Share

Bab 3. Pantai Tebing Perjanjian

Keesokan harinya, di sebuah pantai berpasir putih yang terletak di bawah sebuah tebing, 

terlihat 2 orang pria duduk diatas bebatuan berwarna coklat. 

Mereka berdua sedang memancing ikan.

"Entah kenapa, setiap kali aku duduk disini, aku merasa sedih," ucap De Arya. 

"Memangnya kenapa komandan?" tanya Parto. 

"Mungkin karena cerita sedih dipantai ini.

Konon katanya, ada sepasang kekasih yang meninggal di sini setelah mengikat sumpah setia satu sama lain. 

Karena cerita itu, penduduk disini menamai tempat ini Pantai Tebing Perjanjian."

"Oh begitu… ," Parto mengangguk- anggukan kepalanya. 

"Eh, bagaimana? apakah kamu berhasil mendapatkan nomor cewek tadi malam?"  

"Kalau nomor sih, tidak dapat komandan, tapi kalau namanya saya tahu." 

"Siapa?"

"Dayu."

"Yaah! Dayu! " keluh komandan polisi itu. 

"Memangnya kenapa kalau namanya Dayu?" Parto telihat heran. 

"Sudah berapa lama kamu di Bali?"

"Baru 4 tahun komandan."

"Kamu tahu siapa nama lengkap ku? awas ya, kalau jawaban kamu salah, push-up 50 kali!"

"Ya tahulah komandan, AKP I Made Aryajaya, alias De Arya!" Jawab Parto percaya diri. 

Kapten polisi itu menghela nafas, lalu melanjutkan kata katanya"

"Dayu itu singkatan dari Ida Ayu, artinya dia orang dari Griya."

"Griya apa maksudnya komandan? saya tidak paham…."

"Griya adalah rumah keluarga pendeta, alias golongan kasta brahmana, kasta tertinggi disini. 

Sedangkan aku, namaku diawali dengan huruf I, yang artinya aku hanyalah orang biasa,  orang dari kasta paling rendah. Jadi jelasnya, kami ini tidak sederajat," komandan itu menjelaskan panjang lebar. 

Mendengar itu, Parto mengangguk -anggukan kepalanya lagi. Lalu ia berkata;

"Tapi keluarga komandan kan cukup kaya, punya beberapa hotel berbintang. Apakah tetap tidak bisa menikah dengan kasta yang lebih tinggi?"

"Belum tentu bisa, karena masih banyak orang tua yang tidak setuju anak perempuannya turun derajat.

Aturan kasta di Bali ini masih dipegang erat Parto, ini bukan guyonan.

Ah sudahlah! lupakan saja, toh kami belum saling mengenal…. " ucap sang komandan. 

"Iya masih banyak gadis lain… "sahut sangat ajudan. 

"Ayo pulang, aku capek, mau tidur," kata De Arya. 

"Yaah komandan, ini baru dapat dua, kecil-kecil lagi!"

"Ya sudah, bawa saja pulang, kasih kucing!" komandan polisi itu bangkit dari tempat duduknya. 

Tanpa ia sadari, dompetnya terjatuh di sela- sela bebatuan. 

De Arya melangkah menjauhi tempat itu diikuti oleh Parto yang langkahnya terlihat terseok-seok karena pasir putih yang ia pijak cukup tebal. 

Ajudan itu berusaha berjalan cepat menyusul pimpinannya yang telah menjadi sahabat karibnya sejak beberapa tahun terakhir. 

 ***

Sore harinya, setelah selesai mengajar di kampus, Dayu menghentikan mobilnya di pantai Tebing Perjanjian. 

Gadis itu terlihat keluar dari kendaraannya bersama sahabat karibnya, Gek Trisha. 

Kedua gadis cantik itu berjalan menuju ujung daratan. Mereka berdiri diatas tebing untuk menikmati pemandangan laut yang luas dan pantai pasir putih yang terletak dibawah tebing itu. 

"Ah...sudah lama sekali aku tidak kesini," ujar Gek Trisha.

"Iya aku juga, tempat ini tidak berubah banyak, masih belum banyak turis datang kesini."

"Ayo turun ke pantai," ajak Gek Trisha. 

" Ayo!"

Kedua gadis itu berjalan menyusuri jalan setapak kemudian mereka menuruni tangga yang merupakan satu satunya akses menuju pantai. 

Gek Trisha berjalan di depan, diikuti oleh Dayu dibelakangnya.  Dengan hati-hati mereka menapaki anak tangga itu satu per satu, sambil berpegangan pada pagar bambu yang sudah terlihat lapuk. 

"Aaaaah!" Dayu menjerit kaget. 

Tiba-tiba bambu yang dipegang gadis itu terlepas dari ikatannya. Ia kehilangan keseimbang dan hampir jatuh. 

Beruntung saat itu juga ada sepasang tangan yang kekar menarik pinggangnya dari belakang. 

"Sorry sorry!" pria yang berkulit gelap itu segera mengangkat tangan setelah Dayu menemukan keseimbangannya kembali. 

