Share

Bab 4. Pertemuan Pertama

Malam harinya di kantor polisi. 

"komandan, lihat!" Parto tergopoh gopoh sambil menunjukkan layar ponselnya. 

"Ada yang menemukan dompet komandan, lihat ini nomor w******p nya," sambungnya.

Kapten muda itu memeriksa postingan itu dengan cermat. Lalu ia mencatat nomor orang yang memasang pengumuman itu, dan menulis pesan kepadanya. 

Selamat malam, saya Made Aryajaya, apakah benar bapak/ibu menemukan dompet saya? 

Tak lama kemudian terlihat ada jawaban. 

Iya, saya memang menemukan dompet bapak, tapi untuk memastikan bahwa dompet ini milik bapak, tolong jawab pertanyaan saya; berapa nominal uang yang ada di dalam dompet? 

Melihat pesan itu, De Arya tersenyum sambil mengetik balasannya.

1.700.000 tidak kurang tidak lebih. Semuanya  berbentuk pecahan 100.000 rupiah. 

Lalu ia menerima jawaban lagi

Baik, kalau begitu, besok jam 1 siang, silahkan datang ke kantin fakultas Ilmu Budaya di uiversitas Sanjaya dan bertemu dengan bu Dayu Suci. 

komandan itu menulis jawaban terakhirnya. 

Baik ibu, saya pasti kesana. Terima kasih banyak atas bantuannya. 

Pria itu meletakkan ponselnya. Dan menyandarkan punggungnya ke kursi. 

"Yes, sudah beres!" ucapnya lega. 

"Yang menemukan laki-laki atau perempuan komandan?"

"Namanya Bu Dayu," 

"Yah.. Dayu maning, Dayu maning!... " ucap Parto dengan logat Tegalnya.

"Eh komandan! coba lihat profil facebooknya, siapa tahu, itu perempuan yang kemarin," sambungnya. 

"Malas ah… mendengar namanya Dayu saja, aku sudah tidak berminat" komandan itu menutup matanya. 

Melihat gelagat pimpinannya yang ingin beristirahat, Parto keluar dari ruangan tersebut. 

Tak lama kemudian De Arya membuka matanya kembali. Ia memainkan jari jemarinya di atas meja, dari wajahnya terlihat bahwa dia sedang bimbang. 

Akhirnya ia membuka kembali aplikasi itu dan mencari akun si penulis pengumuman. 

Namun rupanya, akun f******k bernama Dayu Suci itu tidak untuk umum. Dan ketika ia memeriksa di bagian profil, disana ia tidak melihat wajah manusia, melainkan seekor kucing.

"Ah sudahlah, besok juga bertemu," komandan polisi itu menghentikan pencariannya. Kemudian ia bangkit dari tempat duduknya dan pergi bergabung dengan anak buahnya yang lain. 

Sementara itu, Dayu yang termenung sendirian dikamarnya, tak bisa berhenti menatap foto pemuda yang tertera di SIM itu. Ia tidak mengerti, mengapa ia bisa begitu sedih saat menemukan benda itu pertama kali. 

"Rasanya sedih sekali.. Dewa Ratu, kenapa aku merasakan hal seperti itu? Sebenarnya apa yang aneh? tempat itu?  SIM ini? atau aku sendiri?"

Tanpa sadar, akhirnya gadis itu tertidur dengan masih memegang kartu itu di tangannya.

Malam semakin larut, bulan dan bintang bersinar dengan terangnya.

Serangga malam menghiasi ketenangan malam itu. Dayu yang tertidur pulas,

sedang melihat suatu kejadian di alam mimpinya.

Gadis itu sedang tersipu malu di depan seorang bangsawan muda. 

"Gung Arya, saya permisi dulu!" ucap gadis itu sambil berlalu. Ia tersenyum, lalu menutupinya dengan selendangnya. 

Tak lama kemudian, Dayu tersadar dari tidurnya. 

Ia segera mengambil buku hariannya, dan menuliskan mimpi yang ia dapatkan pagi itu. 

Sejak kakeknya mengatakan bahwa ia harus “membayar sebuah hutang”, gadis itu bertekad untuk memecahkan misteri mimpi itu. Lalu ia memulainya dengan mencatat semua mimpi yang dia ingat tentang Iluh, si gadis kembarannya.

“Siapa kamu Iluh..kenapa kamu datang lagi?” tanyanya dengan suara lirih.

***

Tepat jam 1 siang, De Arya, sang komandan polisi itu sudah berada di kantin kampus Sanjaya.

Wajahnya yang tampan, figurnya yang tinggi dan atletis, serta mengenakan seragam kepolisian mengundang perhatian para mahasiswa yang sedang makan siang. 

