Share

KARMA - 03

"Pak, satu jam lagi ada rapat manajemen."

Setelah tragedi menendang tumit bosnya, Zetta tetap berusaha bersikap professional. Sebagai seorang sekretaris, sudah sewajibnya dia mengingatkan Alva mengenai jadwal kerja. Dia pun mulai membacakan agenda Alva.

"Siang nanti ada undangan makan siang dengan perwakilan Ratser Corp., bertemu dengan Ibu Diana Raster."

"Diana?"

Alva menatap Zetta yang mengangguk. "Iya, Pak. Bapak kenal?" tanya Zetta sok ingin tahu.

Alva tersenyum miring, "Dia salah satu wanita paling liar di ranjang yang pernah aku taklukan."

Zetta langsung mencelos dan ingin muntah mendengarnya, tapi cepat-cepat dia ganti ekspresinya dengan lebih ceria. "Wah bagus itu Pak, bisa sekalian reunian atau mau saya sewakan hotel sekalian?"

Alva menatap tajam dengan tangan mengambil black coffee lalu menyeruput pelan. 

‘Sok ganteng!’ Zetta jengah. 

"Tentu saja tidak. kita hanya makan siang."

"Syukurlah kalau hari ini Pak Alva lagi sehat. Pasti tadi malam habis dapat belaian ya, Pak?"

"Apa kau penasaran dengan siapa aku tidur tadi malam?" ucapnya seraya mengedip. "Atau kau mau menemaniku tidur malam ini?"

"Mimpi aja terus, Pak!" desis Zetta membuat Alva tertawa.

"Manis banget wajahmu kalau merengut begitu."  Zetta membuang muka. "Jadi Arzetta, saya sudah putuskan untuk tidak lagi bermain-main dengan wanita di luaran sana."

Zetta sontak menoleh kaget, "Demi apa, Pak?”

Alva berdiri dan tersenyum menawan, "Sampai kau mengaku kalah di dalam pelukanku, aku tidak akan berhenti. Jadi, demi semua itu aku akan membuatmu terpesona dengan caraku sendiri." Alva melangkah mendekati Zetta yang tertegun, "Mungkin selama ini kau melihatku sebagai lelaki brengsek karena tidur dengan banyak wanita dan aku akui itu benar, tapi kau belum melihat siapa aku sebenarnya. Jadi—"

Zetta menepis tangan Alva yang mencoba mengelus pipinya, membuat Alva semakin lebar tersenyum.

"Siap-siap menyerahkan diri."

Zetta ternganga. ‘OH, NO!’

**

"Zetta, apa kau sedang sibuk?”

Zetta mengernyit heran, duduk di sisi lain restoran yang memiliki area taman sejuk mencoba mendengarkan dengan seksama setiap kalimat Eliana.

"Tidak. Apa ada hal mendesak yang sedang terjadi?”

"Apa kau sedang bersama Alva?”

Zetta memainkan sapu tangan di atas meja dan memandangi satu pintu tidak jauh dari tempatnya duduk yang tertulis privat room.Di sana, bos gilanya sedang berbincang dengan mantan liarnya.

Setengah jam yang lalu, mereka selesai membahas segala hal terkait pekerjaan dan Zetta perhatikan sikap Alva sangat profesional meskipun si wanita nampak mencuri-curi kedipan manja untuknya. Sialnya, Alva mengusirnya setelah mereka selesai dengan urusan pekerjaan. Sehingga dia tidak tahu lagi apa yang sedang dilakukan oleh mantan pasangan ranjang itu sekarang.

"Kami baru selesai meeting di restoran. Aku terusir keluar karena kebetulan relasinya itu salah satu wanita terindah Alva di ranjang," jawab Zetta jujur.

Eliana mendengus, "Dasar lelaki gila!” Tetapi sesaat kemudian suara Eliana kembali terdengar semringah. "Tidak ada apa-apa. Aku hanya merindukannya dan tidak sabar menunggu bertemu dengannya nanti malam."

Zetta memutar bola matanya,"Kenapa kau harus mengangguku yang sedang bekerja?!"

Eliama terkekeh membuat Zetta kesal, "Aku hanya ingin tahu dia sedang apa."

"Gila! Kalau tidak ada yang penting lebih baik aku matikan!"

"Eh, jangan!" teriak Eliana membuatnya mengeryit bingung.

"Apalagi sih?"

