Share

KARMA - 04

last update Last Updated: 2023-09-08 10:42:40

"Berhenti kalian berdua!"

Zetta dan Jason berhenti dan berbalik lalu kaget melihat Alva Alexander.

"Kenapa, Pak? Saya mau pulang."

Alva mendekat dan berhenti tepat di depan Jason. Tinggi dan postur tubuh mereka hampir sama.

"Jadi, kau pacarnya Arzetta seperti yang dikatakan Jeremy?"

Zetta tersentak kaget, sementara Jason mengerutkan kening lalu kembali menatap Alva ."Kalau iya memangnya kenapa?"

Alva nampak mengamati tautan tangan mereka lalu menggertakkan giginya kesal, membuat Zetta bingung.

"Aku hanya mau memastikan saja. Kenalkan, Aku Alva Alexander bos—"

"Yeah, aku tahu. Kau yang ketahuan mesum sama mantan sekretarismu di restoranku."

Alva menatap tajam Jason, "Restoranmu?"

"Ya. Terus maumu apa? Kalau tidak ada kami mau pulang!"

Alva berdecak, "Ada satu hal yang mau aku minta dari kalian berdua supaya aku yakin. Dan kalian tidak boleh pulang sebelum melakukannya."

Zetta mengerjapkan matanya, "Pak, jangan aneh-aneh deh. Saya capek mau pulang. Besok aja ya dramanya."

Zetta kesal saat Alva mengacuhkanya malah menatap tajam Jason, "Yakinkan aku kalau kalian memang sepasang kekasih. Sekarang."

“….”

Zetta dan Jason kaget mendengarnya.

"Alasan pertama, aku tidak terima kalau Zetta tidak bisa aku sentuh, sedangkan kau bisa menyentuhnya sesuka hati—"

"Oh, jadi kau iri," sela Jason yang langsung mengambil genggaman tangan Zetta yang nampak kaget melihat perilaku Jason dan membawanya ke bibir mengecupnya lama, pelan dan dihayati. Alva mengepalkan tangannya.

"Coba kau cium bibirnya?" perintah Alva jelas tidak terbantahkan.

Zetta berteriak, "APA?!"

Alva menyeringai. Zetta memijit pelipisnya karena tidak tahu harus berbuat apa. Mungkin selama ini Jason memang sering memeluknya, tapi ciuman di bibir jelas tidak pernah mereka lakukan. Jason lebih suka bibir Austin—pasangannya, dari pada bibirnya.

"Lakukan sekarang juga karena tadi aku sudah melakukannya duluan. Mengecup bibir Zetta yang manis menggoda itu!"

Permintaan Alva membuat Zetta bingung. Namun, dia lebih bingung lagi saat melihat Jason menggeram marah menatap penuh bara ke Alva.

“Cepat lakukan!”

Alva tidak sabaran sementara Zetta dan Jason saling berpandangan sampai suara wanita di belakang mereka menginterupsi.

“Alva, sayangku.”

**

“Dasar bos gila! Ngapain juga dia minta pembuktian segala!”

Zetta menghembuskan napas lega karena tidak perlu menuruti permintaan gila Alva tadi yang menyuruhnya dan Jason berciuman karena kadatangan Eliana yang mengejutkan. Untung saja Jason langsung membawanya pergi, tidak peduli dengan teriakan Alva.

Sekarang, Zetta sedang mengeringkan rambutnya yang basah dengan hair dryer di depan meja rias kamarnya. Sebenarnya, permintaannya sama sekali tidak aneh tapi melihat Jason lah lelaki yang di maksud, Zetta mau tidak mau kaget. Kalau saja Jason normal, meskipun mereka bukan sepasang kekasih, maka Zetta yang akan mencium lelaki itu duluan, tapi kalau keadaannya seperti ini, Zetta hanya takut membuat Jason tidak nyaman.

Ada sedikit rasa penasaran di dalam hatinya tentang Alva. Laki-laki itu memang brengsek dan playboy, tapi tatapan mata abu-abunya yang memberikan kesan kesendirian yang kuat membuat Zetta kadang memikirkan alasan di balik semua perilaku Alva saat ini. Meskipun dia bisa menebak pasti ada sangkut pautnya dengan cinta masa lalu. 

‘Hush, ngapain juga aku mikirin dia!’

