Share

3. Tunggu kejutan manis dariku, Mas

Part 3

"Apaa? Dasar istri tidak berguna, bisanya nyusahin suami aja!!"

"Sudahlah Bu, selama ini kan Devi yang menjamin kebutuhan kita. Sekarang dia lagi ada masalah, kalau kita tidak membantunya siapa lagi? Lagian kalau dia ditangkap siapa yang akan mengirimi kita uang lagi?"

Bu Witi terdiam, ia pun membenarkan ucapan anaknya.

"Bu, aku pinjam uangnya lima juta. Ibu ada kan?"

"Hah? Ibu gak punya. Uang aja kan kamu yang kasih."

"Kalau gitu aku pinjam perhiasan ibu, mau aku jual dulu. Nanti kalau Devi udah transfer lagi aku ganti, Bu."

"Perhiasan yang tadi pagi kamu kasih?"

"Oh jangan yang itu Bu, sayang masih baru, yang udah lama aja."

"Tapi kan ..."

"Bu, Reno mohon Bu."

"Ya sudah, tunggu disini. Ibu ambilkan dulu. Baru tadi pagi ibu lepas, sekarang mau kamu jual. Hmmmhh," gerutu ibu kesal. "Nanti kamu yang jual sendiri ya. Tapi janji, kalau Devi transfer kamu harus ganti!"

"Iya, iya Bu. Bawel!"

Reno pergi ke toko Mas, menjual perhiasan ibunya. Beruntung totalnya empat juta delapan ratus ribu rupiah. Dia tinggal menambahkan dua ratus ribu hingga genap tiga puluh juta. Ia cukup bernafas lega, setelah sampai di kantor Bank terdekat dan mengirimkan uang itu untuk sang istri.

Selesai mentransfer uang itu ke Devi, ia segera menghubunginya. Namun ponsel Devi tidak aktif, akhirnya dia mengirimkan pesan.

[Dev, Mas udah transfer ya seperti yang kau minta, 30 juta. Semoga kamu terbebas dari masalah ini ya dan kita memulai lagi dari nol. Kamu harus semangat kerjanya. Biar bisa mengirimi kami uang lebih]

Sepuluh menit sampai dua puluh menit belum ada balasan dari Devi. Mungkin dia tengah sibuk bekerja.

*

Menjelang malam laki-laki itu tak bisa tidur. Pikirannya berkecamuk, memikirkan Devi dan Sinta secara bergantian. Haruskah ia menunda pernikahannya dengan Sinta?

Reno meraih handphonenya dan ingin menelepon Sinta. Ada pesan W******p masuk dari Devi.

[Terima kasih suamiku tercinta] tulisnya ditambah emoticon love.

Reno tersenyum. "Syukurlah kalau dia baik-baik saja. Sekarang tinggal bilang ke Sinta untuk menunda pernikahan ini."

[Sayang, sebaiknya kita tunda saja pernikahan ini] Reno mengirimkan pesan untuk calon istri mudanya.

Selang beberapa detik setelah membaca pesan itu, Sinta langsung menelepon.

"Mas, kenapa ngomong gitu? Kenapa pernikahan kita harus ditunda?" tanya Sinta dengan perasaan kesal.

"Iya maaf, Sayang. Aku gak ada biaya."

"Gak ada biaya gimana? Bukannya tabungan Devi masih banyak!"

"Emmh itu Sayang, aku gak bisa bilang masalah ini."

"Kamu ini gimana sih! Pokoknya aku gak mau tahu minggu depan kita harus tetap nikah. Mau ditaruh dimana mukaku, Mas? Kamu sengaja ya ingin mempermalukanku di depan umum?"

"Enggak, bukan begitu Sin--"

"Iya kan, kamu memang sengaja ingin menghancurkanku, Mas? Lalu bagaimana dengan orang tuaku, saudaraku dan teman-temanku nantinya! Pokoknya aku tidak mau pernikahan ini sampai batal!"

"Bukan batal Sinta, hanya ditunda saja.

"Tetap saja kan batal, pokoknya aku gak mau tahu, kita sudah mempersiapkannya sejauh ini, Mas. Para tetangga juga udah pada tahu kalau aku akan menikah lagi, malu dong Mas, maluuu," sahut Sinta.

"Iya-iya akan kuusahakan."

"Janji ya, jangan ngomong kayak gini lagi."

"Iya."

"Ya sudah Mas, selamat malam dan selamat tidur, mimpiin aku ya yang cantik dan bohai."

Reno tersenyum geli saat mendengar suara manja Sinta memuji dirinya sendiri. Lalu berlanjut dengan kata-kata mesra orang dewasa.

