"Pagi, Mirna, Mas Bagasnya ada di dalam, 'kan?" Aku bertanya, kepada sekertaris Mas Bagas, yang sedang membereskan berkas di mejanya.
"Eh, I ... ibu Anisa. Tumben, Ibu datang kesini enggak konfirmasi dulu, sama aku! Biasanya, Ibu 'kan suka nelpon dulu, kalau mau datang kesini?" Mirna menyahut pertanyaanku, dengan agak tergagap.
"Kenapa, Mir? Kok, kamu melihat aku, sudah seperti melihat hantu saja!" Bukannya menjawab, aku malah balik bertanya kepada Mirna. Aku ingin tahu, apa alasan Mirna berbicara gagap.
"Enggak, kok, Bu, enggak apa-apa. Aku cuma kaget aja, saat melihat Ibu datang dengan tiba-tiba. Ibu, lagi bikin surprise, ya untuk Pak Bagas." Mirna berkilah, kalau ia gugup bukan karena ada apa-apa, tetapi karena kedatanganku yang tanpa konfirmasi.
"Iya Mirna, aku sengaja enggak ngasih kabar. Supaya menjadi surprise, buat kamu dan Mas Bagas." sahutku.
"Mas Bagasnya, ada di ruangannya, 'kan Mir?" Aku bertanya untuk yang kedua kalinya, menanyakan keberadaan Mas Bagas, kepada Mirna.
"Pak Bagas ... oh, Pak Bagasnya, ada kok Bu, di ruangannya! Tapi ...," Mirna menggantung ucapannya, ia seperti sedang berpikir untuk menjawab pertanyaanku, tentang Mas Bagas.
Sikap Mirna tidak seperti biasanya, pada saat aku datang ke kantor, dengan memberitahunya terlebih dulu. Biasanya Mirna selalu santai, menyambut kedatanganku. Tidak seperti sekarang, menyambutku, dengan sikapnya yang gelisah.
"Tapi, kenapa, Mirna? Kamu, kalau ngomong itu yang jelas, dong! Jangan bikin aku penasaran, atau jangan-jangan kamu sedang menyembunyikan sesuatu ya, dariku?" Aku bertanya, kepada Mirna, dengan apa yang sebenarnya terjadi. Aku menautkan alis karena heran, dengan kelakuan Mirna kali ini.
"Pak ... Pak Bagasnya, lagi ada miting, Bu? Iya, sekarang sedang miting di ruangannya, beserta kliennya." Mirna memberitahu, kalau Mas Bagas sedang miting.
Tetapi, ada yang membuatku curiga, kepada Mirna. Setiap kali aku bertanya tentang Mas Bagas, ia selalu menjawab pertanyaanku dengan gugup. Seolah-olah ia sedang menyembunyikan sesuatu, tentang calon suamiku itu.
"Lho ... Mir, kenapa mitingnya di ruangan Mas Bagas? Kenapa, enggak di ruang miting, seperti biasanya?" Aku bertanya kepada Mirna, kenapa ada miting, kok malah diruangan kerja. Bukannya di ruangan khusus untuk miting, seperti biasanya.
"I ... ini, merupakan klien istimewa, Bu Anisa. Makanya, ia menginginkan rapatnya berada di ruangan Pak Bagas." Mirna menjawab pertanyaanku namun, jawabannya malah membuatku penasaran.
'Sebenarnya, siapa sih, klien istimewa ini?' gumamku dalam hati.
"Oh, begitu ya, Mir. Terus kliennya, perempuan atau laki-laki, Mirna? Ia, dari perusahaan mana?" tanyaku menyelidik.
Aku ingin tahu, klien Mas Bagas itu, seorang pria atau wanita.
"Perempuan, Bu Anisa. Ia dari perusahaan e ... em anu, Bu. Apa ya, aku lupa nama perusahaannya." Mirna menjawab pertanyaanku namun, jawabannya menurutku sangat tidak jelas.
"Mana ada, nama perusahaan anu, Mirna? Lagian, masa iya, ada tamu seorang klien istimewa, kamu malah lupa nama perusahaannya. Gak masuk akal," kilahku. Aku pun merasa kesal, mendengar ucapan Mirna yang bertele.
"Ya sudahlah, nanya sama kamu hanya muter-muter saja, bikin aku bingung! Udah ah, aku mau ketemu calon suamiku dulu." Aku pamit, kepada Mirna untuk langsung ke ruangan Mas Bagas.