Zetta menggelengkan kepala mencoba mengusir bayangan Alva.  Dia mengeringkan rambutnya dengan cepat lalu keluar dari kamar dan menemukan Jason yang sudah duduk di depan televisi yang menayangkan acara football favoritnya hanya mengenakkan celana pendek selutut tanpa baju.

Sebagai seorang wanita normal, pemandangan dada bidang itu begitu menggoda. Tubuh Jason yang sempurna itu seolah memanggil Zetta untuk merebahkan kepalanya di sana.

"Makan dulu, Sayang." Jason mengunyah nachos dengan tatapan yang tidak teralihkan saat Zetta lewat di belakang sofanya.

"Aku masih kenyang." Zetta memilih mengambil coklat favorit pemberian Jason di kulkas dan dua kaleng bir dingin lalu membawanya ke meja duduk di samping Jason.

"Jadi, apa yang dikatakan oleh Om Jeremy?"

"Dia hanya bilang kalau aku sudah punya pacar yang bisa leluasa menyentuhku dan tidak terpengaruh dengan trauma masa laluku.” Zetta berbicara jujur. Detik berikut, raut wajahnya berubah merasa bersalah. “Maafkan Om Jeremy ya sampai berbicara seperti itu."

Jason tertawa, "Kenapa kau harus minta maaf? Biarkan saja Alva mengira aku kekasihmu."

Zetta tersedak dan langsung mengambil bir yang sudah terbuka, "Kau bercanda?"

"Tidak." Zetta mengerjapkan mata mencoba mengurai ekspresi serius di wajah Jason yang memandanginya. "Kalau itu bisa membuat Alva menjaga jarak denganmu, akan aku lakukan. Aku tidak suka membayangkan kau bekerja di bawah tatapan mesumnya."

Zetta tertawa, "Aku sudah memberinya beberapa kali pelajaran karena mencoba untuk mendekatiku. Aku pikir status tidak penting. Aku bisa menanganinya."

"Arzetta, mulai saat ini aku akan menjadi kekasihmu. Terserah kau mau menerimanya atau tidak."

"Hah?!”

"Biarkan dia mengira aku adalah kekasihmu."

"Austin?"

Jason terdiam, Zetta diam-diam berharap. "Jangan sampai Alva tahu tentang dia."

Zetta rasanya ingin tertawa. Apakah tadi dia berharap bahwa Jason yang beberapa tahun ini sudah bersama dengan Austin tiba-tiba sembuh dalam sekejap? Sepertinya itu keinginan semu. Semua ini hanyalah status. 

Zetta mengangguk, "Okelah. Mulai malam ini kita sepasang kekasih di depan Alva."

Jason tersenyum, Zetta kembali memakan coklatnya.  

Zetta yang merasa Jason memandanginya nampak salah tingkah. "Kenapa?"

"Aku ingin melakukan sesuatu."

Zetta memekik saat Jason menarik pinggangnya mendekat ke dada bidangnya dan mengurungnya di lengannya yang kekar. Zetta bahkan menahan napasnya dari tadi. "Apa yang—"

Jason menggeleng, "Jangan berbicara."

Jason menarik tangannya yang masih memegang coklat dan mendekatkan wajahnya. Tak lama, dia merasakan bibir sexy lelaki itu menyapu sudut bibirnya dengan lembut. 

Zetta memejamkan mata dan merasakan sensasinya. Ada rasa takut di dalam hatinya tapi Zetta bisa menanganinya. Lelaki di hadapannya ini Jason bukan orang jahat.

"Manis," gumam Jason.

Zetta membuka mata dan menemukan tatapan jahil Jason yang bibirnya nampak noda kecoklatan. Refleks, Zetta mengusap bibirnya dengan tangan.

Jason tertawa, "Tadi coklatnya belepotan."

Zetta memukul bahu Jason setelah meletakkan sisa coklatnya ke meja. "Brengsek!"

Jason tertawa. Zetta sudah jantungan sejak tadi. 

Belum usai keterkejutan akibat ciuman tadi, tiba-tiba Jason menggendongnya hingga dia duduk di atas paha lelaki itu berhadapan. Zetta mengerjapkan mata karena kaget. 

Jason tersenyum, "Malam ini aku ingin bersama kekasihku."

