Share

BAB 8

last update Last Updated: 2022-03-23 05:19:36

"Kenapa kamu bilang begitu, Anisa? Apa kamu tidak menyukaiku? Padahal aku ini pria baik-baik lho, Nia. Berbeda sekali dengan mantan pacarmu tadi," ujar Mas Andre.

"Iya, Nis, kenapa kamu menolak Nak Andre? Apa alasan kamu menolak dia?" tanya Papa.

"Karena Mas Andre galak, Pah. Pasti kalau nanti kami sampai menikah, setiap hari aku akan dikasarin terus sama dia, Pah! Makanya, Anisa nggak mau nikah sama, Mas Andre. Pah, nggak usah dilanjut ya nikahnya! Biar nanti, Anisa sendiri yang mencari calon suami buat Anisa." Aku  menolak keinginan Papa, aku pun meminta Papa, supaya membatalkan niatnya itu.

Aku tidak mau, kalau sampai nanti setelah menikah. Rumah tangga kami berdua, hanya akan dihiasi dengan pertengkaran. Karena  tidak didasari rasa cinta, yang tumbuh di dalam hati sanubari kami berdua.

"Anisa, sudah sejak lama Papa mau menjodohkanmu dengan Nak Andre, tetapi waktu itu kamu bilang sudah ada, Bagas. Makanya, Papa menuruti keinginanmu itu, walaupun sebenarnya Papa kurang sreg sama dia. Ternyata,  sekarang ini 'kan yang terjadi? Si Bagas hanya mau memanfaatkanmu saja," tutur Papa.

"Iya sih, Pah, tapi Anisa nggak suka sama Mas Andre karena dia itu galak. Anisa takut, kalau nanti setelah kami menikah,  dia akan terus-terusan menyakiti hati Anisa." Aku berkata masih dengan alasan yang sama, yaitu karena Mas Andre galak.

"Sebenarnya dia itu nggak galak, Anisa. Makanya, Papa meminta sama kamu, jangan menolak keinginan Papa ini. Semua, yang Papa lakukan demi untuk kebaikan kamu juga, kok! Papa nggak mau, kalau sampai ada orang yang menyakitimu lagi. Apalagi, kalau sampai mengecewakan anak Papa, satu-satunya," imbuh Papa lagi. 

Rupanya, Papa bersikeras dengan keinginannya menjodohkan aku dengan Mas Andre. membuat aku tidak ada pilihan lain. Aku pun akhirnya mengikuti keinginan Papa, walaupun hati ini menolaknya. Aku tidak mau, membuat Papa kecewa untuk yang kedua kalinya. Semoga dengan berjalannya waktu, aku bisa menerima kehadiran Andre sebagai suamiku.

"Baiklah, Pah, kalau memang Papa maunya seperti itu. Aku, mau menikah dengan Mas Andre. Tapi semua ini aku lakukan demi Papa, supaya Papa tidak kecewa lagi." Aku pun akhirnya menyetujui keinginan Papa, aku menerima dijodohkan dengan Mas Andre

"Bagus, Nisa, memang harusnya seperti itu. Kamu jangan keras kepala, kalau untuk masa depan kamu sendiri." Papa berkata, sambil mengusap kepalaku.

Setelah itu, kami pun kembali ke tempat, yang disediakan untuk acara ijab kobul. Kami menempati posisi semula, cuma pengantin pria saja yang berbeda.

"Nak Andre, Nak Anisa, serta Pak Syamsul. Apakah kalian semua sudah siap untuk melaksanakan ijab kobul?" tanya Pak penghulu, yang telah sabar untuk menunggu acara pernikahanku, yang sempat tertunda ini.

"Kami, siap Pak," ucap kami bertiga serempak. 

Suara kami sudah seperti anak sekolah,  yang sedang melakukan paduan suara saja.

"Baiklah, kalau begitu. Kalian, sudah mengerti bukan, apa yang harus kalian lakukan? Kalian lakukan persis seperti apa, yang telah saya ajarkan tadi." Pak penghulu bertanya, tentang kesiapan Papa dan juga Mas Andre untuk melakukan ijab kobul.

"Siap, Pak," ucap mereka serempak, tanpa harus dikomando lagi.

"Alhamdulillah, kalau begitu. Silakan, dimulai saja acara ijab kobulnya!" Pak penghulu memerintah, supaya ijab kobul segera dilaksanakan.

Papa dan Andre pun, saling menjabat tangan, kemudian mereka mengucapkan lafal ijab kobul, dengan di saksikan oleh para tamu dan saudaraku, yang masih setia menunggu.

