Share

KEINGINAN BERLEBIH SUAMIKU
KEINGINAN BERLEBIH SUAMIKU
Penulis: Dyah Ayu Prabandari

Permintaan

Apa kamu bilang!" teriak Mas Bayu lantang. 

Kuatur nafas yang terasa sesak. Seakan pasokan oksigen tak cukup mengalir ke seluruh pembuluh darah. 

"Menikahlah, Mas. Aku ikhlas," ucapku pelan. 

"Apa kamu gila? Ya Allah, apa yang ada di kepala kamu? Apa kamu tak mencintaiku lagi?" Suara Mas Bayu mulai melunak. Perlahan bulir bening mengalir dari sudut netranya. 

Apa aku gila dan tak waras karena mengizinkan suami yang sangat ku cintai menikah lagi? Mungkin bagi orang lain iya, tapi tidak bagiku. Ya, bukan tanpa alasan aku mengizinkan Mas Bayu menikah lagi. Semua sudah ku pikirkan matang-matang. Sangat matang malah. 

Mas Bayu  duduk sambil mengacak rambutnya kasar. Dia seakan tak percaya dengan kalimat yang baru saja ku ucapkan. 

Kabar yang ia dengar bagai halilintar yang menyambar hingga akhirnya terkapar tak berdaya.

"Aku ikhlas kamu menikah lagi, Mas. Sangat ikhlas," ucapku pelan. 

"Apa alasanmu memintaku menikah lagi?" tanyanya dengan dada bergemuruh hebat. 

Aku diam, bingung harus berkata dari mana. Aku bukan wanita mandul yang tak bisa memiliki keturunan. Aku subur, bahkan kami sudah memiliki tiga buah hati. Putra pertamaku bernama Azha Rahardian. Dia berumur tujuh tahun. Putri keduaku bernama Almahyra Rahardian, usianya empat tahun. Dan si bungsu bernama Muhammad Ali Rahardian, dia baru berusia enam bulan. 

"Kenapa diam? Apa alasanmu memintaku menikah lagi? Saat di luar sana banyak orang menolak poligami. Tapi kenapa kamu justru menginginkannya?"

Tidak ada wanita yang mau dimadu. Termasuk diriku sendiri. Namun jika keadaan memaksaku untuk ikhlas berbagi suami, kenapa tidak? Bukankah Allah mengizinkan hambanya untuk menikah asalkan bisa adil? Dan aku rasa Mas Bayu bisa melakukannya. Hartanya cukup untuk  memiliki istri empat sekaligus. 

Aku tahu seorang lelaki tak cukup hanya di perhatian dari makan hingga pakaian. Mereka ingin dipuaskan dalam urusan batin. Begitu pun suamiku. 

Bukan, bukan aku tak pernah memenuhi hak batinnya. Namun aku tak kuasa memenuhi keinginannya yang menurutku berlebihan. Ya, Mas Bayu memiliki keinginan yang lebih. Dia selalu meminta haknya setiap hari. Tak hanya sekali, suamiku selalu meminta hingga tiga kali. 

Lelah, tentu. Aku seorang istri yang memiliki tiga orang anak. Di rumah tak ada babysitter, semua keperluan anak ku lakukan sendiri. Pembantu hanya bertugas membersihkan rumah dan pakaian. Memasak juga bagian pekerjaanku. Mas Bayu tak pernah suka masakan orang lain. Dan saat badan telah letih dengan rutinitas pagi, Mas Bayu selalu meminta jatah di malam hari. 

Suami memang tak pernah memaksa. Pernah suatu ketika aku menolak permintaannya. Dan aku tahu dia sangat tersiksa. Sebagai seorang istri aku tak tega melihatnya seperti itu. Namun aku juga tak sanggup memenuhi kebutuhan biologis yang seperti itu. Delapan tahun membina hubungan rumah tangga. Dan kini aku merasa lelah. Salahkan perasaan itu?

"Kenapa kamu diam?" tanyanya lagi karena aku masih diam membisu. 

Kuhembuskan nafas perlahan. Kutatap lekat manik hitam Mas Bayu yang mulai berkaca-kaca. Sungguh aku tak tega melihatnya seperti itu. Namun untuk tetap menjadi istri satu-satunya pun aku sudah tak sanggup. 