"Ta ... tapi Bu,"
"Udah Mirna, kamu mending diam aja. Lebih baik, kamu beresin semua kerjaanmu. Kamu jangan berani melarangku, jika kamu, memang masih beta, buat bekerja di perusahaan ini." Mendengar ucapanku, Mirna pun langsung diam dan tidak berkata lagi.
Aku pun segera melangkahkan kaki, kearah ruangan Mas bagas. Tidak membutuhkan waktu lama, aku pun sampai di depan ruangan manager, yang merupakan ruangannya Mas Bagas.
Sesampai di depan pintu, ternyata pintu ruanganannya terbuka, sedikit. Tadinya, aku mau mengetuk pintu dulu sebelum masuk. Tetapi aku urungkan, saat aku mendengar Mas Bagas sedang membicarakanku, dengan seorang perempuan. Aku pikir, itu adalah klien istimewa yang disebut Mirna tadi.
Aku tidak dapat melihat wajahnya, dengan jelas karena posisinya membelakangiku. Namun, aku terkesiap, saat melihat perempuan itu duduk di kursi berdua dengan Mas Bagas. Posisinya saat ini, dia sedang berada di atas pangkuan Mas Bagas.
'Kurang ajar, kamu Bagas. Ternyata seperti ini, kelakuanmu di belakangku. Apa seperti ini, yang di sebut sedang miting, dengan klien istimewa? Bisa-bisanya, Mirna membantu b*j*ng*n ini. Pantas saja, tadi Mirna gugup, saat melihat kedatanganku yang tiba-tiba. Rupanya, ada yang sedang disembunyikannya, dariku.' gumamku.
Aku tidak membuang kesempatan baik ini, aku segera mengambil handphoneku untuk mengabadikan, momen langka ini. Aku segera membuka, aplikasi khusus untuk pembuatan Vidio dan merekamnya.
"Mas, kamu harus ingat, ya. Nanti, setelah Mas, berhasil menikahi si kacamata jelek, Mas jangan lupa padaku." perempuan itu berkata, sambil melingkarkan tangan di leher Mas Bagas.
Kemudian, Mas Bagas pun membalasnya, dengan mengecup Bibir si perempuan tadi. Perbuatan mereka, yang nyata ada didepan mata, membuat hatiku terasa terbakar. Jika saja aku tidak ingat, kalau aku sedang melakukan apa. Aku sudah pasti akan melabrak mereka, dan mepermalukannya. Setelah itu Mas Bagas akan kupecat hari ini juga, tanpa ada pesangon secuil pun.
"Iya dong, Ratna sayang. Hanya kamu kok, yang ada di hatinya, Mas. Mana mungkin, Mas suka beneran sama, si Anisa, yang jelek itu. Wanita seperti, si Anisa itu, bukanlah tipenya Mas. Udah penampilannya katro, pakai kacamatanya aja tebalnya sampai lima senti." ucap Mas Bagas.
Rupanya, yang ada dipangkuannya Mas Bagas, adalah Ratna. Bukan klien istimewa, seperti ucapannya Mirna. Mendapati kenyataan ini, hatiku begitu hancur. Walaupun, aku telah menaruh curiga, kepada mereka berdua.
"Kamu tenang aja ya sayang, Mas gak akan mungkin berpaling darimu. Justru sebaliknya, setelah, Mas berhasil menikahi, si Anisa. Mas, akan membuat dia sengsara, akan kubuat hidupnya seperti sedang berasa didalam neraka. Mas, tidak akan pernah, sekalipun menyentuhnya." imbuh Mas Raka.
Namun, ucapan yang keluar dari mulutnya, Mas Bagas, membuat aku syok. Aku hampir saja menjatuhkan handphone, saking kagetnya. Aku membekap mulutku, supaya tidak bersuara. Aku tidak ingin, kalau sampai mereka tahu, aku berada didepan pintu dan ketahuan sedang memvidio mereka.
"Haa ... haa ... ha, Mas bisa aja. Betul Mas, gituin aja si Anisa, biar dia tahu rasa." Ratna mengamini ucapan Mas Bagas, bahkan ia sampai tertawa begitu lepas.
"Iya, dong sayang. Si Anisa memang harus digituin, tidak selamanya uang, dapat membeli segalanya. Termasuk cintanya, Mas," sahut Mas Bagas lagi.
Bersambung ...
