Share

KAMI YANG DISIA-SIAKAN BAPAK
KAMI YANG DISIA-SIAKAN BAPAK
Penulis: Evie Yuzuma

Bab 1

“Apa? Alasan kamu nikah lagi hanya karena ingin seorang anak lelaki. Kamu gila, Mas! Gila! Aku tak sudi berbagi, Mas! Aku tak sudi! Sekarang kamu silakan pilih? Aku atau Reta?”

Bapak menarik napas kasar. Dia menyugar rambutnya ke belakang. Ditatapnya wajah Ibu lekat-lekat.

“Apa kita gak bisa menjalani ini bersama-sama. Bukankah kamu dan Reta sudah bersahabat lama?” Suara Bapak terdengar bergetar. Kulihat ada kilat risau dari tatapan matanya.

Plak!

Ibu menampar Bapak. Aku tertegun sambil mengelus dada. Air mata sudah meremang. Mereka sejak tadi bersitegang sampai tak sadar aku dan Adrian berdiri di ambang pintu sambil saling berpegangan. Kami baru pulang sekolah. Aku duduk di kelas enam sekolah dasar, sedangkan Adrian dia baru duduk di kelas lima. Adrian adalah adik angkatku. Ibu mengusulkan agar mengambil anak asuh dari panti, karena semenjak melahirkanku, Ibu terkena kista, Ibu takut susah hamil lagi. Dan benar saja, meskipun sudah operasi, sampai saat ini Ibu tak pernah hamil lagi.

“Salmah! Kurang ajar kamu, ya? Gini adab kamu pada suami! Kalau kau tak bisa lagi menghargaiku, sebaiknya kita pisah! Mulai saat ini, aku jatuhkan talak padamu!”

Bapak menatap penuh kemarahan. Aku mulai terisak. Sementara itu, kulirik Adrian menatap Ibu dengan pandangan berkaca-kaca.

“Ibuuu!” Kami berteriak dan langsung berlari memburu Ibu.

Ibu tampak terkejut. Begitupun dengan Bapak.

“Adrian? Alisha?” Bapak tampak menyesal. Mungkin dia tak ingin kami tahu keburukannya. Dia hendak meraihku dan Adrian, tapi lengan kami menepisnya. Aku mau Ibu. Aku benci Bapak. Aku benci.

Kami bertiga berpelukkan. Aku nangis sesenggukkan di dalam pelukan Ibu.

“Maafkan Ibu, Icha, Ian … Maafin Ibu. Kalian tak semestinya lihat semua ini.” Ibu menciumi wajah kami. Air matanya luruh. Jujur, hatiku terasa ditusuk-tusuk melihat Ibu sesedih itu. Tak pernah aku melihatnya menangis seperti ini sebelumnya.

Aku hanya mengangguk-angguk. Tak bisa bicara apa-apa. Pelukanku pada Ibu kueratkan. Hari itu semuanya tumpah ruah dalam tangisan.

Pantas saja, satu tahun terakhir ini, Bapak jarang pulang. Pantas saja beberapa kali aku pernah melihat Tante Reta membawa mobil Bapak dan mengantar Vira ke sekolah. Tante Reta itu janda anak satu yang dicerai suaminya. Setahuku, dulu Tante Reta sering main ke sini, mengajak Ibu rujakan, kadang hanya ke sini untuk mengajak ibu masak-masak sambil curhat. Aku kira dia tulus, tapi ternyata diam-diam dia menggoda Bapak.

Semenjak hari itu, Bapak tak pulang. Ibu sudah bersikap seperti biasa lagi. Setiap pagi, membuatkan kami sarapan. Sepulang sekolah, memasak, masakan kesukaanku dan Adrian sudah dimasaknya seperti biasa. Di depan kami, senyum Ibu sudah kembali. Namun, kalau malam-malam pas aku bangun. Aku sering melihat dia menangis.

Ibu bukan orang gaptek. Dia pandai dalam segala hal. Seingatku, Ibu lulusan sarjana. Hanya saja demi mengikuti keinginan Bapak, dia tak menggunakan ijazahnya untuk bekerja. Ketika aku tanya, dia bilang … rihdo suami yang paling utama.

Satu bulan, dua bulan, Bapak sama sekali tak pulang. Aku dan Adrian pun tak banyak bertanya. Aku dan Adrian berinisiatif mencari uang jajan sendiri. Aku tahu diri, Bapak sudah menjatuhkan talak pada Ibu. Itu artinya, kami tak punya Bapak lagi.

Kami diam-diam mengambil keripik dari warung Bi Manah. Kami bawa ke sekolah untuk dijual sebelum jam pelajaran dimulai. Dapatnya lumayan, kadang bisa ada lebihan. Aku dan Adrian punya satu celengan. Jika ada uang lebihan, kami masukkan ke sana. Aku dan Adrian ingin mengumpulkan uang untuk melanjutkan sekolah. Aku ingin membuat Ibu bahagia.

Kehidupan kami seperti baik-baik saja. Sempat kakek dan nenek datang pada bulan ke berapa. Mereka ramai-ramai menanyakan kenapa ibu dan Bapak pisah. Kakek dan nenek pun membujuk agar Ibu dan Bapak rujuk. Namun, aku gak tahu pastinya sampai hari ini, kami tak pernah melihat Bapak datang.

Ah, kadang ada rindu. Bagaimanapun biasanya dia ada. Namun, aku tak mau Ibu sedih. Aku pura-pura tak peduli pada Bapak.

“Kalian sekolah yang benar! Ibu ingin kamu buktikan, Icha! Anak perempuan pun bisa sukses tak hanya anak laki-laki saja! Buktikan pada Bapak yang meragukan kamu! Kamu pasti bisa, Icha! Kamu bisa membuat Ibu bangga!”

Aku dan Adrian yang tengah menonton televisi menoleh pada Ibu dan mengangguk sama-sama.

“Ian, juga … jangan pernah berkecil hati karena tak lahir dari Rahim Ibu, tapi air susu Ibu mengalir dalam darah kamu, Ian. Ibu sudah milih Ian. Ibu juga ingin Ian sukses. Ian dan Teh Icha harus saling jaga. Kalian itu saudara! Kalian paham?”

Lagi-lagi, aku dan Adrian hanya mengangguk saja.

Kami tengah mengobrol di ruang tengah Ketika pintu diketuk dari luar. Ibu beranjak dan membukakan pintu. Kami sama-sama menoleh dan melihat siapa yang datang?

"Reta?" Ibu menautkan alis menatap Tante Reta dengan perut besarnya.

“Salmah … maaf kalau aku ganggu. Aku mau ikut tinggal di sini. Bagaimanapun ini rumah Mas Heru juga. Aku dan bayi laki-laki yang aku kandung, ada hak juga tinggal di rumah ini."

Aku dan Adrian berdiri, menatap Ibu. Tante Reta dengan perut besarnya, kini berdiri bersisian dengan Bapak yang menarik beberapa koper. Ada juga Vira di sana.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Robiatul Jamilah
baru dibaca juga merasa trenyuh dengan keadaan rumah tangga hancur
goodnovel comment avatar
Dhoack lional
mantap ceritanx menarik
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status