Share

Bab 6 - Miris.

Penulis: Azzila07
last update Terakhir Diperbarui: 2022-06-18 10:58:50

"Lo liat dan pelototin tuh kelakuan Adek lo. Hebat, kalau lo ga jijik!" cibir Yayah dengan senyum menyerigai.

Gusar, Mas Andri meraih gawai dari tangan Yayah. Tak begitu lama mata itu terbelalak, dengan wajah memerah dan nafas yang memburu. Aku sampai menegakkan badan, mencuri pandang kearah gawai yang ada ditangan Mas Andri.

Gambar apa sih?

"Gila lu, May! Bener-bener ga beradab, murahan!" Geram Mas Andri sambil menoleh kearah Maya.

Ibu yang panik langsung merampas gawai yang tergenggam ditangan Mas Andri, matanya pun ikut membesar saat melihat sesuatu yang ada didalam layar.

"Jangan percaya, Mas. Ini pasti editan!" bantah Ibu. "Kau pasti ingin menjatuhkan anakku kan, dasar penipu. Kurang ajar!" maki Ibu menunjuk-nunjuk wajah Yayah.

"Ck! Ga usah nunjuk-nunjuk muka saya, Bu!" Yayah menepis tangan Ibu dengan kasar.

"Sebagai orang tua, Ibu harusnya sadar diri, malu melihat tingkah menjijikan anak Ibu. Saya sudah sabar selama ini, saya sudah baik-baik menegur agar jalang cilik itu menjauh dari suami saya. Tapi dia masih nekat menemui suami saya dikantornya." Cibir Yayah dengan tatapan mengejek.

Mata Ibu membesar, seolah tak terima mendengar kenyataan ini.

Yayah menatap remeh Maya yang tertunduk, meski bibirnya tersenyum miring namun kedua tangannya masih terkepal dengan kuat.

'Ayok Mbak. Hajar lagi jalang cilik itu, aku mendukungmu' teriakku dalam hati.

Mas Andri meremas rambut dengan frustasi, wajahnya terlihat memerah mendengar ucapan Yayah.

"Bikin malu keluarga, ga tahu diri. Mau jadi apa lu!" Mas Andri mencengkram kedua bahu Maya dengan erat lalu mengguncangnya. Tubuh ramping Maya terbawa, Maya meringis kesakitan menerima perlakuan kasar Mas Andri.

"Diem lu, ga usah ikut campur!" Jerit Maya sambil menghempas tangan suamiku. Mas Andri terkesip, mematung ditempatnya. Sepertinya dia sangat shock mendengar bentakan Maya.

Plaakk!!

Satu tamparan keras mendarat dipipi Maya. Mata Mas Andri melotot, nafasnya memburu tak terima dibentak oleh Adiknya.

"Kurang ajar lu ya. Dikasih tahu yang benar malah nyolot!!" bentak Mas Andri begitu marah. Aku bahkan bisa mendengar gemeletak giginya, saat dia menarik dan menghembuskan nafas.

"Sudah, Mas. Sudah ... kasihan Maya sudah babak belur jangan ditambahi," Ibu memegangi tubuh Mas Andri.

"Ini akibatnya, Ibu terlalu memanjakan Maya. Dia sudah bikin malu keluarga, Bu. Tapi masih dibela juga. Dari pada orang lain yang mukulin si Maya, lebih baik aku saja yang menghajarnya!" teriak Mas Andri, matanya menatap bengis pada Maya.

"Aku dan Mas Firman saling mencintai, dimana salahku!" Maya menjerit frustasi. Mas Andri semakin melebarkan mata, Ibu semakin erat memeluk tubuh suamiku.

"Jangan ngomongi cinta disini lu, siaall!" maki Mas Andri dengan nafas terengah-engah. Sepertinya emosi sudah merasuk ke dalam jiwanya.

"Sudah, Mas. sudah ... huhu," Ibu menagis sesegukan, sambil terus memeluk tubuh Mas Andri.

"Ibu dan anak sama saja. Ga tau diri!" Yayah ikut menimpali.