"Iya, dong sayang. Si Anisa memang harus digituin, tidak selamanya uang, dapat membeli segalanya. Termasuk cintanya, Mas," sahut Mas Bagas lagi."Betul, Mas, yang penting kita sebentar lagi, akan mendapatkan apa yang kita mau. Setelah kamu berhasil menikahi si Anisa, kamu kuras harta benda Papanya. Kamu ganti semuanya, dengan atas nama kamu." Cerocos Ratna."Iya, sayang, iya. Kamu tenang aja, semua skenariomu, Mas sudah hapal diluar kepala." Mas Bagas menyahuti ucapan Ratna, sembari tangannya tidak diam. Menggasak semua aset, yang ada di tubuh Ratna.Setelah berkata seperti itu, mereka pun tertawa bersama, seolah apa yang sedang mereka bicarakan adalah lelucon semata. Mereka sepertinya sangat menikmati, dengan apa yang sedang mereka bahas.Ternyata, mereka berdua merupakan pasangan kekasih, yang dengan sengaja melakukan hal ini. Demi untuk menggerogoti harta Papaku.
"Rencana, apa Non? Bapak jadi takut, apalagi Pak Syamsul tidak boleh tahu." Pak Danu bertanya padaku, tentang rencanaku itu.Aku pun memberitahu, Pak Danu sedetail mungkin, semua yang menjadi rencanaku. Pak Danu mendengarkan, sambil manggut-manggut tanda mengerti. Setelah aku beritahu semuanya, Pak Danu pun menyetujui rencanaku dan akan membantuku."Oh, jadi begitu, ya Non. Baiklah, Bapak bersedia membantumu, walaupun harus tanpa sepengetahuan Papamu." ucap Pak Danu."Terima kasih, Pak, saya sangat bersyukur, kalau Bapak mau bantu saya." sahutku."Iya sama-sama, Non," ujarnya"Ya sudah, saya permisi dulu ya Pak! Saya takut mengganggu kerjaannya, nanti Bapak di marahin Papa, gara-gara saya." Aku pamit, kepada Pak Danu karena sudah cukup lama aku di sana. Takut mengganggu kerjaannya juga."Assalamualaikum," ucapku, setelah mencium punggung tanganny
"Ada apa, Pak Danu?" tanya Papa heran. Raut muka Papa mengkerut, sebab ia tidak mengerti maksud Pak Danu, menghentikan acara ijab kobul tersebut."Maafkan saya, Pak Syamsul. Saya, tidak bermaksud apa-apa. Lebih baik, Bapak saksikan Vidio ini dulu, sebelum Bapak menyesal." Pak Danu meminta Papa, supaya melihat sebuah vidio terlebih dulu."Apa-apaan ini Pak Danu, maksud ucapan Bapak itu apa? Apa, yang akan di sesali oleh calon mertua saya, kalau pernikahannya berlangsung? Vidio apa, maksudnya Pak Danu, tolong jelaskan sama saya! Jangan malah membuat masalah, di acara sakral ini." Mas Bagas memberondong pertanyaan, kepada Pak Danu. Mas Bagas, kelihatannya sangat jengkel, mungkin karena merasa terganggu. Pak Danu, yang merupakan tangan kanan Papa, telah berani menghentikan ijab kobul tersebut. Membuat rencana, yang telah disusunnya beserta kekasihnya Ratna harus menunggu. Pak Danu pun kemudian melanjutkan
"Ya sudah, kalau begitu, ayo ungkap saja. Siapa sebenarnya, yang telah membikin vidio ini?" Mereka semua berteriak, seakan sudah tidak sabar mengetahui siapa sebenarnya yang melakukannya."Baiklah, sebenarnya, yang telah membikin vidio itu, adalah ... aku sendiri!" Aku mengakui, kalau akulah yang sebenarnya membuat vidio itu. Mereka yang hadir pun langsung melongo, seakan tidak percaya, dengan apa yang mereka dengar. Namun ada pula yang geleng-geleng kepala, serta menghujat Mas Bagas serta Ratna. Setelah apa yang aku utarakan, Mas Bagas dan Ratna malah saling pandang. Mereka mungkin tak percaya, dengan apa yang aku ucapkan. Mereka mungkin berpikir, dari mana aku mendapat Vidio, tentang mereka berdua."Baiklah, akan aku beritahu alasanya, bagaimana aku sampai membuat Vidio ini." Aku menghela napas terlebih dulu, kemudian melanjutkan ceritaku."Saat itu aku dat