"Oh tidak apa-apa, saya malah harus berterima kasih kepada Bli," ucap gadis itu sambil menenangkan diri 

"Ada apa?" tanya Gek Trisha. 

"Aku hampir jatuh, untung Bli ini menahanku," Jawab Dayu sambil menunjuk pria yang berdiri di belakangnya. Bli adalah panggilan terhadap pria yang lebih tua di Bali. 

"Makasih Bli," ucap Gek Trisha. 

Pemuda berbadan kekar dan berkulit gelap itu itu hanya mengangguk sambil tersenyum.

"Kalau turun lewat sini, memang harus berhati-hati karena bambu nya banyak yang lapuk. Maaf saya duluan ya, saya sudah ditunggu murid surfing!"

Dengan bergegas, pria itu segera melewati kedua gadis itu. Rupanya, dia adalah seorang  guru selancar air. 

Setelah kedua gadis itu sampai dipantai, mereka berjalan pelan menapaki pasir berwarna kuning keputihan. Sesekali Gek Trisha memungut kulit kerang yang terdampar. 

Setelah beberapa saat mereka berjalan, langkah mereka terhenti di depan reruntuhan tebing batu berwarna coklat yang merupakan pemisah antara pantai itu dengan pantai yang lain. 

Dayu memandangi tempat itu dengan perasaan aneh, perasaan tidak tenang yang tak bisa ia jelaskan dengan kata kata. 

"Hei lihat! ada dompet!" teriak Gek Trisha menunjuk sebuah benda diantara bebatuan. 

Dosen itu langsung berjalan mendekat dan mengambil dompet berwarna coklat itu. 

Ia mengeluarkan isinya satu persatu. 

Yang pertama ia temukan adalah SIM A milik seorang pria bernama I Made Aryajaya. 

Setelah melihat nama dan foto yang tertera diatas kartu itu, gadis itu tertegun. 

Tangannya terasa dingin, ia merasa sedih dan hampir menangis.

"Kamu tidak apa-apa kan?" tanya Gek Trisha terlihat cemas. 

"Oh… ng-nggak apa-apa kok," jawabnya sedikit terbata-bata. 

Kemudian ia menghela nafasnya dalam dalam, dan melanjutkan memeriksa isi dompet itu. 

Ia menemukan STNK mobil dengan nama yang sama dan di bagian dalamnya terdapat sejumlah uang yang nilainya cukup banyak.

Kedua gadis itu menghitung jumlah tersebut. 

" Wah lumayan ada 1,7 juta, lumayan buat shopping," ucap Gek Trisha sambil tertawa kecil. 

"Hus! Ini bukan milik kita, kalau kita berani memakai uang ini, karma jelek akan mengikuti kita. Aku tidak mau terlahir kembali menjadi babi ngepet," Dayu segera memasukkan dompet itu ke dalam tas nya. 

"Aku cuma bercanda," Gek Trisha menyenggol lengan sahabatnya itu. 

"Aku akan pasang pengumuman di f******k untuk mencari pemilik dompet ini," kata Dayu.

Mereka berdua bangkit dari tempat itu, dan berjalan ke arah semula. Di perjalanan mereka melihat guru surfing itu sedang beristirahat. 

Dayu segera mendekati pria itu. 

"Bli, maaf mengganggu sebentar, boleh tanya?"

"Iya, ada apa?"

"Bli kenal orang ini?" Dayu mengeluarkan SIM A dari dompet itu dan menyerahkannya kepada guru selancar air itu.

Setelah memeriksa kartu itu sejenak.  Ia berkata;

"Saya sering melihat orang ini sedang memancing di sebelah sana, tapi saya tidak mengenal orangnya," katanya sambil menyerahkan kembali kartu itu. 

"Baiklah bli, terima kasih banyak. Oh ya, kenalkan saya Dayu, ini Gek Trisha," 

"Saya De Raga, salam kenal," pria itu menjabat tangan kedua gadis itu satu per satu. 

"Apa kita pernah bertemu ya? rasanya seperti tidak asing… "ucap Dayu. 

"Iya, saya juga merasa pernah melihatmu, tapi dimana?" guru selancar itu menggaruk kepalanya. 

Sesaat setelah keduanya terdiam, Dayu berkata;

"Ah sudahlah, mungkin kita salah orang, maaf bli, kami permisi dulu."

"Eh tunggu dulu!, pasanglah pengumuman di grup F******k Pantai Tebing.

Disana ada banyak anggota; ada pedagang, pemancing, peselancar… nah, siapa tahu orang yang kehilangan itu sudah membuat pengumuman lebih dahulu." jelas si guru selancar panjang lebar. 

"Oh iya, terima kasih banyak untuk informasinya bli! kami pamit ya, sampai ketemu lagi!"

Kedua gadis itu membungkuk dan kemudian berlalu dari tempat itu.

De Raga menatap kepergian mereka dengan perasaan takjub dan penasaran. 

"Dimana aku melihatnya ya? mengapa dia seperti tidak asing bagiku?" gumam guru surfing itu. Ia menyilangkan tangannya, keningnya berkerut, ia sedang mencoba-coba untuk mengingat sesuatu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status