Belum sempat Zetta protes, bibirnya sudah dibungkam—lagi—dengan bibir lelaki itu.

Zetta yang awalnya kaget mencoba menerima. Jason semakin memeluknya erat dan mengeksplor bibirnya dengan bernapsu. Zetta terhanyut di sana dengan permainan Jason yang membuatnya mengerang bahkan tangannya tidak tinggal diam. 

Desahan Jason bahkan terdengar di telinganya hingga Zetta merasakan ada yang tidak beres dengan sesuatu yang terasa di pangkal pahanya. Zetta membuka mata lalu menarik bibirnya dan melepaskan diri membuat Jason kaget.

"Aku mengantuk."

Jason nampak kaget dengan perubahan sikapnya yang langsung turun dan meninggalkannya sendirian.

Setelah menutup pintu kamarnya dengan rapat, Zetta duduk di pinggir tempat tidurnya. Berbagai macam pertanyaan berkelebat di kepalanya. Bukankah seorang gay tidak pernah berhasrat dengan wanita?

Dia harus mencari tahu yang sebenarnya, karena jelas, bukti gairah Jason tersulut naik tadi sempat dirasakannya.

"Sial!”

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • KARMA BERDARAH SANG CEO   KARMA - 98

    London, Enam tahun kemudian,Arzetta duduk memandangi megahnya London Eye yang bercahaya biru indah di kejauhan dengan senyuman mengembang di wajah. Terpaan angin malam musim semi menerbangkan helaian rambut panjangnya yang kemudian dia rapikan dengan tangan. Diedarkannya pandangan ke sekelilingnya yang ramai seraya menunggu.Semenjak menikah dan memiliki seorang putri, Arzetta tidak habis-habisnya merasa bersyukur karena bisa merasakan perasaan bahagia tidak terkira dengan berkah yang diberikan padanya. Mengingat perjuangan panjang mereka yang tidak mudah di lalui untuk bisa bersama sampai akhirnya menikah.Masa lalu sebentuk kenangan yang akan tetap terpatri di dalam ingatannya sampai kapanpun. Kadang di saat malam ketika dia terbangun dan mendapati Alva sedang tertidur pulas sambil memeluk putri kecilnya yang tidur di antara mereka membuatnya meneteskan air mata bahagia. Tidak ada hal lain yang diinginkan Zetta selain kebahagiaan suami dan putrinya.Alva Alexander sendiri sudah ber

  • KARMA BERDARAH SANG CEO   KARMA - 97

    "Di mana mereka?" desis Alva dengan tangan terkepal saat menemukan Gevan, Zafier dan Jeremy di lobby hotel."Wuih cepet banget kamu—""DI MANA MEREKA?" bentak Alva seraya menarik kerah kemeja Zafier dengan amarah."Oke. Tenangkan dirimu, Bung," sela Gevan."Bagaimana aku bisa tenang kalau ada lelaki lain yang mengganggu Istriku?" ucapnya seraya melepaskan cekalannya dan mengacak rambutnya sendiri.Gevan berdecak, "Mungkin dia client-nya Zetta.""Ah, bodoh amat! Aku harus naik ke atas dan mencari tahu.""Kita temani," ucap Jeremy yang langsung menekan tombol lift, "Supaya kamu nggak ngamuk seperti singa.""Ahh brengsek! Makin runyam aja. Ini tuh gara-gara kalian!" Alva memukul perut Zaf, melepak kepala Gevan dan menendang kaki Jeremy dengan kesal di dalam lift yang membawa mereka ke lantai atas."Shit!" umpat Gevan sementara Jeremy mengertakkan giginya."Orang sabar di sayang Tuhan, Bung," gumam Zafier seraya memegangi perutnya yang langsung mendapat kepalan tangan Alva.Hari sudah ha

