"Oh, Malam Pertama ya? Tadinya Saya gak kepikiran sih, tapi kalau Kamu mau ayo aja! Mau sekarang? Saya sih siap-siap aja!" Sengaja Bima menantang Laras, penasaran juga dengan reaksi Wanita yang pernah dua tahun menjadi Pacar Putranya.
"Eits, Om jangan ngaco! Kita ini nikahnya aja dadakan! Ngalahin tahu bulet! Saya gak cinta sama Om! Mana bisa skidipappap kalo gak cinta! Saya pokoknya gak mau!" Laras menyilangkan kedua tangannya didepan wajah. Tok!Tok!Tok! Suara ketukan terdengar di depan pintu kamar, "Tuan, makan malamnya sudah siap, dan dibawah juga ada Tuan Muda." "Iya Bi, nanti Kami akan turun." Suara Bima lantang terdengar dan Bibi pun kembali meninggalkan area lantai kamar Bima. "Ayo, Kita makan malam dulu." "Apa ada Lex?" Laras menahan rangan Bima. "Ups sorry," Laras melepaskan cekalan rangannya dilengan Bima. "Mau pegang mana aja, hak Kamu, Kita sudah halal. Sepertinya begitu, kenapa? Kangen sama Alex!" "Jijay yang ada! Ngapain sih tuh anak pulang segala!" "Kamu lucu! Ini kan rumahnya juga! Lagi pula sekarang Kamu Ibunya Alex!" "Apes banget punya anak modelan dajjal begitu!" Bima membuka pintu kamar, tersenyum. Masih berusaha mencerna bagaimana perangai Laras sebenarnya. Sedangkan di bawah, Alex dengan wajah gusar dan tak sabar apa benar yang dikatakan pegawai rumah bahwa Papanya memang membawa Laras dan keduanya sudah resmi menikah. "Alex," Suara tenang Bima membuat Alex segera menghampiri dan terkejutlah dirinya benar bahwa Laras berada disisi Papanya dan apa! Laras menggandeng lengan Bima! Sejujurnya Bima terkejut, jangankan Bima, Laras saja baru sadar tangannya enteng merangkul Bima. Tapi ya sudahlah, tih dihadapan Alex Laras harus strong kan! Ingat sekarang Ia adalah Istri Bima! IBU sambung Alex! "Papa! Papa gak lagi drama kan?" "Laras! Sadar gak dia Papaku!" Suara Alex memenuhi ruangan, hingga pegawai yang akan melayani Mereka dimeja makan terkejut dengan suara Alex. "Duduk, kalau Kamu tidak duduk lebih baik pergi dan tenangkan dirimu, Kita tidak bisa bicara jika Kamu seperti ini." Suara bariton itu tenang meski nada penuh penekanan jelas tersirat dalam setiap kata dan tatapan Bima. Alex terpaksa mengikuti perintah Bima. Meski dadanya bergemuruh, Alex duduk, sorot matanya tak lepas memperhatikan Bima dan Laras yang kini duduk bersisian di meja makan. "Mau makan apa Mas?" Belum tenang gusar dihati Alex, suara lembut yang biasa menyapanya kini memanggil mesra pada Papanya dan itu benar, Suara Laras, Apa! Laras memanggil Papanya Mas! "Sudah cukup, segini saja." Bima tersenyum menerima semua lauk pauk yang disendokkan Laras dalam piringnya dan mengucapkan terima kasih sambil tersenyum. Brak! Sendok dan Garpu dilettan Alex dengan kasar di meja makan. Alex panas! Ya, Panas hatinya! "Kalian apa-apaan sekarang! Gak malu! Papa, Laras itu pacarku! Kenapa Papa nikahi Dia!" Suara keras dan lantang tak ketinggalan sorot tajam menghakimi Alex tujukan pada Bima, Papanya. Meski selama inj, Alex sering bersebrangan dengan Bima namun baru kali ini Alex berani meninggikan suaranya dihadapan Bima. "Duduk, atau keluar!" Darah Bima mendidih. Belum pernah Bima membentak Alex semenyebalkan apapun Alex biasanya Bima