"Pantes ... sudah dijauhin tetap nyamper-nyamperin, ternyata lo sudah menjajakan tubuh didepan suami gua. Dasar murahan, dikasih janji-janji doang sudah melebarkan selangkaangan!" sengit Yayah dengan wajah mengejek.

"Cukup! Berhenti kamu memfitnah anak saya!" jerit Ibu dengan nafas memburu. Ibu begitu kalap, mendengar ocehan Yayah.

Aku hanya bisa menggelengkan kepala, anak sudah salah masih saja dibela.

"Fitnah? Mari kita kekantor Polisi, jangan menangis kalau jalaang cilik itu menginap dijeruji besi," balas Yayah tak mau kalah.

"Pergi kamu dari sini. Pergi!" Jerit Ibu sambil melangkah maju menarik tangan Yayah dengan kasar.

"Lepas! Ga perlu ditarik, gua pasti pergi sendiri. Dasar anak dan Ibu tidak ada yang bener, bukan minta maaf malah mencaci maki gua seperti ini. Awas kalian, tunggu pembalasan gua!" ancam Yayah sambil bangkit dari tempatnya disusul dengan temannya.

Yayah membuka pintu, para tetangga yang menempelkan telinga didaun pintu langsung terjatuh saat pintu terbuka lebar.

"Mbak lihat hapenya dong, mau lihat juga tingkah Maya yang menjijikan itu," teriak salah satu warga.

"Iya mau lihat juga, kirimin aku dong Mbak," sahut suara seseorang.

Yayah tersenyum miring, menimang gawainya sambil melirik sinis kearah Maya.

Mas Andri yang sedang menundukkan kepala langsung menoleh, lalu bangkit dari tempatnya. Mas Andri menutup pintu membawa Yayah kembali masuk kedalam rumah.

"Mbak, saya mohon hapus video itu. Adik saya masih terlalu kecil, kasihan masa depan dia masih panjang." pinta Mas Andri dengan wajah memohon.

"Ya, Adek anda memang terlihat masih kecil. Tapi kelakuannya seperti perempuan liar yang sudah berpengalaman. Dia pandai bermain-main dengan suami orang!" sahut Yayah.

"Saya akan didik Adik saya, Mbak. Tapi saya mohon agar Mbak mau menghapus video itu." pinta Mas Andri dengan wajah memelas.

Yayah menoleh pada Maya, yang mulutnya masih setia membungkam.

"Apa untungnya buat saya jika menghapus video ini. Saya bahkan belum mendengar permintaan maaf dari jalaang itu. Menurut lo, apa saya pantas memaafkannya?" desis Yayah. Mas Andri terdiam, sorot matanya masih memohon belas kasih.

"Sudah, jangan menghalangi langkah saya. Buang-buang waktu," Yayah mendorong tubuh Mas Andri lalu melangkah keluar rumah. Diluar sudah banyak tetangga yang menyambut Yayah, aku mengulum senyum berharap Yayah menyebarkan video itu.

Maya berlari kekamarnya, membanting pintu dengan kencang.

Benar-benar bocah ingusan tidak tahu diri, dia yang salah dia pula yang marah. Memang benar, pelakor jaman sekarang itu sangat mengerikan. Contohnya sudah ada didepan mata.

"Bagaimana kalau Bapak tau ya, Mbak." ucap Mila dengan suara parau.

"Jangan ada yang berani mengadukan ini sama Bapakmu, kasihan Maya," sela Ibu wajahnya benar-benar cemas.

Mas Andri terkekeh, menatap lurus wajah Ibunya.

"Ibu pikir Bapak tidak punya telinga? Aib keluarga ini sudah pasti menyebar dengan cepat. Siap-siap saja, anak kesayangan Ibu mati ditangan Bapak." sahut Mas Andri dengan senyum mengejek.

Hatiku bersorak, tak sabar menunggu Bapak pulang dari tempat kerja.

***Ofd.

Pagi Kakak, tinggalkan komen dan lope-lopenya ya. Biar aku tambah semangat. 🥰🥰

Kritik dan saran sangat diperlukan.