  • KARMA BERDARAH SANG CEO   KARMA - 96

    "Hmm, Sayang—" Alva mengacak rambutnya dan duduk di sofa ruang tamu rumahnya dengan penampilan yang berantakan juga bau minuman keras yang menyengat. Semalaman ketiga lelaki brengsek itu sudah memprovokasi untuk menumpahkan kekesalan karena lelaki yang mengobrol dengan Zetta itu ke minuman keras yang akhirnya membuatnya mabuk dan tidak sadarkan diri di salah satu kamar hotel sampai pagi sendirian dan harus kalang kabut pulang ke rumah dan mendapati Arzetta menunggunya di ruang tamu dengan wajah yang menyeramkan."Aku—" Alva bingung ingin menjelaskan dengan cara seperti apa supaya Zetta tidak marah."Kemarin sudah jelas aku bilang kalau kamu harus pulang satu jam lebih awal dari yang seharusnya karena kita rencananya mau ke rumah Mama. Aku sudah berusaha menghubungi kamu tapi nyatanya ponselmu tidak bisa dihubungi. Aku tidak tidur semalaman menunggu kamu pulang di sofa itu tapi ternyata kamu pulang pagi dan dalam keadaan kacau setelah mabuk seperti ini—" Zetta melipat lengannya di dad

  • KARMA BERDARAH SANG CEO   KARMA - 95

    Satu tahun kemudian, di Alexander Corp. New York "Eh setan!" Gevan refleks kaget."Eh, bokong!" ucap Zafier membuat Gevan langsung menendang kakinya."Kalian berdua sinting!" Jeremy mengatai mereka dalam bahasa Indonesia yang sekarang sukses dikuasainya."APA-APAAN INI?" sembur Alva Alexander yang tadi membuka pintu ruang kerjanya dengan kasar saat mengetahui ada tiga lelaki yang sedang asyik menikmati koleksi red wine di dalam kantornya tanpa di undang.Dia baru saja memimpin rapat direksi dan kedatangan ketiga orang terpenting dalam hidupnya itu tanpa pemberitahuan jelas membuatnya terus bertanya-tanya. Alva mendekati mereka seraya menggelengkan kepala, "Kalian nggak punya kerjaan?""Oh aku jelas orang penting yang selalu sibuk—""Sibuk bercinta maksudmu?" sela Alva menanggapi Zafier yang meminum wine dengan kaki disilangkan."Itu salah satunya," balasnya dengan santai. Alva memutar bola matanya."Kenapa sih kamu itu masuk ke kantor sendiri pakai aksi gebrak pintu model begitu sepe

  • KARMA BERDARAH SANG CEO   KARMA - 94

    "Apa?""Apanya?" Alva balik bertanya."Kenapa sejak tadi kamu memandangiku seperti itu?"Alva menaikkan alisnya, "Memandangi bagaimana?"Zetta sedikit memajukan tubuhnya dan menumpukan kedua lengannya di atas meja, "Kamu menatapku seakan-akan ingin menelanjangiku saat ini.""Ohh—" Alva terkekeh, ikut memajukan tubuhnya dan bertopang dagu di depan Zetta, "Aku memang ingin sekali merobek gaun pengantinmu ini sekarang juga bahkan sebelum kita menginjakkan kaki di Maldives, Nyonya Alva Alexander," Tatapan gairah itu tergambar jelas di mata Alva.Zetta mendengus, "Aku harus terbiasa dengan panggilan itu.""Tentu saja, aku ini Suamimu sekarang," Alva menyisir rambutnya ke belakang dengan senyuman menawan."Lalu—" Zetta meneguk Red Wine dalam sekali teguk tanpa mengalihkan tatapan dari wajah Suaminya. Lalu mengambil strawberry di tumpukan paling atas buah-buahan yang ada di samping botol Red Wine dan memakannya dengan gerakan erotis. Ia mengecup dan memakan buah itu dengan sensual tepat di d

  • KARMA BERDARAH SANG CEO   KARMA - 93

    "Katakan? Apa yang sebenarnya terjadi Zetta?" Alva menatap Zetta yang dia geret keluar dari gereja setelah menyuruh semua yang hadir di sana untuk tidak bergerak dari tempatnya sementara dia meminta penjelasan ke Zetta yang tiba-tiba muncul di siang bolong dengan busana pengantin dan tersenyum menatapnya."Kenapa kamu tiba-tiba bisa ada di sini sementara enam bulan yang lalu kamu jelas-jelas menolak kembali bersamaku bahkan menyuruhku pulang dan tidak usah mencarimu lagi?" Zetta hanya diam melihat kebingungan Alva. "Aku bahkan berpikir kalau kamu sudah menikah dengan lelaki Jepang itu!!!" "Nakamiya?" Zetta menggeleng. "Tidak. Dia guru merangkai bungaku." Alva mengerjapkan matanya, "Jadi kamu memang kursus di sana sambil menghukumku dengan membuatku terlunta-lunta di Jepang mencarimu selama lebih dari setahun?"Zetta tersenyum tanpa dosa, "Begitulah. Aku berniat membuka toko bunga di sini." Alva ternganga. "Aku pikir kamu tinggal menyuruh anak buahmu untuk mencariku. Aku sedikit ter