hanya diam. "Kalian berdua mau teriak, dan ribut terus atau lanjut makan!" Laras menatap silih berganti antara keduanya. Dalam diam, ketiganya duduk diatas kursi meja makan. Tak ada yang berbicara hanya suara denting sendok dan garpu bersahutan seolah tahu akan ada badai setelahnya. "Papa dan Laras sudah menikah." Kini semua fakta itu buka lagi katanya, langsung Alex dengar dari bibir Papanya, Bima. "Kenapa?" Pandangan Bima bergantian menatap Bima dan Laras. Bima masih terdiam. Entah kalimat apa yang harus ia rangkai agar dapat diterima oleh Alex sebagai alasan. "Karena Kamu!" Bima menatap Laras, disaat yang sama Laras sedang menatap tajam pada Alex dan begitupun sebaliknya. "Mengapa Aku cemburu? Tidak! Dia lebih cocok sebagai anakku! Bima! Apa yang telah Kamu lakukan! Laras Istrimu sekarang!" Gejolak hati Bima seakan menambah gelisah dan membuatnya semakin serba salah. "Ini semua salah paham Ras, Aku gak cinta sama Bella! Aku cintanya sama Kamu!" Alex dengan tatapan nanar mencoba meyakinkan Laras. "Bukan cinta namanya kalau hanya untuk skidippappap Lex! Kamu dan Bella sudah tidur dibelakangku! Dan Aku dengan bodohnya selama ini menganggap hubungan Kita baik-baik saja padahal Kamu selingkuh Lex! Cinta itu pengorbanan! Cinta itu kesabaran! Dan Kamu gak mau sabar dan berkorban cuma nurutin nafsu aja!" Laras mengekuarkan unek-uneknya, kekesalannya, ingatan akan Alex yang tidur dengan Bella betapa semuanya sudah cukup bagi Laras untuk menyudahi hubungannya dengan Alex meski sudah berjalan dua tahun. "Aku digoda Ras! Aku ini Laki-Laki normal! Selama sama Kamu, Kami gak mau kasih! Jadi," "Apa? Kamu mau membensrkan perbuatan Zina Kamu? Begitu! Aku gak akan nyesel putus dan nikah sama Om Bima, daripada cuma jadi bahan coba-coba Kamu Lex!" "Dan Satu lagi, oanggil Aku Mommy! Gak sopan Kamu panggil Ibu Sambung Kamu pakai nama!" Laras meninggalkan meja makan, entah meski Ia sendiri malas harus kembali ke kamar Bima tapi itu adalah tempat teraman agar Alex tak mengerjanya. "Alex," "See, Papa lihat! Sekarang Laras benci sama Aku! Dan Papa adalah orang yang paling Aku benci sekarang!" "Silahkan kalau Kamu mau benci Papa Lex tapi Kamu memang sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi dengan Laras, dan Kamu harua tanggung jawab sama Bella karena Kamu audah ngerusak dia!" "Papa gak usah urus utusanku," Alex pergi meninggalkan meja makan, entah kemana yang jelas segera meraih kunci mobilnya dan keluar dari rumah. Bima mengusah wajahnya kasar. Helaan nafas berat dan pikiran yang sembraut menjejal dalam kepala Bima. Sedangkan Laras di dalam kamar Bima, melepaskan segala amarah dan kesalnya memukul bantal dan guling di atas ranjang besar milik Bima. "Alex brengsek! Mesum! Dasar Penjahat Kelamin! Laki-laki semua sama aja! Gak dikasih malaj nyamber ikan tetangga! BELLA! Lu juga musuh dalam selimut! Rugi Gue selama ini anggap Lu sahabat! Gue percaya sama Lu tapi Lu bisa-bisanua tidur sama Alex! Dua-dua sama aja! BRENGSEK!" Laras terus memaki, mengacak-ngacak bantal dan guling hingga tak sadar salah satu bantal yang dilemparnya mengenai Bima bertepatan Bima masuk ke kamar. "Maaf Om," Laras baru sadar bantal yang