Salam hangat 🤗🤗

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • KARMA IPAR JULID   Bab 44 - Mengintai Maya.

    "Tadi Ibu mimpi, Mila menangis kesakitan Pak, sambil menggendong bayi merah penuh darah. Huhuhu," Ibu menangis sesegukan, membuat hatiku sakit teriris-iris."Astagfirulloh ..." lirih Bapak dengan wajah sedih. Tangannya mengusap wajah dengan kasar."Istigfar, Buk. Jangan nangis gerung-gerung begitu, engga enak didenger tetangga." ucap Bapak sambil mengusap-usap pundak Ibu.Ibu masih terisak-isak, matanya bahkan tak bisa terlihat saking sembabnya."Ibu juga ga ngerti, Pak. Hati Ibu rasanya sakit, sediihhh saja bawaannya. Huhuhu," balas Ibu sambil sesegukan."Panggil Uwak Haji Sain, May. Suruh kesini, biar dibacain doa," titah Bapak. Maya langsung bangkit dari tempatnya, berjalan keluar kamar.Kupijiti kaki, Ibu dengan pelan. Sementara mulutku tak berhenti bergerak membaca ayat suci Alquran yang aku hapal.Aku merasa ada Mila ditengah-tengah kami, hari ini tepat kepergian Mila dua bulan. Mungkin saja, Mila datang kesini untuk melihat keadaan keluarganya."Ya Alloh, Buk. Nyebut, Buk ..."

  • KARMA IPAR JULID   Bab 43 - Mila.

    Pov Andri.Ada rasa takut, saat Nurma mengingatkan masalah Mila dan mengaitkannya dengan Maya. Hatiku bahkan masih berdenyut ngilu, membayangkan hal buruk, jika memang Maya nekat mengambil jalan pintas untuk menyelesaikan masalahnya.Sebagai seorang Kakak, aku memang mengakui kurang memberi perhatian pada kedua Adikku. Aku pun tidak ingin terlalu mencapuri masalah pribadi mereka. Aku menganggap semua baik-baik saja, dan menganggap mereka masih anak-anak.Ragu ... aku mengetuk pintu kamar Maya, hati tiba-tiba merasa tercubit saat melihat Maya membuka pintu dengan mata sembab dan memerah. Pipinya bahkan terlihat besar sebelah."Eh, Mas Andri," Maya sedikit tergagap melihat keberadaanku. Dengan cepat dia menundukan wajah dengan tangan meyeka wajah secara kasar."Ada apa, Mas?" tanya Maya, kali ini disertai senyum kecil yang menurutku terlalu dibuat-buat."Mas mau bicara," jawabku lalu berbalik badan melangkah menuju teras rumah.Kuhempaskan tubuh dikursi plastik depan jendela, tak lama M

  • KARMA IPAR JULID   Bab 42 - Mencoba.

    Selesai mencuci aku langsung membawa ember kesamping rumah, mumpung Arya masih terlelap aku segera menjemur pakaian.Maya meringis saat menghampiriku menjemur, dia mengamati gerakanku dengan tatapan lurus dan senyum simpul."Kenapa, May?" tanyaku. Maya menggeleng sambil tersenyum tipis.Belum selesai menjemur, suara tangis Arya terdengar dari dalam kamar aku langsung meninggalkan cucian beranjak menemui Arya."Aduh, anak Mamah. Baru tidur sebentar sudah bangun aja." gumamku sambil berbaring disamping tubuh mungilnya lalu mengeluarkan asi.Kumainkan gawai sambil menunggu Arya tertidur kembali, namun mata terasa berat hingga aku pun ikut tertidur disampingnya."Dek ..." tepukan hangat membuat mata mengejrap, menyipitkan mata saat samar melihat sosok Mas Andri yang duduk disampingku."Eh, Mas ..." pelan, aku melepas asi dari mulut Arya tangan kanan terasa sakit akibat terlalu lama miring menyusui."Pegal?" tanyanya."Heum," balasku sambil merentangkan tangan."Sholat sana, sudah jam sete

  • KARMA IPAR JULID   Bab 41 - Ulah Firman.