"Saya, nikahkan dan saya kawinkan engkau Andre Wahyu Setyawan bin Muhamad Sanusi, dengan anak saya yang bernama Anisa Larasati. Dengan mas kawinnya berupa kalung berlian, sebesar sepuluh karat, dibayar tunai." Papa, ucapkan lafal ijab.

"Saya, terima nikahnya, Anisa Larasati Bin Syamsul Bahri dengan mas kawin sepuluh karat kalung berlian dibayar tunai." Mas Andre, ucapkan lafal kobul, dengan satu helaan nafas, serta dengan sangat lancar.

"Bagaimana para saksi, sah?" tanya Pak Penghulu, kepada saksi-saksi pernikahanku, yang merupakan orang ternama semua. 

 Bersambung...

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Winarsih_wina
harusnya binti untuk perempuan kak bukan bin
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • KEJUTAN UNTUK HARI PERNIKAHAN   Bab 163. TAMAT

    "Iya, Nis, aku belum kebeli kasur bayinya. Soalnya, kamu tau sendiri keadaan ekonomiku sekarang ini. Mas Bagas saja bekerjanya baru sebulan, itupun karena dibantu oleh suamimu. Makanya, aku belum ada uang buat membeli perlengkapan anakku. Pakaiannya saja, kebanyakan dari kado teman-teman, serta saudaraku." Ratna panjang lebar menceritakan, tentang keadaannya."Ya sudah, insya Allah nanti aku belikan, buat anakmu ya! Kalau saja aku tau kamu belum punya kasur bayi, tadi pasti aku belikan sekalian." Aku berjanji akan membelikan kasur bayi, buat anaknya Ratna."Terima kasih, ya Nis, kamu memang terbaik. Menyesal, aku telah menyia-nyiakanmu, bahkan telah mengkhianatimu." Ratna menyesali, tentang apa yang telah dia lakukan dulu kepadaku."Iya sama sama, Ratna. Ya sudah, Ratna, maaf ya aku nggak bisa lama-lama, soalnya ini sudah malam. Ini aku bawain kado buat anakmu, semoga kamu suka. Aku permisi ya, assalamualaikum," ucapku pamit.Kami pun pamit, kepada Bu Ani dan juga Ratna. Setelah itu

  • KEJUTAN UNTUK HARI PERNIKAHAN   162

    "Baik, Non. Terima kasih," ucap Bi Ijah."Baiklah, kami pergi cari kado dulu ya. Kalian tunggu di sini, kalau memang tidak mau ikut," pamitku.Aku pamit, serta meminta mereka untuk menungguku. Setelah itu, aku dan Mas Andre pun pergi dari hadapan asisten serta keponakanku. Kami pergi dari resto, yang ada di swalayan ini. Aku dan Mas Bagas, pergi menuju tempat perlengkapan bayi. Aku pun memilih salah satu yang sekiranya cocok untuk aku jadikan kado untuk anaknya Ratna dan Mas Bagas. Setelah menemukan apa yang sesuai, aku segera membayarnya. Aku juga meminta untuk sekalian dibungkusnya dengan kertas kado. Setelah kado untuk anak Ratna selesai di bungkus, kami berdua pun kembali ke tempat Gio dan juga para asistenku berada. Ternyata mereka telah selesai makan dan sedang menunggu kedatangan kami."Tante, Om, kalian sudah sekesai mencari kadonya?" tanya Gio."Sudah, Gio. Bagaimana? Apa kalian juga sudah selesai makannya," tanyaku."Sudah, Tan. Gio, sudah kekenyangan ini," sahut Gio.Gio

  • KEJUTAN UNTUK HARI PERNIKAHAN   Bab 161

    "Waw, ini kamarnya lebih bagus, dari kamar Gio yang kemarin, Om. Terima kasih, ya Om Andre, Tante Anisa, kalian berdua memang is the best." Gio begitu senang, saat melihat kamar baru untuknya."Syukurlah, kalau Gio menyukai kamarnya," ucapku."Iya, Tante, Gio seneng banget," sahutnya.Setelah itu, aku membantu Gio membereskan pakaiannya. Aku memasukan baju Gio ke lemari pakaian, yang ada di kamar itu. Sedangkan, Mas Andre membantu membereskan perabotan dari rumah lamanya, yang akan disimpan di rumah ini. Sedangkan, sebagian perabotannya akan disimpan di apartemen. Seusai membereskan pakaian Gio, aku mengajak Gio makan, kebetulan aku telah memesan makanan. Karena aku kasihan, jika harus menyuruh Bi Ijah dan Bi Asih, buat memasak. Sepertinya mereka juga kecapean, setelah membantu pindahan tadi. Jadi biar kali ini aku memesan masakan dari rumah makan padang untuk makan kami semua."Gio, ayo kita makan dulu," ajakku."Iya, Tan," sahut Gio."Mas, ayo kita makan dulu," ajakku, saat melewa

