Share

2. Dasar istri tidak berguna!

Part 2

Reno mengacak-acak rambutnya dengan kesal. Uang di rekening hanya tersisa dua juta saja. Belum buat makan dan yang lainnya. Kemarin pun ia berbohong pada Sinta kalau satu set perhiasannya sudah siap. Lalu bagaimana?

"Kamu kenapa pagi-pagi dah kayak orang stress?" tegur sang ibu.

Reno hanya terdiam. Hatinya sungguh dibuat bingung.

"Reno?"

"Eh i-iya Bu," jawabnya gugup.

"Kamu kenapa sih? Kamu udah ambil uang kan? Sini ibu minta buat beli perhiasan."

"Belum, Bu."

"Kamu ini gimana sih?!"

Tak menanggapi ucapan ibunya, Reno pergi begitu saja. Ia tak mau mendengar suara ibunya yang merepet tiada henti.

Kepalanya terasa begitu cenat-cenut, karena semalam semenjak Reno mentransfer kembali uang Devi, istrinya itu tidak bisa dihubungi. Ponselnya tidak aktif. Apakah wanita itu baik-baik saja? Atau tetap ditangkap polisi?

Haaaah! Ia mengembuskan nafas panjangnya, tak tahu kepada siapa dia harus bicara tentang keadaan Devi. Ibunya sendiri saja tak mau mengerti apalagi orang lain.

Ia mengendarai motornya tanpa arah tujuan. Hingga melihat sebuah toko perhiasan perak, iapun berhenti dan turun dari motornya.

Matanya berbinar saat melihat aneka perhiasan yang indah itu. Ide cemerlangnya kembali muncul.

'Sebaiknya aku membelikan ibu dan Sinta perhiasan ini saja. Mereka tidak akan menyangka kalau emas ini hanya imitasi,' batin Reno.

"Mbak, saya beli dua set ya."

"Baik, Mas."

Reno pulang dengan hati lega, ia tersenyum, satu masalah sudah teratasi. Ia membawa dua kotak merah, berisi set perhiasan dengan harga yang murah, 150 ribu rupiah saja.

*

"Nih buat ibu," ucap Reno sembari memberikan satu kotak beludru merah pada ibunya.

Bu Witi langsung menyambarnya, netranya berbinar bahagia. Wanita paruh baya itu segera membukanya.

"Wah, ini bagus banget modelnya Ren. Kamu beli dimana?"

"Ya di toko perhiasan lah, Bu. Itu spesial buat ibu." Reno nyengir, misinya berhasil, ibunya tidak tahu kalau itu hanyalah imitasi. Semoga saja aman selamanya.

"Mana notanya, ibu pengen lihat," sergah ibunya.

"Sudahlah tak perlu, Bu. Kalau ibu tahu nanti bisa shock."

"Waah pasti sangat mahal ya, Ren?"

"Hmmm"

Reno berlalu ke kamarnya, menaruh satu kotak perhiasan yang lain untuk Sinta nanti.

Ia menghubungi calon istrinya dan mengajak ketemuan. Rasa kangennya sudah membuncah di ubun-ubun. Ia pun harus mengatakan pada Sinta kalau menikahinya secara sederhana saja.

"Mas, kangeeeen," ungkap Sinta saat bertamu dengan Reno di taman kota.

"Aku juga sayang," balas lelaki itu.

Sinta tersenyum sembari menyandarkan kepalanya di pundak calon suaminya.

"Oh ya sayang, kita menikahnya gak usah rame-rame ya."

"Lho kenapa, Mas?"

"Ya kan lebih baik, uang buat resepsinya buat modal setelah menikah nanti."

"Modal apa, Mas? Kan tinggal nungguin Devi transfer."

"Emmmh ituu, kita kan gak selamanya mengandalkan dia kan?"

"Hhmm, iya juga sih."

Ting!

Ting!

Ting!

Pesan WA beruntun masuk ke gawai Reno. Dengan malas ia pun membukanya. Pesan-pesan dari Devi.

[Mas, lagi apa?]

[Aku boleh video call sama Silvi? Aku kangen sama dia mas]

[Oh ya, foto rumahnya kok belum dikirim-kirim sampai sekarang, lupa atau gimana?]

Duh dasar ya si Devi ganggu orang lagi mesra-mesraan saja! Belum sempat Reno balas pesan darinya, ia sudah mengirimkan pesan WA lagi. Kali ini pesannya membuatnya terbelalak kaget.

[Mas, aku ingin pulang]

Apa? Pu-pulang?

Mampus deh!

"Mas, kamu kenapa? Siapa yang kirim pesan?" tegur Sinta yang melihat perubahan di wajah lelaki itu.

"Istriku, katanya dia ingin pulang."

"Hah? Ya gak apa-apa Mas, yang penting kan kita sudah menikah. Nanti tinggal usir dia dan anaknya pergi dari rumah."

Keduanya lalu tersenyum licik.

"Balas saja, Mas," tukas Sinta lagi yang dijawab anggukan kepala Reno.

[Lho kenapa pulang?] --balas Reno.

[Kok tanya kenapa sih, Mas? Ya jelas aku kangen sama kalian]

[Hehe, enggak maksud mas kan sayang ongkosnya mahal]

[Emmh, itu Mas, sebenarnya kasus semalam itu ...]