    Gawai ditanganku berdering, langsung menaruh ditelinga setelah menggeser tombol hijau."Ada apa, Dek?" tanya Mas Andri disebrang telepon."Bisa pulang sekarang ga, Mas?""Pulang? Ada apa emang?" cecar Mas Andri."Si Maya pulang sekolah wajahnya penuh lebam, katanya dipukulin sama Firman." jelasku sambil melirik kearah Maya yang masih menangis sesegukan."Hah! Apa?" teriaknya."Si Maya dipukulin Firman," jelasku."Huh! Astaga ... ada aja lagi, dah!" geram suamiku sambil memutus sambungan."Lu kenapa bisa dipukulin saja si Firman, May. Lu salah apa?" cicit Ibu dengan wajah cemas."Huhu ... Bang Firman ga mau diputusin, Bu. Dia marah-marah, dan mukulin Maya ..." adu Maya sesegukan."Ya Alloh, tega banget si Firman." Ibu mengelus dada."Sudah biarin, biar si Andri urusannya. Biar dia yang ngajar balik si Firman. Ibu tidak terima kamu diperlakukan seperti ini, kalau perlu kita tempuh jalan hukum!" sungut Ibu berapi-api sambil memegangi wajah Maya.Kusodorkan segelas air dingin kearah Maya,

  • KARMA IPAR JULID   Bab 40 - Babak Belur, Lagi?

    Aku pandangi wajah lelah suamiku, terpaan sinar matahari pantai membuat wajahnya sedikit kusam. Melihat wajah tenangnya, entah mengapa hati menjadi haru. Sikap Mas Andri yang semula dingin dan tak acuh perlahan mulai mencair."Dek ..." tubuh itu bergeliat, matanya mengejrap melihatku."Kok belum tidur?" Mas Andri beringsut duduk sambil menguap panjang."Iya, Mas. Ini mau tidur kok," jawabku seraya tersenyum."Sini ..." Mas Andri sedikit memberi ruang menepuk bantal disampingnya. Aku menurut, merebahkan tubuh didekatnya."Hujan-hujan gini, paling enak peluk kamu, Nur. Empuk," ucapnya sambil mendekap tubuhku lalu menarik selimut. Untuk sesaat mata kami saling beradu, Mas Andri tersenyum manis lalu memejamkan mata. Sepertinya Mas Andri sangat kelelahan.Adzan subuh berkumandang, gegas aku menuruni ranjang berjalan menuju kamar mandi. Mata menyipit, melihat Ibu yang sibuk didepan kompor."Masak apa, Bu?" tanyaku."Eh, sudah bangun Nur?" senyum Ibu merekah terlihat ringan tanpa beban."Sud

  • KARMA IPAR JULID   Bab 39 - Jalan-jalan.

    "Pagi, Mbak. Saya Firman, Maya nya ada?"Aku bergeming ditempat, nama Firman seperti familiar dipendengaran."Si-apanya Maya ya?" tanyaku."Temannya," jawabnya seraya tersenyum."Oh ... ya sudah, mari masuk." aku membuka pintu pagar dengan lebar lalu melangkah masuk kedalam rumah."Bu, Ibu ..." mata dan kakiku mengedar mencari keberadaan Ibu."Iya, Nur. Kenapa?" tanyanya."Ibu habis dari mana?" aku balik melempar tanya."Dari kamar Mila," lirihnya. Aku menarik nafas, sambil melengok pintu kamar Mila yang terbuka setengah."Itu ada tamu, namanya Firman. Dia bilang temannya Maya." jelasku."Firman?" Ibu menautkan alis. "Mau apa dia kesini?" tanya Ibu. Aku hanya mengangkat bahu.Dengan wajah cemas Ibu melewatiku berjalan menuju ruang tamu."Bu ..." aku lihat Firman tersenyum ramah, mencium tangan Ibu."Ada apa, Nak? Kenapa kesini, nanti istrimu ngamuk lagi mukulin Maya," tanya Ibu dengan wajah cemas.Oh ... jadi ini yang namanya Firman. Pacar Maya?"Saya mau cari Maya, Bu. Sudah satu min

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status