terlempar mengenai wajah Bima. Bima tak menyangka kebar-baran Laras kini membuat kamarnya yang selalu rapi dan tersusun kini bagai kejatuhan sukoi, berantakan dan jangan lupakan guling dan bantal sudah rusak hingga isi di dalamnya berhamburan. "Laras! Huacim!" Bima bersin, sambil meredam amarahnya. Entah, bagaimana kelanjutan rumah tangganya bersama Laras ke depannya.25 Tahun Kemudian"Sayang, Kamu kok melamun sendirian disini?" Revano berjalan menuju balkon kamsr Merek, mendapati Sandra sedang menatap arra taman belakang sambil menyilang tangan dan tatapan teduh menikmati udara sore."Mas, Kaget Aku. Kapan pulang Mas?" Sandra merentangkan kedua tangannya, Revano dengan segera membawa Sandra dalam dekapan hangatnya.Bagi Sandra pelukan Suaminya adalah tempat ternyaman. Revano adalah rumah sekaligus pelipur lara dan temoat berbagi semua perasaan."Masih kaget aja lihat ketampanan Suaminya. Oh iya Sayang, Lusa ikut Mas yuk."Sandra masih betah menghirup aroma yang sejak dulu selalu membius dan memberikan ketenangan."Ada acara apa Mas?" Sandra melepaskan pelukannya namun Revano yang masih betah, hanya memutar tubuh Istrinya, kembali memeluk dari belakang."Mitra kerja Kita ada yang mengundang, Mereka mau merayakan ulang tahun pernikahan. Datang ya temani Mas. Gak enak kalau Mas gak datang.""Iya. Aku selalu temani Mas, kapan Aku pernah gak nemenin?"
Seminggu sudah sejak kepulangan Sandra dari Rumah Sakit. Melahirkan dua bayi kembar laki-laki. Paras keduanya masih bayi saja sudah tampan rupawan.Mereka plek ketiplek mewarisi gen Revano. Dengan bangga Revano bahkan memperkenalkan kedua anak Mereka dihadapan para undangan yang datang keacara Aqiqah kedua Putra Kembarnya.Acara aqiqah untuk Putra Kembar Sandra dan Revano berlangsung megah di salah satu ballroom hotel berbintang lima di Jakarta. Dekorasi bernuansa putih dan emas menghiasi ruangan, menciptakan suasana hangat dan khidmat sekaligus elegan. Sandra tampil anggun dalam balutan kebaya modern berwarna pastel, sementara Revano mengenakan setelan jas hitam rapi yang menambah kesan berkelas.Kerabat dekat dan relasi bisnis pasangan itu hadir dengan penuh antusiasme, membawa berbagai doa dan hadiah untuk Baby Rey dan Baby Rein yang baru berusia beberapa bulan. Suara tawa dan percakapan hangat memenuhi ruangan, sesekali terdengar suara bayi yang lucu dari kedua buah hati yang teng
Sandra terbangun dengan rasa aneh di kakinya yang basah oleh air. Pagi itu udara masih dingin, tapi tubuhnya mendadak hangat oleh gelisah yang sulit diungkapkan. Opa Narendra yang sudah tua namun sigap langsung tahu apa yang terjadi. "Sandra, ini ketubanmu pecah. Kita harus segera ke rumah sakit," ucapnya dengan suara berat tapi penuh perhatian.Sandra menatap Revano yang terlihat panik, wajahnya berubah seketika dari tenang menjadi cemas. Revano menggenggam tangan Sandra erat-erat, mencoba menahan rasa takut yang menguasainya. "Sayang, bertahan ya," bisiknya dengan suara bergetar, mencoba memberikan kekuatan meski hatinya sendiri tak kalah gentar. Sandra menghela napas dalam, mencoba menenangkan diri di tengah rasa sakit yang mulai merayap. Ia tahu, waktu mereka sekarang sangat berharga.Sandra terbaring lemah di ruang persalinan, wajahnya yang biasanya cerah kini tampak pucat dan penuh kecemasan. Air ketubannya sudah mulai keruh, pertanda bahaya yang mengancam dirinya dan kedua buah
