"Kenapa kamu bilang begitu, Anisa? Apa kamu tidak menyukaiku? Padahal aku ini pria baik-baik lho, Nia. Berbeda sekali dengan mantan pacarmu tadi," ujar Mas Andre.
"Iya, Nis, kenapa kamu menolak Nak Andre? Apa alasan kamu menolak dia?" tanya Papa."Karena Mas Andre galak, Pah. Pasti kalau nanti kami sampai menikah, setiap hari aku akan dikasarin terus sama dia, Pah! Makanya, Anisa nggak mau nikah sama, Mas Andre. Pah, nggak usah dilanjut ya nikahnya! Biar nanti, Anisa sendiri yang mencari calon suami buat Anisa." Aku menolak keinginan Papa, aku pun meminta Papa, supaya membatalkan niatnya itu.Aku tidak mau, kalau sampai nanti setelah menikah. Rumah tangga kami berdua, hanya akan dihiasi dengan pertengkaran. Karena tidak didasari rasa cinta, yang tumbuh di dalam hati sanubari kami berdua."Anisa, sudah sejak lama Papa mau menjodohkanmu dengan Nak Andre, tetapi waktu itu kamu bilang sudah ada, Bagas. Makanya, Papa menuruti keinginanmu itu, walaupun sebenarnya Papa kurang sreg sama dia. Ternyata, sekarang ini 'kan yang terjadi? Si Bagas hanya mau memanfaatkanmu saja," tutur Papa."Iya sih, Pah, tapi Anisa nggak suka sama Mas Andre karena dia itu galak. Anisa takut, kalau nanti setelah kami menikah, dia akan terus-terusan menyakiti hati Anisa." Aku berkata masih dengan alasan yang sama, yaitu karena Mas Andre galak."Sebenarnya dia itu nggak galak, Anisa. Makanya, Papa meminta sama kamu, jangan menolak keinginan Papa ini. Semua, yang Papa lakukan demi untuk kebaikan kamu juga, kok! Papa nggak mau, kalau sampai ada orang yang menyakitimu lagi. Apalagi, kalau sampai mengecewakan anak Papa, satu-satunya," imbuh Papa lagi. Rupanya, Papa bersikeras dengan keinginannya menjodohkan aku dengan Mas Andre. membuat aku tidak ada pilihan lain. Aku pun akhirnya mengikuti keinginan Papa, walaupun hati ini menolaknya. Aku tidak mau, membuat Papa kecewa untuk yang kedua kalinya. Semoga dengan berjalannya waktu, aku bisa menerima kehadiran Andre sebagai suamiku."Baiklah, Pah, kalau memang Papa maunya seperti itu. Aku, mau menikah dengan Mas Andre. Tapi semua ini aku lakukan demi Papa, supaya Papa tidak kecewa lagi." Aku pun akhirnya menyetujui keinginan Papa, aku menerima dijodohkan dengan Mas Andre"Bagus, Nisa, memang harusnya seperti itu. Kamu jangan keras kepala, kalau untuk masa depan kamu sendiri." Papa berkata, sambil mengusap kepalaku.Setelah itu, kami pun kembali ke tempat, yang disediakan untuk acara ijab kobul. Kami menempati posisi semula, cuma pengantin pria saja yang berbeda."Nak Andre, Nak Anisa, serta Pak Syamsul. Apakah kalian semua sudah siap untuk melaksanakan ijab kobul?" tanya Pak penghulu, yang telah sabar untuk menunggu acara pernikahanku, yang sempat tertunda ini."Kami, siap Pak," ucap kami bertiga serempak. Suara kami sudah seperti anak sekolah, yang sedang melakukan paduan suara saja."Baiklah, kalau begitu. Kalian, sudah mengerti bukan, apa yang harus kalian lakukan? Kalian lakukan persis seperti apa, yang telah saya ajarkan tadi." Pak penghulu bertanya, tentang kesiapan Papa dan juga Mas Andre untuk melakukan ijab kobul."Siap, Pak," ucap mereka serempak, tanpa harus dikomando lagi."Alhamdulillah, kalau begitu. Silakan, dimulai saja acara ijab kobulnya!" Pak penghulu memerintah, supaya ijab kobul segera dilaksanakan.