“Maaf, ada yang bisa saya bantu pak?” tanya bu Angga, penjaga kantin.

“Saya ada perlu dengan ibu Dayu Suci, saya sudah ada janji jam 1” jawab pemuda itu dengan sopan.

“Oh…Ibu Dosen, Itu orangnya pak!”

Perempuan setengah baya itu menunjukkan seorang wanita muda yang berdiri tak jauh dari situ.

Gadis itu mengenakan dress batik selutut berwarna merah hati. Baju model cheongsam yang berukuran pas itu telah berhasil menunjukkan kesempurnaan lekuk tubuhnya. 

Melihat wanita cantik yang berdiri tak jauh darinya, komandan polisi itu tak bergeming. 

Ia tak cuma takjub dengan sosok yang ada di depannya. Perasaan aneh merasuki nya, ia merasa bahagia, terharu, Ia merasa seperti telah menemukan seseorang yang telah lama dicarinya.

Ingin rasanya ia memeluk wanita itu, namun akalnya masih sadar, bahwa ia belum mengenal perempuan yang dipanggil sebagai Bu dosen itu. 

Begitu pula dengan Dayu, ketika ia melihat pria itu, ia tak bisa berkata-kata. 

Ia merasa seperti telah mengenalnya dengan sangat dekat. Seolah-olah mereka telah melalui banyak hal bersama, entah kapan dan dimana. Sosok itu bukanlah orang asing baginya, namun siapa dia? 

“Bu, sudah ditunggu sama bapak ini, kok malah bengong?” ucapan bu Angga menyadarkan dosen cantik itu.

“Oh iya..dengan Bapak Made Aryajaya?” tanya Dayu sambil mendekati lelaki itu.

“Iya ibu, saya sendiri, maaf benar ini dengan Ibu Dayu?”

“Iya, saya sendiri.”

Mereka berdua lantas duduk berhadap-hadapan. Sesaat, mereka hanya saling menatap satu sama lain. Perasaan yang tidak wajar masih menyelimuti mereka berdua. 

Dayu segera mengeluarkan dompet itu dari tasnya. Lalu menyodorkannya kepada perwira polisi itu.

“Silahkan diperiksa isinya pak, saya menemukannya seperti ini.”

“Jangan panggil pak lah, kita masih sama sama muda kan?” De Arya yang sedikit gugup, memberanikan diri menggoda dosen muda itu.

Mendengar itu gadis itu cuma tersenyum simpul.

“Silahkan periksa dompetnya dulu pak, sisanya kita bicarakan nanti,”

Polisi itu membuka isi dompetnya, ia bahkan menghitung uang yang ada didalamnya. Dan ia tidak menemukan apapun yang hilang.

“Semua lengkap, bagaimana saya harus berterima kasih?” tanya sang perwira polisi tampan.

“Tidak usah, kalau dompet ini kembali ke tangan yang tepat saya sudah senang,” jawab Dayu sambil tersenyum.

“Jangan begitulah, saya ingin berterima kasih, tapi saya rasa…kalau saya memberi sejumlah uang disini, terlihat tidak sopan kan?” bisik polisi itu sambil melihat ke arah sekelilingnya. 

“Benar, saya ikhlas, saya tidak minta apa-apa kok bli…”

“Emm…bagaimana kalau kita minum kopi di atas Pantai Tebing? disana ada cafe baru yang baru buka minggu lalu, tempatnya bagus sekali, namanya Cafe Tebing”

Mendengar tawaran itu, Dayu terdiam sebentar. Ia melihat wajah pria tampan itu. 

Isi hatinya ingin sekali bertemu dengan polisi itu, walaupun cuma sekali lagi. 

Tapi bagaimanapun juga, ia baru saja mengenal pria itu, bagaimana mungkin ia akan menyetujui ajakannya? walaupun pemuda itu seorang penegak hukum, bukan tidak mungkin dia juga punya maksud yang tidak baik, Ia tetap saja seorang pria. 

Melihat keraguan yang terpancar pada raut wajah gadis yang ada di depannya, De Arya berkata;

“Ayolah, saya cuma ingin berterima kasih, kalau tidak percaya, datang saja dengan seorang teman supaya kamu merasa lebih aman,” ucap pria itu berusaha meyakinkan Dayu.

Melihat kesungguhan dan ketulusan di mata lelaki itu, gadis itu akhirnya mengangguk.

“Kamu yakin mau mentraktir satu orang lagi?” tanya dosen itu. 

“Iya, nggak masalah, kalian berdua bisa makan apa saja yang kalian mau,” jawabnya dengan sungguh-sungguh.