"Bukankah poligami adalah ibadah, Mas? Aku ingin kita masuk surga karena kamu menikah lagi." Mas Bayu menggelengkan kepala mendengar jawabanku. Dia tidak puas. 

"Alasan macam apa itu? Kita bisa beribadah dengan berbagai cara. Menyantuni anak yatim, puasa, sholat sunah dan lain sebagainya. Bukan hanya poligami."

Suamiku memang benar, pintu surga tak hanya karena poligami. Tapi masih banyak lagi. Ingin kukatakan jika aku tak mampu memenuhi kebutuhan biologinya setiap hari. Namun mulut ini kelu. Aku tak sanggup melihat wajah bersalahnya. 

"Sudah tak usah dibahas. Mas tidak akan menikah lagi sekali pun kamu memintanya. Mas tidak ingin membagi hati dan raga dengan wanita lain. Cukup kamu. Mas sangat mencintai kamu." Mas Bayu mendekat, tubuhku ditarik hingga menempel di dada bidangnya. Dia memelukku erat. 

Lagi-lagi aku gagal. Ya Tuhan, aku telah lelah. Sangat lelah. 

***

Rintik hujan terdengar jelas saat jendela kamar kubuka. Aku menatap lurus ke depan. Melihat tetesan demi tetesan membuat perasaanku sedikit tenang. Bayang awal pertemuan dengan Mas Bayu kembali hadir, menari-nari di pelupuk mata. Angan ini memaksa agar aku berpikir ulang tentang permintaanku tadi. 

Namun lagi dan lagi logika menolak keraguan yang sempat hadir. Aku mantap meminta Mas Bayu menikah lagi. Meski nantinya aku terluka. Karena sejatinya tak ada wanita yang rela suaminya berbagi raga dan hati untuk wanita lain, termasuk aku. 

"Sayang," panggil Mas Bayu seraya memeluk tubuhku dari belakang. 

Aku masih diam, mengatur rasa lelah yang kembali hadir dan mendominasi hati. Inilah alasan aku meminta Mas Bayu menikah lagi. Aku tak sanggup melayani keinginannya. Namun aku juga enggan menolak. 

"Kamu tidak dingin, sayang?" tanyanya lirih. Dan aku tahu ke mana arah perbincangan ini. 

"Mas aku...."

"Aku ingin, sayang." 

Belum sempat aku berbicara tapi Mas Bayu sudah mengutarakan keinginannya. Aku menghembuskan nafas perlahan, dengan berat hati kuanggukan kepala. 

Mas Bayu menggandeng tangan ini, tak lupa menutup jendela kamar. Perlahan membaringkan tubuhku di atas ranjang, tepat di sebelah Ali yang sudah terlelap. 

"Ya Allah, aku lelah. Tak bisakah aku istirahat malam ini?" ucapku dalam hati. 

Aku merasa berdosa berdoa seperti ini. Namun aku sudah terlanjur lelah dengan semua ini. 

Mas Bayu mengecup keningku. Tak ada getaran  hangat seperti saat awal menikah. Hanya ada rasa lelah dan berharap ini segera berakhir. Aku bisa segera terlelap, mengistirahatkan tubuh ini. 

"Oweek... Oweek...." Tangis Ali terdengar kencang. Sontak Mas Bayu melepas pelukannya. 

"Alhamdulillah...," batinku. 

Aku segera membalikan badan untuk menyusui Ali yang sudah kehausan. Mas menghembuskan nafas kasar lalu tidur membelakangiku. 

"Kalau Ali sudah tidur, kamu bilang,ya, sayang," bisik Mas Bayu sebelum akhirnya keluar dari kamar. 

Setelah Ali terlelap aku segera merebahkan tubuh di atas ranjang. Tak ada niatan untuk memanggil Mas Bayu lagi. Aku justru ingin ikut tidur di samping putra bungsuku. 

Kreek... 

Suara pintu dibuka dari luar. Itu pasti Mas Bayu. Kupejamkan mata, pura-pura tidur.

"Ya Allah, malah tidur!" ucap Mas Bayu pelan tapi masih terdengar di dalam indera pendengaranku. 

Ya Allah, maafkan aku. Tapi kali ini aku benar-benar lelah. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status