Papa dan Andre pun, saling menjabat tangan, kemudian mereka mengucapkan lafal ijab kobul, dengan di saksikan oleh para tamu dan saudaraku, yang masih setia menunggu."Saya, nikahkan dan saya kawinkan engkau Andre Wahyu Setyawan bin Muhamad Sanusi, dengan anak saya yang bernama Anisa Larasati. Dengan mas kawinnya berupa kalung berlian, sebesar sepuluh karat, dibayar tunai." Papa, ucapkan lafal ijab."Saya, terima nikahnya, Anisa Larasati Bin Syamsul Bahri dengan mas kawin sepuluh karat kalung berlian dibayar tunai." Mas Andre, ucapkan lafal kobul, dengan satu helaan nafas, serta dengan sangat lancar."Bagaimana para saksi, sah?" tanya Pak Penghulu, kepada saksi-saksi pernikahanku, yang merupakan orang ternama semua.Bersambung...
"Sah ...," ucap mereka serempak."Alhamdulillah," ucap Pak Penghulu. Kemudian, beliau melanjutkannya, dengan doa.Setelah itu, Mas Andre membaca sighat taklik pernikahan. Kemudian dilanjutkan dengan acara yang lainnya, serta di susul dengan acara resepsi pernikahan. Alhamdulillah, acara pernikahanku pun berlangsung khidmat dan lancar. Rupanya, mas kawin yang diberikan Mas Andre kepadaku. Tadinya untuk kado untukku, tetapi sekarang ia alih fungsikan, dengan menjadikan sebagai mas kawin untukku. Acara resepsi pernikahan, yang digelar pun dengan begitu mewah dan meriah. Walaupun kini berganti mempelai pria, tetapi semuanya tetap berjalan dengan lancar."Bu Anisa, Pak Andre selamat ya. Semoga kalian berdua, menjadi keluarga yang samawa." Mirna, mengucapkan selamat, kepadaku, saat acara resepsi berlangsung."Iya, Mirna, terima kasih ya," sahutku."Iya, Bu. Maafkan saya ya, Bu! Karena, saya telah menutupi kejahat
Saking capeknya, sehingga rasa kantuk datang begitu cepat. Tidak terasa aku pun terlelap, walaupun hanya tidur di sofa.Saat dalam tidur, aku bermimpi. Aku bertemu dengan seorang pangeran berkuda. Ia menjadikanku istrinya, aku diperlakukan seperti seorang putri raja. Ia begitu lembut, memperlakukanku. Sang Pangeran, meletakkanku ke atas kasur, yang sangat empuk dan juga indah . Ia pun mengecup keningku, hati ini merasa bahagia mendapat perlakuan romantis dari sang pangeran. Berbeda sekali, dengan kenyataannya. Aku, malah bersuamikan Mas Andre, yang menurutku paling jutek di dunia. Dia tidak memberikan keromantisan untukku, seperti yang Pangeran kakukan dalam mimpiku.*****"Aa ... aa ... a," jeritku, saat aku membuka mata saking kagetnya.Bugh!"Aduh," kataku. Aku mengaduh, saat sebuah bantal
"Maaf ya, Mas, kalau membuatku menunggu lama," sahutku.Kemudian, kami pun shalat subuh berjamaah. Ternyata, Papa memang tidak salah dalam memilihkanku suami. Ia, seorang yang taat akan agamanya, walaupun sifatnya selalu jutek padaku. Mungkin semuanya ini butuh proses untuk kami, supaya kami bisa menjadi suami istri yang romantis. *****"Mas, aku izin sama kamu, aku mau pergi ke kamar Papa dulu ya! Aku mau bangunin Papa, barangkali saja Papa masih tidur karena kecapekan." Aku meminta izin kepada Mas Andre untuk membangunkan Papa."Nisa, kenapa kamu mesti nyamperin ke kamar, Papa? Kenapa, nggak bangunin Papa lewat telepon aja? Kamu mah segalanya di bikin ribet," ucap Mas Andre, ia juga bertanya alasannya kenapa aku mesti nyamperin Papa kekamarnya."Nggak, Mas, lebih baik aku s
