“Ayo Dayu, sedikit lagi!” kata De Arya melenyapkan lamunan Dayu.
Gadis itu menatap pria yang berjalan di depannya. Namun, bayangan matahari yang sebentar lagi terbenam itu menyilaukan matanya. Ia tak dapat melihat wajah pria itu.
Sesampainya di atas batu yang paling atas, De Arya membantu gadis itu berdiri, dan mereka berdua menatap matahari yang sedang terbenam.
Lalu mereka berdua duduk diatas batu itu.
"Entah mengapa, setiap kali aku berada disini, aku merasa seperti sudah berdiri disini lama sekali…
Dan setiap kali aku duduk disini, aku merasa kesepian, aku seperti menunggu seseorang yang tidak kunjung datang… " ucap perwira muda itu memecahkan keheningan diantara mereka.
"Apa kamu sedang berusaha merayuku?" sahut Dayu sambil melirik ke arah pria di sampingnya.
"Tidak, bukan begitu, aku serius! aku bahkan sering bermimpi sedang berdiri disini… "
"Mimpi?" Dayu mengernyitkan alisnya.
"Iya, kembang tidur yang aneh-aneh, terkadang aku bermimpi sedang berdiri disini, terkadang aku bermimpi pergi berperang dengan menaiki kuda, he.. he… mungkin aku terlalu banyak nonton film," ujar polisi itu sambil terkekeh kekeh.
"Tidak semua mimpi itu bunga tidur, aku yakin beberapa diantaranya adalah sebuah isyarat,"
ucap Dayu sambil menatap pemuda itu.
Lalu pria itu beringsut, dan menghadapkan badannya ke arah gadis itu.
“Katakan padaku, mimpi seperti apa yang merupakan sebuah isyarat?” tanyanya sambil mencondongkan badannya ke arah Dayu. Matanya tak bisa berpaling dari wajah gadis cantik itu.
“Aku…aku tidak bisa bilang sekarang, mungkin suatu hari aku akan memberitahumu,” jawab gadis itu gugup.
"Dayu, apakah kita bisa lebih sering bertemu? Aku ingin tahu lebih banyak tentangmu… "
Mendengar pertanyaan yang seperti ajakan kencan itu. Dayu hanya tertunduk. Lalu ia berkata;
"Aku bisa berteman dengan kamu, tapi tidak bisa lebih dari itu... " ucapnya dengan sangat hati-hati.
"Mengapa? apakah karena aku orang biasa?" tanya pemuda itu dengan tenang.
"Bukan itu, aku… aku tidak ingin berkencan dengan aparat, hidup kalian seperti selalu dalam bahaya, aku tidak nyaman dengan itu… " jawab Dayu..
Mendapat penolakan yang tiba-tiba, De Arya tidak mau kehilangan harga dirinya.
"Ha..ha.. kamu terlalu serius!, aku tidak bermaksud mengajak berkencan, tapi ingin menjadikanmu teman untuk bertukar pikiran he…he, " ujar polisi itu cekikan.
Mendengar gurauan itu, seketika muka Dayu memerah. Untuk menutupi rasa malunya ia berkata;
"Oh begitu ya? Maaf, tadinya aku kira kamu ingin mengajakku berpacaran.
Ya, maklumlah, belakangan ini memang ada beberapa pria yang mendekatiku. Jadi…, maaf ya, kalau aku menjadi terlalu percaya diri… " kata gadis itu santai.
"Iya wajarlah, kamu cantik, memiliki karir yang bagus, sudah cukup umur tapi belum menikah, pasti banyak pria yang mau melamar," ucap De Arya pelan.
Pria itu menundukkan kepalanya, ia berusaha menyembunyikan rasa kecewa yang melandanya.
Setelah diam sejenak, ia mengamati para pengunjung yang sedang menikmati suasana tempat itu.
"Eh, bagaimana kalau kita berfoto disini? anggap saja sebagai kenang- kenangan?" pinta De Arya.
"Aku rasa sih tidak perlu, tapi kalau kamu mau, pakai saja hape kamu! " ucap Dayu sambil melengos.
"Oke nggak masalah!" polisi itu mengeluarkan ponsel dengan teknologi tercanggih pada waktu itu. Lalu ia meminta seorang turis untuk mengambil foto mereka berdua.
Setelah selesai, De Arya membimbing gadis itu untuk menuruni bebatuan itu dan kemudian menemui Gek Trisha.
"Ih, kalian tega ya, aku ditinggal sendiri disini," rajuk gadis itu.
"Kami cuma melihat matahari terbenam saja kok," ujar De Arya.
"Iya, pemandangannya bagus sekali, sayang kamu sibuk sama tunangan kamu," sahut Dayu.
"Oh ya, boleh nggak aku minta selfie bertiga? tunanganku agak cemburuan, dia minta bukti kalau aku bertiga sama kalian… " pinta Gek Trisha.
"Boleh, ayolah!" jawab De Arya semangat.
