menemui Arkan. Hari ini
Arkan berdiri di dekat jendela ruang tamu yang gordennya masih terbuka. Matanya menatap ke arah halaman rumah Aruna yang terlihat rapi dan cantik. Dia juga sedang memegang ponselnya, menjawab panggilan dari sang ayah. Sementara Aruna berada di kamar karena sedang menidurkan Kenzi."Jika sudah begitu, dia tak akan mendapatkan dukungan apapun lagi dari orang tuanya. Dia merasa berani karena yakin orang tuanya akan membantunya bagaimana pun caranya." Arkan berucap pada ayahnya di seberang telepon."Mungkin Handi dan Fara akan berhenti mendukung, tapi Salsa bisa saja tetap berbuat nekat. Bukan tak mungkin dia akan datang lagi ke kantor untuk memaksa bertemu denganmu. Jangan ragu untuk mengusirnya." Tio berucap dari seberang telepon. Arkan pun menganggukkan kepala. Padahal itu sia-sia karena Tio tak bisa melihatnya."Tentu saja. Aku akan menegaskan pada dia kalau aku memang terganggu dengan kehadirannya.""Bagus. Jaga anak dan istrimu dengan baik. Terutama istrimu, jangan sampai dia kepiki
Arkan mengajak Aruna untuk menginap di rumah wanita tersebut. Aruna sempat heran karena biasanya mereka menginap di sana setiap malam Minggu saja. Namun Aruna belum sempat bertanya dan mengiyakan saja saat Arkan menyuruhnya menyiapkan perlengkapan Kenzi.Sebelum membawa Aruna keluar dari rumah, Arkan bicara dulu pada orang tuanya. Jujur saja, Arkan khawatir kalau memang Salsa datang ke rumah bersama orang tuanya. Arkan khawatir secara tak sengaja mereka melihat atau bertemu dengan Aruna. Tio dan Hana memahami alasan yang Arkan berikan, dan mereka siap untuk menghadapi Salsa beserta orang tuanya jika memang mereka datang.Setelah Arkan pergi, Tio pun mulai bercerita pada istrinya tentang pertemuan dia dengan ayah Salsa kemarin."Handi yang meminta Mas datang?" tanya Hana. Tio memang sudah bercerita sedikit pada Hana tentang pertemuan dia dan Handi."Iya. Ya, mulanya dia meminta maaf atas kelakuan Salsa tiga tahun lalu. Dia juga berusaha merayu aku agar aku bicara pada Arkan, supaya Ark
Arkan mengabaikan DM yang masuk dari Salsa, dan langsung memblokirnya tanpa berniat memberikan balasan. Arkan pikir, mungkin Salsa bisa paham dengan tindakannya yang seperti itu, yang menandakan kalau Arkan benar-benar tak mau komunikasi lagi dengannya.Namun Arkan lupa, kalau urat malu Salsa memang sudah lama putus. Arkan masih ingat saat dia disalahkan oleh Salsa saat wanita itu ketahuan selingkuh dengan Andres. Bukannya mengaku salah dan meminta maaf, tapi Salsa malah menyalahkan Arkan atas perselingkuhan yang dia lakukan.Playing victim. Begitulah dia dan semua pendukungnya.Karena Aruna sedikitnya tahu tentang Salsa, maka Arkan berkali-kali meminta pada Aruna agar jangan curiga dan berpikiran buruk, yang bisa saja menyebabkan masalah pada kesehatan, terutama pada ASI-nya. Arkan selalu meyakinkan Aruna kalau Salsa bukanlah sosok yang spesial bagi Arkan. Arkan tak terlalu mempedulikan tentang Salsa dan menjalani hari seperti biasa. Arkan juga lupa kalau Salsa adalah orang yang nek