Share

Bab 5 - Baku Hantam.

"To--long ... panggil RT. Kasihan Maya," Ibu menatap iba kearahku. Aku hanya bergeming, berpura tak melihat tatapan menyedihkan itu. Dari pada memisahkan Maya dan Yayah lebih baik aku menikmati tontonan ini.

 

Karna ... entah mengapa hatiku sangat puas melihatnya.

 

"Huhu, tolong siapa saja lapor RT," Ibu meratap keluar pintu, dimana tetangga sudah padat menyaksikan pertikaian ini.

 

"Itu si Maya beneran pacaran sama laki orang? Ya ampun. Malu-maluin ya, ga nyangka!" cibir suara sumbang dari kerumunan.

 

"Idih najis ya ... sampai dilabrak sama istri sah nya. Gelayy!" sahut entah suara siapa.

 

"Pantes selalu modis, selingkuhan Om-Om kali ya. Apa Aki-Aki? Haha ..." Gelak tawa meremehkan terdengar riuh. Ibu semakin merunduk, tak punya muka untuk membantah ucapan mereka.

 

Aishh ... kidmat sekali mendengarnya.

 

Bibirku tersungging dengan sendirinya, kutatap wajah Arya yang sudah membuka mata dengan rasa haru.

 

Lihatlah, sayang. Bahkan Bunda tak perlu repot, membalas mereka semua. Nenek dan Bibimu sudah mendapat hukuman dari orang lain.

 

"Mati lo jal*ng! Mati." umpat Yayah dengan wajah beringas, wajah Maya habis dicakar-cakar dan dipukul oleh Yayah. Aku bergidik ngeri melihat aksi perempuan gendut itu. Maya menjerit kesakitan meminta pertolongan.

 

"Lepas setaan ... laki lo sendiri yang ngejar-ngejar gue. Laki lo yang ngemis-ngemis ga mau gue tinggalin!" jerit Maya kesetanan sambil mendorong tubuh Yayah dengan kuat.

 

Cengkraman dirambut Maya terlepas, Yayah membeku mendengar ucapan Maya.

 

"Lo ngaca. Badan kaya gentong, bau tengik mana ada laki-laki yang tahan sama perempuan kaya lo!" nafas Maya terengah-engah, rambut yang biasa terurai rapih dan menawan terlihat kusut seperti kunti baru bangun tidur.

 

"Siaallan ... emang pelakor ga tahu diri lo ya!" Yayah yang mendengar makian Maya semakin melebarkan mata kebencian. Dengan cepat, dia kembali menubruk tubuh ramping Maya dan menarik kencang rambut panjangnya.

 

"Sakitttt ... Lepas! Awas lo gendut, gue aduin sama Bang Firman, biar langsung dicerain lo!"

 

Aku hanya bisa mengelus dada mendengar umpatan Maya, ternyata bukan hanya padaku dia berkata kasar. Tapi juga pada orang yang dianggapnya musuh. Benar-benar sakit jiwa dia.

 

"Nurma, panggil Pak RT. Pisahkan Maya dari perempuan gila itu!" Ibu menjerit meraung-raung kearahku. Aku hanya mengangkat bahu, pertanda tak peduli.

 

Enak saja menyuruh-nyuruh. Tidak ingat beberapa jam yang lalu dia bahkan ingin membunuh anakku. Walau pun Maya akhirnya mati ditangan perempuan gendut itu, aku benar-benar bodo amat. Malah bersyukur setidaknya sampah di dalam hidupku sudah berkurang satu.

 

"Hentikaan!!" Jerit Ibu bangkit dari duduknya, mata itu terbelalak lalu melangkah lebar kearah Yayah.

 

"Lepas aku bilang!" tanpa aku duga, Ibu menarik rambut Yayah dari belakang membuat kepala perempuan gendut itu mendongkak seketika.

 

Mila masih menangis ketakutan, melihat pertengkaran yang ada di depan matanya. Tubuhku sendiri mulai lemas, aku menjatuhkan tubuh diatas sofa. Aku hanya ingin menyelamatkan diri dan Arya, tak peduli dengan ketiga orang yang saling baku hantam itu.

 

"Ada apa ini!!" suara menggelegar Mas Andri terdengar. Dia langsung menerobos masuk, memisahkan Adik dan Ibunya.

 

Pasti sudah ada yang mengadu kalau ada keributan dirumah ini, jarak bengkel Mas Andri dan rumah hanya sekitar 15 menit berjalan kaki. Tentu saja, sudah banyak mulut yang bicara padanya.

 

"Diam lo jangan ikut campur!" bentak Yayah sambil menyentak tangan Mas Andri. Kulihat Ibu sudah tersungkur diatas lantai, entah apa yang terjadi.

 

"Andri ... tolong Adikmu." ratap Ibu sambil menangis sesegukan. Rambut yang biasa tercepol rapihnya pun, kini terlihat aut-autan. Benar-benar menyedihkan.