"Papa sama Mama mau balik?" Suasana meja makan dirumah Bima saat menikmati sarapan."Iya Bim, Papa ada urusan di kantor." Papa Rasyid meneguk kopinya setelah menjelaskan alasan keduanya buru-buru pulang."Mama juga?" Laras kali ini menatap wajah Mama Lana yang sedang menikmati Teh Melati."Iya Sayang, Mama ada janji sama temen Mama. Gapapa ya, nanti Mama main lagi kesini. Nginap lagi. Atau Kalian yang menginap di rumah Kami.""Iya Ma, Bima dan Laras akan sering-sering mengunjungi Mama. Iya kan Sayang?" Wajah Bima berseri, mengambil jemari Laras menggenggamnya Mesra.Hati orang tua mana yang tak bahagia melihat rumah tangga anak Mereka rukun dan harmonis."Oh ya Bim, Nanti Kalian juga sudah Mama jadwalkan soal Prewed. Pokoknya Kalian tahu beres deh!" Mama Lana memang seantusias itu mempersiapkan Resepsi Laras."Iya Ma. Mama kan udah kasih tahu Kita." Laras yang menjawab."Mama itu bukannya bawel Ras, tapi Mama ngerti Bima itu sibuk makanya Mama mengingatkan."Bima tersenyum, sepertinya
"Rania? Kamu pulang sama Siapa?"Bunda Rita melangkah sambil tersenyum ramah, menyambut Rania dan Raka."Malam Tante, Saya Raka." Raka meraih tangan Bunda Rita memberi salam."Ayo masuk Nak Raka, Rania kok ada Tamu dibiarin aja." Rania ternganga, kenapa Bundanya jadi ramah banget.Tak mau repot memikirkan apa yang selanjutnya terjadi, Rania pun masuk dan kembali dibuat terkejut."Makasi Nak Raka sudah repot antar Rania, Ran, buatkan minum untuk Nak Raka." "Pak Raka mau langsung pulang Bun.""Kenapa juga mesti Gue bikinin minum nih orang! Ini lagi Bunda, malah disuruh mampir, masuk ke dalem.""Loh kok gitu Ran! Gak boleh Jutek begitu Sayang, Nak Raka memang buru-buru?"Tatapan Rania sudah ingin makan orang. Ini lagi Si Kulkas kenapa mode ramah sama Ibu-Ibu. Jangan-Jangan selera Si Kulkas yang STW begini. Rania memang suka ngawur jalan berpikirnya."Tidak kok Tante. Tante maaf tadi Saya ajak Rania dulu ke Bengkel. Mobil Saya dan Rania sekarang ada dibengkel dulu. Jadi Saya anter Rania
"Rania? Kamu pulang sama Siapa?"Bunda Rita melangkah sambil tersenyum ramah, menyambut Rania dan Raka."Malam Tante, Saya Raka." Raka meraih tangan Bunda Rita memberi salam."Ayo masuk Nak Raka, Rania kok ada Tamu dibiarin aja."Rania ternganga, kenapa Bundanya jadi ramah banget.Tak mau repot memikirkan apa yang selanjutnya terjadi, Rania pun masuk dan kembali dibuat terkejut."Makasi Nak Raka sudah repot antar Rania, Ran, buatkan minum untuk Nak Raka.""Pak Raka mau langsung pulang Bun.""Kenapa juga mesti Gue bikinin minum nih orang! Ini lagi Bunda, malah disuruh mampir, masuk ke dalem.""Loh kok gitu Ran! Gak boleh Jutek begitu Sayang, Nak Raka memang buru-buru?"Tatapan Rania sudah ingin makan orang. Ini lagi Si Kulkas kenapa mode ramah sama Ibu-Ibu. Jangan-Jangan selera Si Kulkas yang STW begini. Rania memang suka ngawur jalan berpikirnya."Tidak kok Tante. Tante maaf tadi Saya ajak Rania dulu ke Bengkel. Mobil Saya dan Rania sekarang ada dibengkel dulu. Jadi Saya anter Rania p