Dan mereka bertiga sibuk membuat potret diri mereka dengan berbagai macam gaya. Lalu mereka saling membagikan foto foto itu melalui saluran chatting.
Hari menjelang malam, Dayu dan Gek Trisha pamit untuk pulang. De Arya mengantar mereka sampai tempat parkir dan melambaikan tangannya.
Dayu mengendarai mobilnya menuruni bukit dipinggir pantai itu. Mobil itu melalui jalan kecil diantara hutan jati. Di kejauhan, tampak lampu kelap kelip dari rumah-rumah penduduk.
Sesekali Dayu melihat ke belakang melalui kaca tengah mobilnya.
Ia melihat ada sebuah mobil offroad hitam sedang mengikutinya. Awalnya Dayu bersikap santai, namun setelah sampai di pedesaan, ia mulai penasaran. Mobil itu tetap berada di belakangnya.
Baru setelah ia memasuki halaman parkir Puri Ngawetan, mobil itu menghilang. Gadis itu bernafas lega.
"Kamu yakin mobil itu tidak akan mengikuti kamu?" tanya Gek Trisha.
"Yakin, mungkin tadi dia cuma penasaran, setelah tahu bahwa yang naik mobil ini adalah Putri dari Kerajaan Ngawetan, siapa berani macam-macam?" ujar Dayu sambil tersenyum.
"Kita kan tidak tau siapa yang dia ikuti, aku atau kamu? bagaimana kalau aku minta Gung Yoga untuk mengantarmu pulang?"
"Nggak ah! sepupumu itu lebih seram daripada siapapun. Aku pulang sendiri saja! sudah ya aku pergi dulu!"
Gadis itu memasuki mobilnya dan segera mengendalikannya keluar dari gapura istana kecil itu. Setelah mini cooper milik dosen itu
menghilang, seorang penjaga segera menutup gerbang kembali.
Mobil kecil itu meluncur perlahan menyusuri jalanan desa. Jam menunjukkan pukul 9 malam, namun jalanan di bukit selatan memang sudah sangat sepi.
Dayu terkejut ketika ia mendapati mobil offroad hitam itu sudah berada di belakangnya lagi.
Ia menjadi merasa was-was, ini sebuah kebetulan atau mereka sengaja mengikutinya?
Karena cemas, gadis itu membawa laju mobilnya ke arah desa yang lebih ramai. Dan ia menjadi lebih takut ketika ternyata, mobil itu juga mengambil arah yang sama dengannya.
Pikiran gadis itu berkecamuk, siapakah mereka? apa maunya? apakah mereka ingin melakukan hal jahat? perasaan khawatir yang berlebihan mulai menggerogoti gadis itu.
Merasa bahwa dirinya dalam bahaya, akhirnya Dayu memutuskan untuk berhenti di sebuah minimarket 24 jam dan segera masuk untuk berpura pura belanja. Dari balik kaca ia mengamati, ternyata mobil itu juga berhenti tak jauh dari tempat itu.
"Gawat! rupanya mobil itu benar benar mengikutiku, apa yang harus aku lakukan? Apa aku harus telpon polisi?" gumamnya
Setelah bimbang dan ragu sejenak, akhirnya gadis itu memutuskan menghubungi De Arya, seorang polisi yang baru saja ia kenal.
"Ada apa? " Suara De Arya dari kejauhan.
"Aku diikuti orang, aku sudah putar arah beberapa kali, tapi orang itu tetap mengikuti aku, aku harus bagaimana?" ucap gadis itu dengan nada sangat cemas.
"Kirim lokasimu sekarang, dan tunggu aku disana!" perintah sang perwira polisi.
Gadis itu menjalankan apa yang diperintahkan kepadanya, ia mengirimkan lokasinya dan tetap berdiam di dalam bangunan toko swalayan itu.