 

"Mbak ... berhenti!" Dengan keras, Mas Andri memisahkan Yayah dan Maya. Maya merunduk bersembunyi dibalik tubuh suamiku.

 

"Jangan melakukan kekerasa dirumah saya. Mau Ibu saya laporkan ke Polisi!" Ancam Mas Andri. Yayah bukan menciut, dia malah tertawa keras mendengar ocehan suamiku.

 

"Lapor! Lapor kalau berani, gua ga takut. Tapi sebelum lo laporin gua. Adek lo yang kegatelan ini yang akan lebih dulu masuk kedalam penjara, karna sudah berzinah dengan laki gua!"

 

Jeduarrr!!

 

Suara petir mengiringi ucapan Yayah, wajah manusia yang ada di dalam rumah menegang seketika termasuk aku.

 

"A-apa maksud Mbak?" Mas Andri tergagap saat melontarkan kata.

 

"Heh. Anda jangan menebar fitnah disini!" teriak Ibu masih tak mau kalah.

 

"Fitnah? Gua ga fitnah ini kenyataan!" sentak Yayah, menatap bengis kearah Ibu juga Maya bergantian. Maya meringsut, menutupi wajah babak belurnya.

 

"Sudah ... sudah! Masalah ini biar kita selesaikan dengan kepala dingin." ucap Mas Andri dengan wajah cemas.

 

"Cih! Kepala dingin," cibir Yayah mengejek ucapan Mas Andri.

 

"Tolong semuanya keluar ya. Ini masalah keluarga, aib keluarga." Mas Andri menggiring para tetangga yang ada didepan pintu untuk keluar.

 

"Hhuuuu!!" sorak mereka ramai-ramai, sepertinya tak terima Mas Andri mengusir mereka.

 

"Tolong, keluar. Jangan menambah pusing kepala," ucap Mas Andri.

 

Pintu rumah ditutup, namun dari jendela masih terlihat bayangan beberapa orang yang ingin menguping pembicaraan didalam rumah.

 

"Silahkan duduk dulu, Mbak. Ceritakan sama saya, kejadian yang sebenarnya." Mas Andri menunjuk sofa panjang pada Yayah.

 

Yayah menatap sinis, lalu menjatuhkan tubuh diatas sofa.

 

"Ada apa, Mbak?" tanya Mas Andri tak sabar.

 

"Ngapain lo tanya sama gua. Lo tanya sendiri sama Adek lo yang kegatelan itu." sentak Yayah.

 

Mas Andri mengusap wajah kasar, lalu menghela nafas dengan gusar.

 

"May ..." sorot Mas Andri menoleh pada Maya yang berdiri dibelakang tubuh Ibu.

 

Maya hanya diam, kulihat tubuhnya masih bergetar dengan hebat.

 

"May!!" bentak Mas Andri sambil bangkit dari duduknya, dan menarik kasar baju Maya.

 

"Iihh, apaan sih. Sakit tauk," cebik Maya tak terima diperlakukan kasar oleh suamiku.

 

"Jelasin sama, Mas. Bener lu pacaran sama suami orang!" tanya Mas Andri dengan nafas memburu. Maya menatap lekat Mas Andri, lalu membuang pandangan kearah lain. Tak menjawab satu kata pun.

 

"Kalau orang nanya dijawab. Jangan diam aja!" Lagi Mas Andri membentak.

 

Maya masih diam, wajahnya terlihat kesal dan marah.

 

"Lu budeg ya!" Mas Andri menoyor kepala Adik kesayangannya. Maya mengaduh, lalu menatap Mas Andri dengan mata melotot.

 

"Sudah, Mas. Sudah ... sabar," Ibu menengahi.

 

"Dasar sampah, kenapa ga mau jawab lo. Takut lo ya?" Yayah tersenyum mengejek kearah Maya.

 

Mas Andri menarik rambutnya, lalu menoleh pada Yayah.

 

"Mbak juga tidak bisa seenaknya memukuli Maya. Memang Mbak ada bukti, Mbak melihat sendiri dia jalan sama suami Mbak?" tanya Mas Andri. Sepertinya Mas Andri belum percaya, jika Maya pacaran dengan suami orang.

 

Yayah terkekeh, dan tersenyum sinis menanggapi ucapan Mas Andri. Yayah mengeluarkan gawai dari saku celananya. Sekejap dia memainkan gawai didepan kami, lalu menyodorkan gawainya pada Mas Andri.

 

"Lo liat dan pelototin tuh kelakuan Adek lo. Hebat, kalau lo ga jijik!" cibir Yayah dengan senyum menyerigai.

 

***Ofd.

 

Tinggalkan lope dan komen biar aku lebih semangat.

 

Jangan lupa subcribe cerita ini ya. 🤗🤗

 

 

 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status