Share

Bab 5. Deja Vu, Penglihatan masa lalu

Bab 5. Deja Vu, Penglihatan masa lalu. 

Waktu menunjukkan jam 4 sore. Tak sabar lagi, De Arya segera keluar dari kantornya dengan mengendarai mobilnya. 

Sesaat kemudian, mobil kecil itu memasuki gerbang sebuah rumah megah. Lalu ia memarkirkannya diantara beberapa mobil mewah yang lain. 

Setelah keluar dari pintu kendaraan itu, Ia terburu-buru menuju biliknya.

Ia tidak sadar bahwa ada sepasang mata yang telah memperhatikan kehadirannya. 

Ia adalah Nyonya Rai, Ibu kandung De Arya yang sedang menyiram bunga. Seorang wanita berumur sekitar 60 tahun, yang masih terlihat cantik dan terawat untuk wanita seusianya. 

Di dalam kamarnya yang didesain seperti villa itu, De Arya segera melepas seragamnya, dan menuju kamar mandi untuk menyegarkan diri. 

Tak lama kemudian, pemuda gagah itu keluar dari kamar mandi sambil mengeringkan badannya. Lalu, ia mengambil hair gel dan merapikan rambut cepaknya di depan cermin.

Setelah puas dengan penampilan wajahnya, Ia menyemprotkan parfum di antara lengan dan dadanya yang berotot. 

Sesaat kemudian, pria berkulit kuning langsat itu memakai celana panjang krem dan hem putih yang terbuat dari katun rayon. Penampilannya menjadi lebih mirip turis ketimbang seorang polisi. 

Iya, Ia memang sengaja berpenampilan santai. Ia berharap penampilan barunya ini bisa mendekatkannya kepada Dayu. Sehingga gadis itu akan menjadi lebih terbuka padanya. 

Setelah selesai berpantas diri, pemuda gagah itu keluar dari kamarnya. Bau harum semerbak tercium dari aroma tubuhnya. 

Setelah melihat ke kanan dan ke kiri, Ia berjalan mendekati ibunya. 

"Me, pinjam kunci mobil mercy dong! " tangannya menengadah ke arah ibunya. Namun ibunya tak bergeming. Ia hanya melirik ke arah putranya itu. 

"Meme..pinjam mobilnya me..!" Ia merengek kepada ibunya yang ia sebut meme itu. 

Mencium aroma parfum dari tubuh putranya, seorang ibu pasti memahami apa yang sedang terjadi. Lalu, ia menaruh alat semprotan bunga itu di meja, dan menghadapi putranya sambil tersenyum. 

"Sama siapa?"

"Maksud Meme? "

"Perempuan dari mana sekarang ini? kok tumben rapi dan wangi begini?"

"Ini seorang Dayu Me… "

"Dari griya mana?" tanya ibunya dengan dahi yang mengerinyit. 

"Belum tahu Me, yang jelas dia seorang dosen, layak kan untuk jadi menantumu?" ucapnya sambil menggoda ibunya. 

"Dia pasti layak disini, tapi kamu mungkin tidak layak bagi mereka,jadi...jangan banyak berharap."

"Ayolah me, pinjam kunci," De Arya memelas. 

Mendengar rengekan anaknya yang tiada berhenti, wanita itu menuju ke biliknya, sebuah bangunan tradisional khas Bali dengan kamar yang tampak besar.   

Tak lama kemudian, wanita itu keluar dari kamarnya dan menyerahkan sebuah kunci mobil mercedes. 

De Arya menerima kunci itu dengan girang. 

"Makasih Me! mmuaach!" Ia mendaratkan ciuman ke pipi ibunya. Dan berlari meninggalkan tempat itu.

Mobil sedan berwarna hitam bergerak perlahan bergerak menuju pintu keluar.

Seorang penjaga yang tertidur di posnya, segera berdiri dan bergegas membukakan gerbang bagi tuan mudanya tersebut. 

Sesaat setelahnya, De Arya yang mengendarai mobil mewah itu meninggalkan rumah besar yang ada di belakang hotel King Lotus. Hotel milik keluarga tersebut. 

Jam 4.45.

De Arya kembali melihat jarum jam di tangannya. Ia sudah berada di tempat itu selama 5 menit dan rasanya waktu berjalan sangat lambat baginya. 

Ia meraih ponselnya dan mengetik pesan kepada Dayu. 

Aku sudah di Cafe Tebing, jangan lupa datang ya, kalau kamu lupa, aku akan mencarimu di kampus. 

Rupanya pesan itu dibaca dan ia mendapatkan jawaban pesan suara dari gadis yang tidak ia kenal. Itu adalah suara Gek Trisha. 

"Tenang saja komandan, kami sedang dalam perjalanan, kemungkinan 5 menit lagi kami akan tiba disana."

Mendengar suara itu, polisi itu tersenyum. 

Ia keluar dari pintu mobilnya dan memanggil seorang pelayan. 

"Bli, aku mau pesan gazebo yang disana, apakah masih kosong?" ucapnya sambil menunjuk ke suatu tempat. 

"Iya bli, masih kosong, saya blok atas nama siapa?"

"Made Aryajaya"

Pelayanan itu mencatat namanya, lalu memohon diri dari hadapan polisi itu. 

