Share

Bab 65

Author: Fatimah
last update Last Updated: 2025-01-31 06:49:49

“Mau mampir dulu?“ tanya Naira basa-basi, saat mereka sudah sampai di depan pagar rumah Naira.

Terdiam. Aric berpikir sejenak dan kemudian bergegas turun. Naira pun sontak menepuk kening, merutuki basa-basinya yang ternyata ditanggapi serius.

“Ayo turun, Khai!“

Mengembuskan napas kasar, Naira pun gegas turun dari mobil dan membiarkan lelaki itu berjalan lebih dulu. Lalu kepalanya sontak menoleh, merasakan ada seseorang di belakang mobil. Tapi perasaan itu segera ditepisnya, saat Aric yang duduk di kursi teras, menyerukan namanya.

“Padahal aku cuma basa-basi lho, Ric.“

Naira berujar sambil memutar anak kunci. Tapi lelaki itu malah tersenyum semakin lebar dan masuk mendahului Naira.

“Khai, aku nginep di sini, ya?“

Bola mata Naira seakan mau loncat mendengar ucapan Aric. Dengan cepat, ia menggeleng. Lalu duduk di samping Aric yang menyandarkan punggung.

“Pulang sana!“ serunya.

Aric yang baru terpejam pun
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Lenawati Nst
plin plan,masa jadi hamil sih
goodnovel comment avatar
UseR
𝘒𝘢𝘵𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘮𝘢𝘶 𝘨𝘶𝘨𝘢𝘵 𝘤𝘦𝘳𝘢𝘪, 𝘵𝘱 𝘮𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘩𝘢𝘮𝘪𝘭 𝘒𝘯𝘱 𝘨𝘢 𝘱𝘢𝘬𝘢𝘪 𝘱𝘦𝘯𝘨𝘢𝘮𝘢𝘯, 𝘫𝘥 𝘬𝘢𝘴𝘪𝘩𝘢𝘯 𝘴𝘮 𝘈𝘳𝘪𝘤
goodnovel comment avatar
ana zahari
sedih Jd Naira
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 161

    Naira tertawa geli sambil geleng-geleng kepala. “Bulan madu kita sudah berakhir, Sayang. Saatnya kembali ke kehidupan yang sebenarnya.” Aric langsung mengerucutkan bibir. Lalu melangkah keluar kamar. Sedangkan Naira lantas membersihkan tubuhnya yang terasa lengket. Sebelum membuka pintu, Aric mengintip dari jendela. Tapi sayang, yang bertamu tak terlihat. Aric pun akhirnya langsung membuka pintu untuk tamu yang tak diundangnya itu. “Assalamualaikum, Bu Hajah Naira!“ Aric disambut suara riang ketiga sahabat Naira. Meera, Cantika dan Adila. “Waalaikumussalam,“ jawab Aric, kikuk sambil tersenyum nyengir. “Eh, sorry, Ric. Kirain kita Naira,“ kata Cantika. “Its oke, no problem. Silahkan duduk dan anggap saja rumah sendiri,“ ujar Aric. “Thanks, Ric.“ Meera, Cantika dan Adila menyahut kompak. “Nairanya mana, Ric?“ tanya Meera sambil menatap interior rumah Aric yang benar-benar berkelas. “Nyonya lagi mandi. Kalian tunggu saja, ya. Kalau mau minum, ambil saja di kulkas,“

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 160

    Aric menoleh, menatap istrinya dengan lembut. “Aku juga nggak akan pernah melupakannya, Khai. Semoga perjalanan ini jadi awal yang baik untuk kita.” Naira tersenyum, merasa hatinya penuh dengan cinta dan syukur. Perjalanan itu tidak hanya mendekatkan mereka kepada Allah, tetapi juga semakin menguatkan cinta mereka sebagai suami istri. Tiba di rumah Aric, si kembar langsung dijemput Hangga. Lelaki itu akan melamar calon istrinya, dan menginginkan si kembar turut hadir di momen itu. Naira dan Aric tak keberatan. Justru Aric merasa inilah waktunya berduaan dengan Naira. Malam pun tiba. Suasana terasa sepi tanpa kehadiran si kembar. Di dapur, Naira berdiri sibuk memanaskan makanan untuk makan malam. Aric sendiri duduk di ruang makan, matanya sesekali melirik ke arah istrinya. Dia merasakan sesuatu yang berbeda malam itu. Udara terasa lebih dingin dari biasanya. Membangunkan sisi kelelakiannya. “Babe,” panggilnya lembut. “Ya, Sayang?” jawab Naira tanpa menoleh, fokus pada pa