"Mengapa kau menatapku seperti itu?" tanya Mang Selly."Ah… tidak apa-apa, aku hanya sedikit melamun," jawab Gung Yoga sambil tersenyum kecil. Lalu, pria itu mengambil sepotong roti bakar, mengoleskannya dengan selai, lalu mulai menikmatinya.Mang Selly melakukan hal yang sama dan mulai menikmati sarapannya. Namun, gadis itu mengunyah lebih cepat daripada pria di depannya.Baru beberapa menit saja, ia sudah menghabiskan dua potong roti dan akan mengambil yang ketiga.Gung Yoga memelototi gadis itu. Dengan segera, ia meraih tangan Mang Selly untuk mencegahnya mengambil sepotong roti."Apa yang kau lakukan?" tanya Mang Selly dengan wajah heran."Ini roti panggang! Kalau kamu mau lagi, buat sendiri sana!" gertaknya."Aih… kamu pelit sekali! Lagi pula, ini kan rotiku yang kamu ambil dari kulkas?" tanya Mang Selly tak mau mengalah."Eh, aku membuat sarapan ini susah payah, ya! Asal kamu tahu saja, aku terbiasa dilayani. Ini pertama kali aku membuat sarapanku sendiri. Jadi, jangan sentuh rot
Melihat tubuh yang molek, ranum, lekuk yang indah dan tak mengenakan sehelai benang pun bergerak condong ke arahnya dan mulai membuka kancing baju yang ia kenakan satu per satu. Gung Yoga segera merengkuh tubuh gadis itu dan mencium bibirnya dan tangannya membelai kulit halusnya. Wanita yang sudah dibutakan nafsu itu membalas ciuman itu dengan semangat. "Ayo, kita bersenang-senang malam ini, sebagai pembalasan atas perbuatan mereka, puaskanlah aku Gung Yoga, malam ini aku milikmu… " kata Mang Selly dengan nafasnya yang memburu.Tanpa pikir panjang lagi, Gung Yoga segera melucuti pakaiannya dengan dibantu oleh gadis itu. Setelahnya, keduanya berciuman, berpelukan sambil berbansa menikmati musik romantis yang mengalun pelan bagaikan dua insan yang jatuh cinta. Ruangan gelap yang dihiasi kelap kelip lampu diskotik, membuat suasana tempat itu menjadi tempat yang sempurna untuk bercinta. Setelah puas berdansa, Gung Yoga mengangkat tubuh wanita itu, dan membaringkannya di sofa. Mang Sel
Melihat kemesraan De Arya dan Dayu, hati pria yang duduk di bangku taman yang gelap di kebun hotel King Lotus bergejolak penuh amarah.Setelah yakin bahwa kedua orang yang diamati nya tidak menyadari kehadirannya. Pria itu pergi meninggalkan tempat itu.Dengan mobil mewahnya, ia keluar dari parkiran hotel King Lotus dengan ugal-ugalan.Mobil sport berkecepatan tinggi itu melaju kencang.Gung Yoga duduk di balik kursi kemudian itu marah, dan air mata yang berderai.Tak sanggup mengendalikan amarah.Pria itu menepi dan menendang ban mobilnya.
Malam itu, De Arya dan Dayu terlihat duduk berdua diatas tempat tidur hotel King Lotus. Sesaat keduanya terlihat saling memandang mesra. Kedua tangan mereka saling bergenggaman. Kemudian mereka saling berpelukan. "Dayu, aku bahagia sekali bisa kembali padamu," kata De Arya. "Aku juga De Arya, aku sangat sedih ketika kau meninggalkan aku seperti itu. Tolong… jangan pernah lagi, percayalah, hatiku sepenuhnya milikmu," kata Dayu dengan memeluk pria itu erat. Setelah puas saling melepas rindu. Dayu meraih beberapa benda dari tasnya. Benda benda kecil itu dibungkus dengan kertas tissue. Lalu ia membukanya satu persatu dan menaruhnya di atas tempat tidur. De Arya menatap deretan koin dan cincin itu dengan heran. Benda-benda itu tampak kusam dan kuno. "Coba lihat dan pegang benda ini, katakanlah padaku kalau kau ingat sesuatu," kata Dayu. De Arya meraih satu per satu benda itu, tetapi dia tidak menunjukkan expresi apapun. "Jujur Dayu… aku tidak mengenali benda- benda ini, maaf… ," k
"Om Swastiastu! benarkan ini rumah De Raga?" terdengar suara pak Bagus."Ayah! mengapa dia kemari?" sahut Dayu panik."Akulah yang menghubungi bos, anak gadis satu-satunya pingsan di rumah orang, tentu saja aku hari memberi kabar kan?" jawab Robertus.Dayu bergegas bangkit dari kamar itu dan keluar untuk menyambut ayahnya yang sudah bersama De Raga."Ayah… !" serunya."Dayu! apakah kamu tidak apa-apa?" sahut pria itu sambil memeluk putri satu-satunya.Pria tua itu mengelus pundak Dayu dengan penuh kasih sayang. Namun ketika tatapan matanya menangkap sosok
Mang Selly membiarkan dirinya sekali lagi didalam pelukan Gung Yoga. Entah mengapa ia juga tidak ingin menolak pria itu yang sepertinya sangat peduli dengan perasaannya. Setelah puas menangis, perlahan gadis itu melepaskan diri dan menyeka air matanya. "Aku mau pulang dulu Gung Yoga, aku harus mengurus usaha ku. Sampai ketemu lagi.""Berhati-hatilah, bila kau perlu teman bercerita hubungi saja aku. Aku berjanji hal seperti semalam tidak akan terjadi lagi," kata pria itu sambil memasukkan tangan kedalam saku baju tidur nya. Mang selly mengangguk, lalu kemudian berlalu dari tempat itu. ***Ditempat yang jauh, tampak Dayu yang berdiri disamping De Raga sedang menyaksikan upacara Ngaben kakek dari Mang Arini. Suasana upacara yang terjadi di kuburan yang sama sejak ratusan tahun lalu itu, telah membuatnya teringat akan beberapa kejadian yang telah terjadi dimasa lampau. Ia masih ingat ketika neneknya, pamannya, dan beberapa orang lain yang telah lebih dahulu meninggal daripada dia, s