Tak lama kemudian, sebuah mobil mini cooper berwarna kuning memasuki area parkir. Terlihat dua orang gadis keluar dari mobil itu. 

Dayu yang melihat penampilan De Arya, merasa takjub, ia seperti melihat pria yang berbeda, pria yang tadinya terlihat dominan dengan seragamnya, kali ini ia terlihat lebih santai dan bersahabat. 

Perwira muda itu mendekati mereka dengan senyuman yang hangat. 

"Halo De Arya, ini temanku Gek Trisha, " Dayu memperkenalkan temannya. 

Mendengar nama dengan sebutan "Gek" seketika pemuda itu membungkukkan badannya. 

"Saya De Arya, salam kenal!" ucapnya

"Salam kenal komandan!" jawab Gek Trisha dengan senyum menggoda. 

De Arya mempersilahkan kedua gadis itu menuju tempat yang telah ia pesan. 

Mereka duduk di sebuah gazebo bambu yang dihiasi dengan kelambu putih. Dari bilik mungil itu, mereka dapat merasakan hembusan angin dan menikmati suasana romantis pada sore itu. 

Setelah mereka memesan makanan dan minuman, pemuda itu membuka obrolan santai;

"Bagaimana, apakah kalian suka dengan suasana tempat ini ?"

"Tempat ini keren sekali, kenapa kemarin kita nggak sadar ya, kalau ada cafe baru seperti ini?" Gek Trisha menoleh ke arah Dayu. 

"Iya, aku juga tidak memperhatikan," Jawab gadis itu singkat. 

"Oh ya De Arya, kira-kira, dua hari yang lalu kamu tugas dimana?" tanya Gek Trisha. 

Mendengar sahabatnya mengungkit hal itu, Dayu mencubit paha gadis itu sehingga ia meringis kesakitan. 

"Memangnya kenapa? aku bertugas di Denpasar.." jawab pria itu sambil menyeruput jus yang ada di tangannya. 

"Eng-enggak apa - apa," Jawab Dayu singkat. 

"Kalian sendiri dimana? " giliran pria itu bertanya.

Gek Trisha pun segera menjawab pertanyaan itu. 

"Kami pentas di Art Center, terus… hup!" Dayu membekap mulut gadis lancang itu. 

"Kalian menari pendet?" tanya polisi itu dengan serius. 

Gek Trisha yang masih dibekap oleh Dayu mengangguk-anggukan kepalanya. 

"Ih bener- bener deh kamu ini!" ucap Dayu kesal. kemudian Ia melepaskan tangannya dari wajah sahabat karibnya. 

"Aku juga bertugas di Art Centre waktu itu, aku ditugaskan untuk mengawal pejabat dari Timor. 

Tapi setelah tarian pembuka, aku harus pergi dari sana karena Pak Petrus sudah terlalu capek. Jadi aku mengantarnya ke hotel." terang De Arya. 

Setelah selesai berkata kata, pria itu melihat ke arah Dayu, tatapan matanya begitu dalam dan penuh kekaguman. Dayu pun dibuat tersipu malu olehnya. 

"Jadi… kamu penari tengah itu ya? tarian kamu sungguh bagus, gemulai.. " perwira muda itu memujinya dengan tersenyum. 

"Terima kasih," jawab Dayu dengan senyum tipis, Ia memainkan sedotan jus apel yang ada didepannya.

"Waktu itu, aku gagal untuk minta nomer kamu, tapi ternyata kita memang berjodoh untuk bertemu kembali," sambung De Arya.

"Iya betul itu!" sahut Gek Trisha. 

Tiba-tiba terdengar nada dering dari ponsel Gek Trisha.  Dari layarnya terlihat nama tunangannya yaitu, Gung Bharata. 

"Maaf, aku angkat dulu ya!" gadis itu segera pergi menjauh.

Tinggalah dua orang itu yang sedang saling menatap satu sama lain.

"Ayo kita kesana! kita bisa melihat pemandangan yang indah!" polisi tampan itu menunjuk ke arah tumpukan bebatuan besar, dimana disana terlihat beberapa turis sedang mengambil foto. 

"Nggak ah! aku takut, aku dengar tempat itu pernah longsor," Dayu menggelengkan kepalanya.

"Tanah itu longsor karena gempa yang terjadi 200 tahun yang lalu. Ayolah, itu sudah lama sekali… 

Sebentar lagi matahari akan terbenam, sayang sekali kalau kau melewatkan kesempatan ini," ucap pria itu berusaha meyakinkan gadis yang ada didepannya. 

Namun, wanita itu tak bergeming. 

"Ayolah!" De Arya mengulurkan tangannya.

Melihat uluran tangan itu, Dayu tak sanggup menolaknya lagi. Ia menyerahkan tangannya dan membiarkan perwira polisi itu membimbingnya berjalan dan kemudian menapaki bebatuan yang berukuran besar itu. 

Tiba-tiba saja, ia seperti sedang Deja Vu, ia seperti sudah pernah mengalami kejadian ini. 

Matahari hampir tenggelam, lembayung jingga menyelimuti langit.

Seorang ksatria menggenggam tanganku, kami memijak batu batu besar itu dan menuju cakrawala. 

Pangeran, benarkah kau akan menghabiskan hidupmu denganku?

Mungkinkah itu?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status