"Ada apa, Anisa, sayang? Apa kamu sudah berubah pikiran?" tanya Mas Bagas.Mas Bagas, sudah kegeeran karena aku menghentikan mereka. Mas Bagas mengira, kalau aku menyuruh mereka berhenti karena aku telah berubah pikiran. I am sorry, Mas Bro, itu tidak akan pernah lagi terjadi padaku. Karena aku sudah tidak sudi jika harus terus bersama dengannya."Nisa, maafin semua kesalahan, Mas, ya! Mas, berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Mas, menyesal, Anisa. Jika kamu meminta kepada, Mas, supaya Mas memutuskan Ratna. Mas akan lakukan semua permintaanmu itu, Nisa. Asalkan kamu bisa kembali lagi kepada, Mas." Mas Bagas memelas meminta maaf kepadaku, kalau ternyata ia tidak mau putus denganku.Dia bahkan berkata, kalau dia rela meninggalkan Ratna hanya demi aku. Padahal dulu dia jelas-jelas menghinaku, di hadapan kekasihnya itu. Mas Bagas berharap, kalau aku akan memintanya kembali. Padahal, bermimpi kembali padanya pun, aku sudah tid
"Ya sudahlah, Mas, ayo kita pergi! Nggak ada gunanya lagi, kita berlama-lama disini. " Ratna mengajak Mas Bagas untuk pergi.Tetapi sebelum mereka benar-benar pergi, aku segera menyuruhnya untuk tetap di tempat semula. Aku masih belum selesai bicara, masih ada hal yang ingin aku sampaikan lagi kepada mereka."Tunggu, kalian jangan pergi dulu! Aku belum selesai bicara, dasar pasangan tidak tahu etika! Kalian, jangan pernah meninggalkan tempat ini, sebelum aku perintahkan! Kalian berdua paham?" tanyaku. Aku meminta mereka, supaya tetap di tempat. Karena aku masih ada pembicaraan yang belum selesai."Apalagi sih, Anisa? Bukannya tadi kamu, yang menyuruh kami untuk segera pergi? Kenapa sekarang kamu malah melarang kami pergi?" Ratna bertanya kepadaku, ia juga malah membalikan semua ucapanku.Ratna, sekarang berubah menjadi sangat sinis, jika sedang berbicara denganku. Sangat berbeda dari biasanya, dulu ia selalu lemah lembut dala
"Kenapa kamu bilang begitu, Anisa? Apa kamu tidak menyukaiku? Padahal aku ini pria baik-baik lho, Nia. Berbeda sekali dengan mantan pacarmu tadi," ujar Mas Andre."Iya, Nis, kenapa kamu menolak Nak Andre? Apa alasan kamu menolak dia?" tanya Papa."Karena Mas Andre galak, Pah. Pasti kalau nanti kami sampai menikah, setiap hari aku akan dikasarin terus sama dia, Pah! Makanya, Anisa nggak mau nikah sama, Mas Andre. Pah, nggak usah dilanjut ya nikahnya! Biar nanti, Anisa sendiri yang mencari calon suami buat Anisa." Aku menolak keinginan Papa, aku pun meminta Papa, supaya membatalkan niatnya itu.Aku tidak mau, kalau sampai nanti setelah menikah. Rumah tangga kami berdua, hanya akan dihiasi dengan pertengkaran. Karena tidak didasari rasa cinta, yang tumbuh di dalam hati sanubari kami berdua."Anisa, sudah sejak lama Papa mau menjodohkanmu dengan Nak Andre, tetapi waktu itu kamu bilang sudah ada, Bagas. Makanya, Papa menurut
"Sah ...," ucap mereka serempak."Alhamdulillah," ucap Pak Penghulu. Kemudian, beliau melanjutkannya, dengan doa.Setelah itu, Mas Andre membaca sighat taklik pernikahan. Kemudian dilanjutkan dengan acara yang lainnya, serta di susul dengan acara resepsi pernikahan. Alhamdulillah, acara pernikahanku pun berlangsung khidmat dan lancar. Rupanya, mas kawin yang diberikan Mas Andre kepadaku. Tadinya untuk kado untukku, tetapi sekarang ia alih fungsikan, dengan menjadikan sebagai mas kawin untukku. Acara resepsi pernikahan, yang digelar pun dengan begitu mewah dan meriah. Walaupun kini berganti mempelai pria, tetapi semuanya tetap berjalan dengan lancar."Bu Anisa, Pak Andre selamat ya. Semoga kalian berdua, menjadi keluarga yang samawa." Mirna, mengucapkan selamat, kepadaku, saat acara resepsi berlangsung."Iya, Mirna, terima kasih ya," sahutku."Iya, Bu. Maafkan saya ya, Bu! Karena, saya telah menutupi kejahat