Share

Bab 2

Samar-samar terdengar azan subuh berkumandang. Aku menyibak selimut yang menempel di tubuh. Tak kulihat keberadaan Mas Bayu. Mungkin sedang di kamar mandi karena pintu kamar mandi masih tertutup rapat. 

Aku menggeser tubuh pelan. Takut Ali terbangun karena ranjang yang sedikit bergoyang. Sebenarnya ada box bayi dalam kamar. Namun putra bungsuku tak bisa tidur nyaman jika di letakkan di sana. Entah karena apa aku juga tidak tahu. 

Aku berjalan seraya mengikat rambut sekenanya. Lalu berhenti tepat saat Mas Bayu membuka pintu. Suamiku keluar hanya mengenakan handuk yang melilit di pinggangnya. Bahkan air masih membasahi dada bidangnya. 

Dulu pemandangan ini selalu membuatku bergetar. Namun tidak sekarang. Entah karena apa aku juga tidak tahu. 

"Mas tunggu,ya,kita shalat berjamaah." Aku mengangguk lalu segera masuk ke kamar mandi. 

Guyuran air dingin mampu membuka mata yang masih mengantuk. Semalam Ali terbangun sampai tiga kali. Dan hanya aku yang ikut bangun. Mas Bayu terlelap di samping Ali.

Setelah wudu aku buka pintu kamar mandi. Mas Bayu sudah menungguku dengan koko dan sarung yang menempel di tubuhnya. Dia semakin tampak berkharisma jika memakai pakaian muslim seperti itu. Penampilan itu yang dulu membuatku langsung jatuh cinta. 

Segera aku memakai mukena dan berdiri di belakang suamiku. 

"Allahu Akbar...."

Aku mengikuti setiap gerakan shalat yang diimami  Mas Bayu. Suara Mas Bayu begitu merdu kalau melantunkan ayat suci. Seketika dadaku bergetar. Rasa bersalah lagi-lagi hadir dalam diri. Aku salah telah menolak keinginan suamiku semalam. Malaikat pasti murka dengan istri yang menolak keinginan suami. Meski secara halus. 

"Assalamu'alaikum Warahmatullah  ...." 

Bulir bening akhirnya jatuh membasahi pipi. Ini salah satu alasanku meminta Mas Bayu menikah lagi. Jika aku tak sanggup melayaninya. Adik maduku pasti bisa. Memang dangkal pikiranku ini. Mau bagaimana lagi, aku tak memiliki solusinya lain. 

Menyewa babysitter? Aku tidak mau. Cukup trauma di masa lalu. Jangan sampai anak dan cucuku mengalami hal yang sama. Cukup aku saja. 

"Lho, sayang. Kenapa menangis?" tanya Mas Bayu lembut seraya menghapus jejak air mata dengan kedua tangannya. 

“Ma-maafkan aku,Mas.Aku ... aku ....”

“Tak apa,kamu kelelahan menjaga anak-anak seharian. Mas yang harusnya minta maaf karena selalu merepotkan kamu setiap hari."

Aku mengangguk. 

“Ayo,dek. Mumpung anak-anak masih tidur,” bisik Mas Bayu di telinga kananku.

Perlahan Mas Bayu menuntunku ke sofa. Mas Bayu tenggelam dalam indahnya surga dunia. Namun aku tak merasakan sama sekali. 

“Makasih sayang,” ucapnya seraya mengecup keningku.

“Sama-sama,Mas.” Kuberikan seulas senyum kepadanya. 

“Nanti malam lagi,ya,sayang!” pinta Mas Bayu sebelum akhirnya beranjak pergi dan masuk ke kamar mandi.

Aku menghembuskan nafas kasar setelah Mas Bayu masuk ke kamar mandi. Suamiku seakan tak ada lelahnya. Entah pengaruh hormon atau memang libidonya tinggi. Aku sendiri sama sekali tak mengerti akan itu. Yang aku tahu Mas Bayu selalu meminta haknya setiap hari.

*** 

Oweek ... oweek ....

Aku segera berlari menuju ruang makan. Kuletakkan begitu saja potongan sayur di atas meja. Bik Leha sedang berbelanja ke pasar. Ali kutidurkan di stroller saat aku memasak. Sengaja kulakukan agar aku bisa memasak sambil mengawasi si kecil. Maklum aku tak memiliki babysitter,atau lebih tepatnya aku tak mau memakai jasa pengasuh bayi. Bukan ... bukan karena aku takut dengan rumor pengasuh menjadi selingkuh suami. Seperti kejadian yang sempat viral di media sosial. Namun rasa trauma yang membuatku kekeh tak mau memakai jasa pengasuh bayi itu.