“Baiklah kalau begitu, jam berapa kita bertemu disana?” 

“Jam 5 lebih bagus, nanti kita bisa melihat matahari terbenam. Oh iya, tolong panggil aku De Arya saja.”

“Iya De Arya, panggil saja aku Dayu.”

Keduanya berjabat tangan sambil saling melempar senyum.

Beberapa mahasiswi yang ada di kantin itu tampak berbisik-bisik. Mereka sedang menggosipkan hal yang baru saja mereka lihat. Merasa menjadi bahan pembicaraan, Dayu merasa jengah. Ia pun segera ingin undur diri dari tempat itu.

“Emm, De Arya, maaf saya masih ada pekerjaan, saya permisi dulu ya, sampai ketemu nanti sore.”

“Oh iya,..sampai nanti sore ya, saya tunggu!” ucap polisi itu dengan senyum yang sumringah. 

Ia bahagia, bahwa akhirnya ia punya kesempatan lagi untuk berbicara dengan gadis itu. 

Dayu segera berlalu dari tempat itu. Sementara De Arya hanya bisa mengamati lenggak lenggok gadis itu yang pergi menjauh.

Setelah puas menatap punggung dosen cantik itu, polisi muda itu menoleh ke arah segerombolan para gadis yang menggosip. Seketika itu pula, para mahasiswi itu terdiam. 

Komandan polisi itu tidak berkata apa-apa. Ia hanya meraih kacamata hitam dari saku seragamnya dan mengenakannya. Lalu ia pergi dari tempat itu dengan memamerkan kegagahan nya di depan para gadis tersebut.

“Oh my God! Kamu lihat itu? gebetan dosen kita keren banget…!”ujar seorang gadis dari kelompok itu.

“Bener banget, tumben ya, Bu dosen ajak gebetan kesini,” sahut yang lainnya.

“Hus! kalian itu nggosip aja, tadi itu bu dosen balikin dompetnya pak polisi, jadi kalian jangan ngelantur lah!” tegur bu Angga sambil membereskan meja kantin.

Namun para gadis itu tetap saja cekikikan. Mereka tidak memperdulikan omelan penjaga kantin itu.

Di ruang dosen, Dayu sedang berbalas chat dengan sahabatnya;

Dayu

: Dompet itu sudah diambil pemiliknya, tebak siapa yang ambil?

Gek Trisha

: Siapa? cowok itu kan? ganteng tidak?

Dayu

: Seorang perwira polisi

Gek Trisha

: What?! Apa itu komandan polisi yang minta nomer kamu di Art Centre ya?

Dayu

: Aku tidak tahu, tapi nanti sore dia mengajak  kita makan jam 5 di Pantai Tebing.

Gek Trisha

: Mengapa kita berdua? Kenapa nggak kamu sendiri?

Dayu

: Yang menemukan dompet itu kita berdua, jadi aku minta datang sama kamu. Ayolah, temani aku! aku takut kalau harus bertemu dia sendirian!

Gek Trisha

: Okelah, jemput aku ya!

Dayu

: Siip!

Dayu menutup ponselnya dan kembali melanjutkan pekerjaanya.

***

Sementara itu di kantor polisi, De Arya sedang duduk dengan Parto.

“Jadi sudah diambil dompetnya?” tanya parto

“Sudah.”

“Jadi bagaimana? Apakah Bu Dayu itu masih muda atau sudah emak- emak?” tanya Parto penasaran. 

“Figurnya seperti penari malam itu, tapi aku masih belum tahu apakah itu orang yang sama atau bukan.” komandan polisi itu menyandarkan bahunya.

“Wah, harus dicari tahu itu komandan! kalau ternyata dia memang penari itu, bisa jadi kalian memang berjodoh!”

“Iya, malam ini aku ada janji makan malam dengannya, aku pasti akan menanyakan hal itu” ujar De Arya dengan tersenyum lebar.

“Wah! komandan memang hebat! cepat dan tangkas!”

“Tapi, jam 4 rasanya lama sekali, aku ingin segera pulang, mandi, ganti baju…” De Arya menyilangkan tangannya didepan dadanya yang bidang , tatapan matanya menerawang. 

Ia tak sabar ingin bertemu dosen itu lagi. Bukan hanya karena dia cantik, tetapi polisi itu juga penasaran, siapakah perempuan itu? mengapa ia seperti sudah pernah bertemu dengannya? Tapi dimana dan kapan? pikirannya menebak-nebak.

Setelah itu, Ia menghela nafas panjang.

Kemudian, perwira polisi itu membuka setumpuk berkas laporan yang ada di depannya dan mulai larut dengan pekerjaannya. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status