  • KEJUTAN UNTUK HARI PERNIKAHAN   Bab 160

    "Iya, Den," sahut Bi Asih serta Bi Ijah serempak."Bibi, sini," ajakku.Mereka berdua pun menghampiriku, sedangkan Bi Asih datang menghimpiriku, sambil menarik kopernya."Non, banyak betul orang yang mengangkut barangnya ya." Bi Ijah berkomentar, tentang pengangkut barang."Iya, Bi, Mas Andre bilang, supaya barangnya cepet selesai diangkutnya. Kalau barangnya sudah selesai diangkut, rumahnya mau sekalian dibersihkan, serta dirapikan sama mereka. Soalnya lusa Mas Wira dan keluarganya akan datang untuk menempatinya." Aku menjelaskan kepada Bi Ijah, alasan Mas Andre sampai meminta banyak orang untuk mengangkut barangnya tersebut."Oh, jadi begitu, ya Non," sahut Bi Ijah.Ia baru mengerti, dengan apa yang aku sampaikan."Iya, Bi, seperti itu," sahutku."Pasti rumah ini di kontraknya mahal ya, Non? Soalnya rumahnya saja semewah dan sebesar ini," tanya Bi Asih.Ia menanyakan soal harga sewa rumah orang tua Mas Andre tersebut."Lumayanlah, Bi, buat tabungannya Gio. Mas Wira, mengontak rumah

  • KEJUTAN UNTUK HARI PERNIKAHAN   Bab 159

    "Iya, Om, Gio ikut sama Om Andre saja. Biarkan rumah ini, di tempatin sama Om Wira," sahut Gio, ia menyetujui ajakan Mas Andre.Rumah peninggalan orang tua Mas Andre ini, sudah ada yang mengontrak. Rumah ini di kontrak oleh Mas Wira, ia merupakan rekan kerja Mas Andre. Sedangkan Gio akan di bawa oleh kami, ke Rumah tempat tinggal kami. Karena selain Gio sebatangkara, Gio juga sekarang merupakan anak angkatku."Den, kalau rumah ini, sudah ada yang mengontrak, terus Den Gio dibawa Den Andre, berarti Bibi sekarang sudah tidak dibutuhkan lagi, ya Den. Berarti Bibi harus pulang kampung," ucap Bi Asih."Bi Asih, Bibi tidak perlu khawatir. Biarpun rumah ini sudah ada yang ngontrak, serta Gio dibawa ke rumahku. Bibi tetap boleh bekerja denganku kok, Bibi Asih nanti bisa membantu pekerjaan Bi Ijah di rumahku. Apalagi nanti Anisa mau lahiran, pasti Bi Ijah kerepotan, kalau bekerja sendiri. Jadi Bi Asih bisa bekerja di rumahku bersama dengan Bi ijah, Bibi mau kan bekerja denganku? Biar nanti k

  • KEJUTAN UNTUK HARI PERNIKAHAN   Bab 158

    "Gio sayang, kamu yang sabar ya. Kamu harus ikhlas, dengan apapun yang terjadi. Gio jangan sedih, masih ada Om dan Tante, yang akan merawat serta menyayangi Gio." Mas Andre menenangkan Gio, serta memeluknya erat."Ya sudah, lebih baik sekarang kita pergi ke tempat kejadian, atau langsung ke rumah sakit." Papa memberi saran, supaya kami segera melihat keadaan Mbak Maya."Kita langsung ke rumah sakit saja, Pah. Tadi, polisinya bilang, mereka sudah langsung di bawa ke rumah sakit umum empat lima." Mas Andre memberitahu, rumah sakit tempat Mbak Maya berada. Kami semua pergi, menuju rumah sakit umum empat lima untuk mengurus jenazahnya Mbak Maya. Sepanjang perjalanan, Gio terus menangis. Aku pun sudah mencoba menbujuknya, tetapi tetap saja ya menangis. Sesampainya ke rumah sakit, kami menuju tempat resepsionis rumah sakit. Kami, menanyakan keberadaan Mbak Maya, yang korban kecelakaan tadi. Setelah, mendapatkan informasi, kami segera menuju ruangan, yang di tunjuk oleh resepsionis tadi.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status