Aku gendong jagoan kecilku. Aku elus punggungnya pelan-pelan. Namun Ali tetap saja menangis. Segera aku bawa Ali masuk kamar,menidurkan tubuhnya di atas ranjang. Aku beri dia ASI. Tapi Ali tetap saja tak mau.  Putra bungsuku kian menangis kencang. Hingga aku bingung harus bagaimana?

Suara tangis Ali mulai mereda hingga akhirnya dia tertidur karena kelelahan. Aku ikut merebahkan tubuh di samping putraku. Aku tak tega membiarkannya sendirian. Takut dia kembali menangis saat aku memasak. Biarkan tugas memasak Bi Leha yang menggantikan.

Jarum jam sudah menunjukkan angka lima. Azha dan Alma sudah selesai kumandikan. Mereka tengah menonton televisi ditemani Bi Leha. Sementara aku dan Ali sudah duduk di teras sambil menunggu kedatangan Mas Bayu. 

“Ya Allah, Mas Bayu kenapa kamu lama sekali?” batinku kesal. 

Tak berapa lama sebuah mobil hitam masuk ke  halaman rumah. Tentu saja itu mobil Mas Bayu. Dengan cepat aku masuk e dalam mobil. Mas Bayu melajukan mobil dengan kecepatan sedang. Maklum ini jam ramainya  lalu lintas.

“Sejak kapan Ali panas,Nin?” tanya Mas Bayu dengan mata fokus ke depan.

“Mulai panas saat aku telepon kamu,Mas. Tapi rewelnya sudah sejak pagi. Aku sampai tak bisa ngapa-ngapain.”

“Semoga hanya panas biasa,Nin.” Aku mengangguk. Dam berharap begitu.

Setelah sampai di rumah sakit,aku dan Mas Bayu segera membawa masuk Ali.  Tak berapa lama dokter memeriksa keadaan putra kami. 

“Tidak apa-apa ,Bu,Pak. Adik kecil hanya demam biasa. Apa di rumah ada yang sedang pilek?” tanya dokter itu  ramah.

“Kakaknya batuk pilek,Dok.”

“Kakaknya gemes sama adik,ya? Jadi cium-cium terus.” Dokter itu mengelus pipi cabi Ali.

“Tapi tidak apaa-apa kan,Dok?”

“Saya akan resepkan obat. sering diberi ASI,ya,Bu. Takut dehidrasi.” 

“Baik,Dok.”

Sebenarnya ini bukan yang pertama kali melihat anak sakit. Namun tetap saja rasa khawatir dan panik selalu hadir.

*** 

Aku menggendong Ali sambil bernyanyi lagu anak-anak.Perlahan mata Ali terpejam. Kutunggu beberapa saat hingga akhirnya putra kecilku tidur pulas dalam gendonganku. Dengan hati-hati kutiduran Ali di atas ranjang. Aku ikut merebahkan tubuh di samping Ali. Rasa kantuk mulai menyerang. Mataku kembali terbuka kala pintu kamar di buka. 

Mas Bayu berjalan mendekat ke arahku. Perasaanku mendadak tak enak. Aku takut Mas Bayu meminta haknya di saat tubuh dan ragaku merasa lelah. 

Ya Allah, aku salah jika berburuk sangka pada suamiku. Bukankah ini adalah kewajibanku? 

“Ali sudah tidur,Dek?” bisik Mas Bayu di telingaku.

“Sudah,Mas. Baru saja aku tidurkan.”

“Mas pengen,Dek. Sudah tak .... ”

Aku menghembuskan napas kasar. Ya Allah ... badankku saja sudah capek tapi Mas Bayu kembali meminta haknya. Apa tidak bisa besok saja?

"Aku... Ca...." Belum sempat aku melanjutkan perkataan Mas Bayu sudah membopong tubuhku. 

Kali ini aku merasa tersiksa. Aku lelah hati dan juga raga. 

Salahkah perasaan ini Ya Robb? Salahkan jika aku menolak keinginan suamiku. Meski aku tahu dosa menolak permintaan suami. 

"Terima kasih sayang, besok pakai baju dinas malam, ya."

Bagaimana jika kalian menjadi Hanin? Apa yang akan kalian lakukan? 

Jangan lupa tinggalkan jejak. Like dan komentar. 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Asrinda 24
gak sanggup juga klw sampai segitunya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status