"Hmm, coba kau intip sedikit, sana. Lihat mereka lagi ngapain di dalam."

Eliana memberikan usul yang membuat Zetta membelalakkan matanya, "Tidak mau!!!”

"Sebentar saja. Coba dengerin, ada suara-suara mendesah tidak?"

"Tidak mungkin mereka melakukannya di dalam sana!!” Zetta mencoba membuang jauh-jauh pikiran kotor Eliana.

"Siapa yang tau? Dia kan, tidak bisa lihat yang semok-semok sedikit."

Zetta berdiri dari duduknya antara ragu tapi juga ingin tahu. Beruntung, privat room mengarah ke taman dan tidak banyak orang yang berseliweran di sana, tapi tetap saja mencoba mencuri dengar sangat-sangat tidak anggun.

Eliana mendesak, "Sebentar aja!”

Zetta menghela napas dan beranjak mendekati pintu hitam itu. Setelah celingukan memastikan tidak ada yang lewat di sekitarnya Zetta memajukan telinganya dan mendengar suara samar orang tertawa. Ponselnya dia genggam erat dan semakin menyandar pada pintu.

“Mereka hanya mengobrol biasa aja kok.”

“Oh, ya sudah  kalau begitu. Aku harus pergi. Sampai Nanti Zetta.”

“Oke.” 

Klik.

Zetta bengong. Dia menurunkan ponsel di tangannya tepat saat pintu private room tersebut terbuka. Dia memekik kaget. "Astaga!"

Zetta terjerembab ke depan langsung terperangkap dalam pelukan Alva yang sigap menahan bobot tubuhnya. Ironisnya, bibirnya yang seksi sepertinya tidak tahu diri dan mendarat seenaknya di bibir sang playboy. 

Zetta terdiam, begitu pula Alva, tapi tidak juga saling melepaskan diri sampai Zetta tersentak mendapati Alva mengambil kesempatan dengan melumat bibirnya. SIALAN!

Zetta langsung menendang kaki Alva dengan keras hingga dia mengaduh dan mengumpat.

"Sial! Arzetta!!"

Lolongan Alva terdengar memekikkan telinga. Zetta tertawa puas dan langsung keluar dari sana secepat kilat untuk meredakan tubuhnya yang gemetaran.

‘Sialan Eliana! Ini semua gara-gara kau!’

Zetta duduk di sofa lobi dengan desahan panjang terdengar keluar dari mulutnya. Setelah insiden itu, Zetta berusaha untuk tetap bekerja sebagaimana mestinya meskipun bayangan bibir Alva yang sempat mengecup bibirnya masih terekam jelas di otaknya yang kusut.

Dia langsung menggelengkan kepala dan merutuki kebodohannya. Mau-maunya dia menuruti kemauan Eliana. Alva memang sempat marah-marah, tapi setelahnya sikapnya berubah biasa saja. Zetta menoleh ke arah hujan yang turun semakin deras di luar. Hari ini dia tidak membawa mobil dan meminta Jason menjemputnya.

Jason adalah satu-satunya pria yang bisa lebih leluasa dekat dan menyentuhnya dalam batas wajar. Hal ini dikarenakan Jason tidak melihat Zetta menarik, sebab dia sudah tertarik pada sesama. Entah sejak kapan, Jason memiliki kelainan seksual seperti itu.

Zetta tersenyum saat melihat siluet laki-laki yang dikenalnya masuk ke lobi dengan setelan santai dan tatapan mata yang memindai seluruh ruangan. Jason tersenyum lebar saat menemukan tatapannya dan berjalan mendekat. 

"Hai, Sweetheart.  Maaf lama, ya." 

"Pasti jalanan ramai ya?"

"Tidak juga sih, tadi aku mampir ke restoran sebentar ada yang perlu diambil."

Zetta mengangguk dan tersenyum. Jason menggenggam tangannya, "Kita pulang sekarang atau mau singgah makan dulu?"

Zetta nampak berfikir, "Hmm, bagaimana kalau masakin aku spaghetti tuna aja di rumah?"

Jason tersenyum lebar, "Siap, Princess."

Zetta tertawa dan mencubit lengan Jason. Perangai mereka berdua memang bisa saja membuat siapa pun yang tidak mengenal mereka salah sangka. Terbukti, tidak jauh dari posisi Zetta dan Jason sekarang, seorang pria berseru menghentikan langkah mereka.

"Berhenti kalian berdua!" 

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status