  • KARMA BERDARAH SANG CEO   KARMA - 92

    Alva terdiam di depan gereja katedral yang dulu menjadi tempat pilihannya saat berniat menikahi wanita yang dicintainya secara mendadak tapi tidak pernah terlaksana. Tangga gereja sudah dipercantik dengan hiasan bunga. Lebih mewah dari yang dulu di lakukannya. Pintu di depan sana tertutup. Alva tertegun sesaat.Setelah beberapa bulan ini, dia mencoba untuk merelakan meski sangat tidak rela dan belajar untuk pelan-pelan melupakan tapi tidak sanggup, saat ini semua kenangan yang dia milikki tentang Zetta menyeruak. Dadanya begitu sakit seperti di hantam ribuan godam kasat mata. Hatinya dan hidupnya sudah dia tinggalkan di Jepang. Jadi saat Mamanya menatapnya dengan tatapan frustasi dan mengatakan akan dinikahkan dengan wanita pilihannya, Alva hanya mengangguk mengiyakan. Terserah saja. Alva sama sekali tidak peduli. Tubuhnya bebas untuk dimiliki tapi tidak hatinya."Semuanya sudah menunggu Pak." Edwin membuyarkan lamunannya. "Ayo masuk."Alva berjalan dengan langkah pelan menaiki anak t

  • KARMA BERDARAH SANG CEO   KARMA - 91

    Alva masuk ke dalam gereja yang terlihat sepi itu seraya mengedarkan pandangan. Setelah bertanya sana sini akhirnya dia bisa menemukannya. Bangunannya tua tapi masih terawat dengan baik. Tiba-tiba dia terpaku memandangi satu sosok yang duduk sendirian di bagian depan terlihat sedang asyik berdoa. Alva melangkah dengan pelan dan duduk di sampingnya. Zetta menoleh dan tersentak kaget. Alva menatap ke arah depan dan mulai berdoa di sana mengabaikan Zetta yang diam memandanginya."568 hari atau 13.632 jam aku berkelana di Jepang untuk mencarimu Zetta," desah Alva. "Tolong dengarkan dulu perkataanku kali ini." Alva menoleh dan melihat mata abu-abu itu memandanginya dalam diam lalu Zetta menghela napasnya dan duduk bersandar di sana memilih menghadap ke depan."Aku memberimu satu kesempatan untuk berbicara. Setelah itu kamu harus kembali ke New York dan jangan mencariku lagi."Alva diam. Zetta menunggu. "Apa kamu bahagia di sini?" Alva yang juga melihat ke depan berkata lirih membuat Zetta

  • KARMA BERDARAH SANG CEO   KARMA - 90

    Kyoto, Jepang.2 Minggu kemudian,Alva menggenggam erat secarik kertas di tangannya saat memandangi toko bunga di hadapannya. Jantungnya berdetak kencang membayangkan bagaimana reaksi Zetta saat dia akhirnya menemukannya setelah melalui waktu yang tidak sebentar untuk mencarinya. Tidak peduli meski tangan kirinya di perban karena patah tulang setelah bertabrakan dengan pengendara sepeda waktu itu dan harus dirawat di rumah sakit.Akhirnya dia menemukan toko bunga itu yang siang ini terlihat ramai pengunjung. Bertanya-tanya dalam hati, apa yang sedang Zetta lakukan di sana? Kursus merangkai bunga?Alva menarik napasnya lalu menghembuskannya dan bergerak masuk ke dalam toko yang langsung di sambut seorang wanita muda berwajah oriental yang mengikat satu rambutnya ke atas membentuk kuncir kuda."Ada yang bisa dibantu?" bahasa inggrisnya lancar tanpa cela. Alva tidak menjawab karena sibuk memandangi area dalam toko memperhatikan semua yang ada di sana."Permisi tuan? Ada yang bisa di bant

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status