Sementara di sudut kota nun jauh disana, Devi tengah tersenyum puas, mendapatkan dua kali transferan dari suaminya. Dia tak menyangka bahwa suaminya gampang dibodohi.

"Tunggu kejutan dariku selanjutnya, Mas! Kamu yang memulai, kamu juga yang akan menuai," ucapnya sembari memasukkan baju-baju ke dalam koper. Besok ia akan pulang ke Indonesia dan membuat kejutan tak terduga untuk keluarga benalu itu.

***

Devi mengembuskan nafasnya dalam-dalam, menghirup udara segar di negerinya sendiri usai melakukan penerbangan dari kota Taipei sampai ke Jakarta. Ia melihat suasana di luar Bandara Soekarno-Hatta. Panas terik mentari terlihat menyengat dan berkilauan, namun itulah yang ia rindukan. Pesona bumi pertiwi yang subur tapi tak bisa membuat kehidupannya makmur. Tetap saja ia sangat rindu pada tanah air tercinta.

Lagi lagi, wajahnya menyunggingkan senyuman yang manis. Ia tak menyangka akan pulang lebih cepat dari kontrak kerjanya. Bukan karena dia bermasalah, tapi ada suatu hal yang membuatnya pulang. Selama di luar negeri, ia menjadi Asisten Rumah Tangga, pengasuh untuk orang lansia yang tinggal sendirian. Anak-anaknya sibuk bekerja. Ia pulang karena tugasnya sudah selesai. Nenek lansia yang ia jaga, minggu kemarin telah meninggal dunia karena sakit yang diderita.

Selama disana tidak ada masalah yang berarti, justru yang jadi masalah ia menahan rindu yang begitu dalam pada keluarga. Sesekali ia menangis di sudut kamar sembari memandangi foto Silvi, putrinya yang tumbuh tanpa sentuhan tangannya.

Majikannya sangatlah baik, bahkan Devi selain gaji, ia mendapatkan bonus yang cukup banyak dari sang majikan serta dibelikan tiket untuk pulang ke Indonesia sebagai tanda ucapan terima kasih.

Saat jatahnya libur bekerja, ia pergunakan waktunya untuk kegiatan yang bermanfaat. Devi seringkali mengikuti pelatihan beauty make-up atau make-up ala-ala rias pengantin. Biasanya ia akan berkumpul dengan sesama teman seperjuangan, saling mendukung dan menyemangati satu sama lain. Kini, walaupun pendidikannya rendah, setidaknya ia ingin punya keterampilan saat pulang nanti. Selain Bahasa Inggrisnya semakin lancar, ia pun berbakat jadi perias. Itu salah satu cita-citanya, membuka usaha salon dan rias pengantin.

"Deviiii ...!!" panggil seseorang. Devi menoleh, dilihatnya seorang wanita seumuran dengannya berlarian ke arah Devi berada.

Devi tersenyum melihat Rita, sahabatnya sudah datang menjemput.

"Ritaa ...!" sahut Devi, mereka saling berpelukan dan melepas rindu. Mata keduanya berkaca-kaca.

"Sudah lama sekali kita gak ketemu, kamu makin cantik aja, Dev," puji Rita.

Devi tersenyum. "Kamu juga tambah cantik."

"Ish kamu ngejek ya. Lihat nih kulitku tambah hitam. Gak kayak kamu, makin putih, bersih, ya ampuuuun sampai pangling lihatnya. Cantik banget kamu, Dev."

Devi masih tersenyum mendengarkan sahabatnya berceloteh ria.

"Ya sudah yuk kita pulang, kamu pasti capek banget kan? Kamu pulang ke rumahku dulu ya, gak mungkin kan pulang ke rumah sang pengkhianat itu?"

Devi mengangguk pelan. Ya, Rita-lah yang menceritakan semuanya tentang kebusukan Reno. Ia berselingkuh dengan Sinta --sahabatnya dulu waktu sekolah. Bahkan mereka sampai dijuluki Trio Kwek-kwek karena kemana-mana selalu bersama. Rita bahkan baru tahu akhir-akhir ini setelah tak sengaja ia memergoki Sinta dan Reno saling bermesraan di taman. Karena rasa penasaran, ia mengikutinya. Fakta mencengangkan yang ia dapat. Reno dan Sinta berselingkuh, saat Devi tengah berjuang memeras keringat di negeri seberang untuk menghidupi keluarganya.

Bila mengingat cerita tentang Reno yang tega mengkhianati, hati Devi terlampau sakit, seperti ada puing-puing pecahan kaca yang mengoyak hatinya. Ia pun tak menyangka kalau Sinta akan menusuknya dari belakang.

"Ya, Rita. Aku akan siapkan kejutan manis untuk kedua pengkhianat itu nanti. Tunggu saja."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status