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 159

    Aric memperhatikan mereka dari jarak dekat. Dalam diamnya dia merasa bersyukur bisa membawa keluarganya ke Tanah Suci. Bagi Aric, perjalanan ini bukan hanya ibadah, tetapi juga hadiah yang sengaja dipersembahkan untuk istrinya, sebagai bentuk cinta dan pengabdian. Di dalam pesawat, si kembar tertidur di pangkuan Aric. Naira yang duduk di sebelah mereka, memandangi Aric. Melihat wajah Aric yang terlihat damai, Naira lantas melangitkan doa. Memohon agar perjalanan ini membawa keberkahan bagi mereka sekeluarga. ** Tiba di Mekkah, tubuh Naira terasa membeku. Melihat Masjidil Haram dengan segala kemegahannya, dia merasa seperti berada di dunia lain. Tapi saat melihat Ka’bah untuk pertama kalinya, air matanya langsung mengalir deras. “Masya Allah… Aric, ini benar-benar indah. Apa ini nyata? Aku tidak sedang bermimpi kan?” tanyanya dengan suara bergetar. Aric berdiri di sampingnya, mengangguk pelan. “Ini nyata, Khai. Alhamdulillah, kita sampai di sini.” Mereka berjalan me

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 158

    “Ric … ini ….“ Netra Naira berkaca-kaca saat membaca isi surat yang diberikan Aric. Seakan masih tak percaya dengan apa yang baru saja dibacanya. Naira pun beranjak duduk. Lalu memeluk surat itu erat. “Masya Allah … Alhamdulillah,” gumamnya, hampir tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Tangannya sedikit bergetar saatmenatap Aric. “Kita … akan umrah?” Aric mengangguk, senyumnya semakin melebar. Lalu memeluk pinggang Naira. “Aku sudah mendaftarkan kita. Kamu, aku, dan si kembar. Semuanya sudah aku atur.” Air mata Naira mengalir perlahan. Hatinya penuh haru dan syukur. Dia kembali mendekap surat itu sambil menatap suaminya dengan pandangan mengabur. “Kenapa kamu selalu tahu cara membuatku bahagia, Ric?” Aric mengusap kepala Naira lembut. “Karena sudah lama aku mencintaimu. Jadi jangan heran kalau aku tahu segalanya. Dan sekarang aku suamimu, Khai. Bahagiamu adalah tugasku.” * “Yang bener Lo, Nai?“ tanya Meera saat Naira mengabari tentang rencana keberangkatan umr

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 157

    “Sudah dulu mesra-mesraannya. Tuh lihat, mereka dari tadi pengen foto bareng kalian,” kata Bu Hania. Naira pun langsung melepaskan tangan Aric dari pinggangnya. Lalu beranjak berdiri. Sementara Aric hanya menghela napas panjang. Lalu ikut berdiri, dan melayani orang-orang yang ingin berfoto dengan mereka. ** Naira berdiri di depan jendela besar yang menghadap langsung ke pantai. Malam begitu tenang, hanya suara deburan ombak yang terdengar, bersenandung lembut seperti ingin menenangkan setiap hati yang mendengarnya. Angin malam pun seakan tak mau kalah menebarkan pesonanya, membawa aroma khas laut, bercampur wangi bunga-bunga tropis yang tumbuh di sekitarnya. Gaun merah panjang Naira bergoyang pelan ditiup angin dari jendela yang sedikit terbuka. Matanya menatap langit bertabur bintang, sesekali bibirnya tersenyum samar, mengingat hari bahagia yang baru saja mereka lalui. “Masih betah menatap laut?” Suara berat nan lembut itu membuat Naira sedikit tersentak. Naira menol

  • KAU MENDUA AKU PUN SAMA    Bab 156

    “Ya Allah … cantik banget Lo, Nai!” pekik Meera. Dia langsung menghampiri Naira. Menatap penampilan sahabatnya itu dengan takjub. “Iya. Kamu cantik banget, Nai. Nggak heran Aric klepek-klepek sama kamu,“ sahut Adila. “Bener. Mana bodymu oke banget. Enggak kek gue,“ timpal Cantika sambil menatap badannya sendiri. Sejak ikut program KB, tubuhnya memang mengembang tak karuan. “Oh iya, keluarga kamu udah sampai Nai. Mereka pengen ketemu kamu,” kata Bu Anya mengalihkan perhatian Naira dan ketiga sahabatnya. “Keluarga?“ Meera menyahut heran. “Maksudnya Omnya Naira, Bun?“ tanyanya. Bu Anya mengangguk. “Kan dia yang mau jadi walinya Naira. Iya kan, Nai?“ ujarnya. Naira mengangguk. “Kalau gitu, bunda suruh masuk saja ya?“ tanya Bu Anya. “Iya silahkan, Bun.“ Bu Anya pun keluar dari ruang khusus rias itu. Setelah Bu Anya tak ada, Meera langsung menanyai Naira. “Serius Lo undang mereka, Nai?“ tanyanya. “Bukan aku, Meer. Tapi Aric. Kata Aric bagaimanapun, mereka keluarga a

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status