[Kasus semalam gimana? Sudah beres?]

[Belum Mas, semalam uang jaminannya kurang. Aku sampai mau dibawa ke kantor polisi, untung majikanku baik, dia ngasih jaminan lagi. Tapi dia ngasih syarat ke aku, kalau aku harus mengembalikan uangnya dalam jangka waktu dua minggu. Kalau tidak, aku akan dikembalikan ke kantor polisi atau aku akan dipulangkan secara paksa ke Indonesia terus menjalani hukuman di negara sendiri. Dan majikanku akan minta denda langsung ke PJTKI yang waktu itu menyalurkan aku. Tolong aku Mas, aku tidak mau dipenjara]

[Hah, kok bisa begitu? Emangnya pelanggarannya berat?]

[Aku gak tahu. Tolong aku Mas, aku masih butuh dana buat bayar utang ke majikanku]

[Memangnya berapa? Mas gak ada uang lagi, kan semalam sudah ditransfer semua ke kamu]

[30 juta lagi, Mas]

[Uang sebanyak itu dari mana, Dev?]

[Tolong aku Mas, huhu. Tolong diusahakan, Mas. Kalau aku tidak minta tolong sama suami tercintaku ini lalu sama siapa lagi? Memangnya kamu mau kalau istrimu ini di penjara?]

[Gak mau lah, nanti yang cari duit siapa?]

[Nah itu kamu tau. Tolong aku ya, Mas. Please ... Kasih tahu ibu, Mas. Siapa tahu ibu bisa membantu]

[Ya, nanti aku usahakan. Padahal kan impian kita belum selesai sepenuhnya, kok kamu kesandung masalah berat seperti ini sih?]

Tiba-tiba Devi langsung melakukan panggilan video.

'Duh gawat!' batin Reno. Akhirnya Reno mematikan panggilan itu, lalu menonaktifkan ponselnya. Dari pada Devi tahu kalau sekarang dia tengah berduaan dengan wanita lain.

Reno menghela nafas panjangnya. Kenapa masalah Devi disana belum selesai juga? Sulit dipercaya, apakah memang ada kasus seperti itu? Tapi dia merasa kasihan juga pada sang istrinya itu.

"Maaf Sinta, aku harus pulang dulu," ucap Reno sembari memasukkan ponselnya ke saku.

"Lho kenapa, Mas?"

"Ada hal yang penting dan gawat yang harus kuurus. Maaf ya."

Tanpa menunggu jawabannya, Reno berlalu pulang. Satu-satunya cara yang bisa mendapatkan uang secara mudah adalah menjual kembali motor barunya itu, Motor PCX 150 yang ia beli dengan kisaran harga 30-jutaan. Reno tampak sibuk mencari nota pembeliannya. Batinnya berkecamuk, menyesali perbuatan istrinya kenapa bisa melanggar aturan pemerintah disana.

"Kamu kenapa sih, Ren? Kayak orang bingung gitu?"

"Nanti saja aku cerita, Bu. Aku mau ke Bang Andi dulu."

Usai menemukan nota pembelian itu serta STCK-nya, ia bergegas ke rumah Bang Andi, saudara sepupunya yang kaya, seorang juragan Ayam.

"Tumben kamu kesini? Ada apa?" tanya Andi to the points.

"Itu Bang, aku mau jual motor ini," jawab Reno agak ragu.

"Dijual? Bukannya itu motor baru?"

"I-iya Bang, ini baru dibeli seminggu yang lalu."

"Kenapa dijual?"

"Aku butuh uang, Bang."

"Buat nikah lagi?"

"Bu-bukan Bang."

"Terus?"

"I-tu Bang, ini masalah Devi. Aku mohon Bang, aku bener-bener butuh, biar Devi terbebas dari masalah."

"Masalah apaan bisa sampe seserius itu?"

"Aku gak bisa cerita sekarang, Bang. Tolong bantu aku, ini nota dan STCK-nya Bang. Abang lihat sendiri motornya masih mulus."

"Berapa?"

"Tiga puluh juta saja, Bang."

"Gak ada kalau segitu. Aku hanya punya dua puluh lima juta saja. Itupun seharusnya buat beli perlengkapan usahaku."

"Tolonglah Bang."

Andi menghempaskan nafas kasar. "Baiklah, tapi cuma 25 juta saja."

"Iya tak apa, Bang." Dengan terpaksa Reno merelakan motor kesayangannya pada Andi dengan rugi yang cukup besar.

Andi masuk ke dalam rumahnya sembari mengambil uang cash di brankas. Ia menyerahkan amplop coklat pada Reno.

"Terima kasih ya, Bang."

"Iya."

*

"Motormu mana, Ren?" tegur sang ibu saat melihat anaknya pulang jalan kaki.

"Dijual, Bu."

"Apa? Kok bisa?"

"Disana Devi tersandung masalah Bu, dia ditangkap polisi jadi butuh jaminan agar dia bebas.

"Jadi kamu jual itu motor lalu uangnya akan dikirimkan ke Devi?"

"Iya Bu, ini aja masih kurang."

"Apaa? Dasar istri tidak berguna, bisanya nyusahin suami aja!!"

Comments (1)
goodnovel comment avatar
for you
kalau itu mertuaku udah aku sumpal mulut nya pake uang
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status