"Iya, Nis. Ayo kita pergi ke kamarmu, sebab Papa mau pamit sama suamimu," sahut Papa, sambil menutup pintu kamarnya, kemudian mengajakku kembali ke kamarku.Aku dan Papa pun berjalan menuju kamarku, yang tidak berada jauh dari kamar Papa. Hanya perlu berbelok saja. Kami berdua berjalan berdampingan. Aku berjalan, sambil bergelayut manja di tangan Papa, kepalaku pun aku senderkan ke pundaknya Papa. Perlakuan seperti itulah, yang selalu membuatku nyaman, bila sedang bersama Papa.Aku memang sangat manja kepada Papa. Makanya, Mas Andre selalu bilang, kalau aku adalah seorang anak manja, yang hanya bisa berada di bawah ketiak Papa. Aku hanya memiliki Papa, jadi aku hanya bisa bermanja kepadanya. Andai Mama belum meninggal, mungkin aku juga akan manja kepada Mamaku."Nis, kamu yang baik ya, ladenin suamimu. Ia adalah imammu sekarang," pesan Papa, saat kami menuju kamarku."Iya, Pah, tapi Mas Andrenya saja yang suka n
Mendengar perkataan, Mas Andre dan Papa membuatku kesal dan juga malu. Saking kesalnya, aku pun tidak lagi berkata apapun. Aku tidak ikut berkomentar, dengan apa yang sedang dibahas Papa dan Mas Andre.'Ih lagian salah, Papa juga. Kenapa dia nikahin aku sama manusia dingin dan jutek macam begini? Coba kalau Papa cari orangnya yang lebih seru, mungkin akan asyik menikmati malam pertama tadi. Ini boro-boro berbuat yang asyik-asyik, tapi Mas Andre malah bikin aku naik darah melulu. Bagaimana aku mau punya anak, kalau suaminya saja jutekin aku melulu,' gumamku."Ya sudah, Papa pergi dulu ya! Kalian baik-baik di sini, yang akur-akur ya, biar cepet punya dede bayi." Papa pamit, sambil kembali berpesan tentang keinginannya untuk memiliki cucu."Iya, Pah. Papa nggak usah khawatir, Andre akan menjaga Anisa kok, Pah." Mas Andre menyahut ucapan Papa.Setelah pamit, Papa pergi dari kamar kami. Mas Andre pun, kembali memainkan
"Cantik," lirihnya, ucapan Mas Andre hampir saja tidak terdengar olehku saking pelannya."Apa, Mas, kamu barusan bilang apa?" Aku bertanya kepada Mas Andre, barangkali saja telingaku salah mendengar, dengan apa yang diucapkan oleh suamiku itu."Oh, ng ... nggak kok, aku nggak bilang apa-apa. Kamu salah dengar kali, Nis. Sudah ah, ayo kita turun mumpung masih pagi! Setelah sarapan, nanti sekalian kita jalan-jalan ketaman," ajaknya.Mas Andre pun mengajakku untuk yang kedua kalinya, tapi menurutku ada yang aneh, dengan nada bicaranya. Ia tidak sejutek dan sesinis seperti tadi, malahan kedengarannya terasa lembut di telingaku.Setelah mengajakku, Mas Andre pun duluan melangkah, kemudian aku mengekorinya dari belakang. Namun, setelah berada di luar, ia memintaku untuk menggandeng tangannya. Rasanya aneh banget, dengan permintaannya ini. Biasanya juga ia selalu mengejekku, tapi kali ini Mas Andre malah memintaku, supay
"Sedang ngapain, kamu disini?" tanya Mas Andre. Sepertinya, ia juga mengenali perempuan ini.Perempuan itu bertanya kepada Mas Andre, sambil cipika-cipiki. Mas Andre pun diam saja saat perempuan itu melakukannya. Perempuan itu bahkan tidak merasa risih saat melakukannya, walaupun dengan lawan jenis. Perempuan itu juga memeluk Mas Andre, dengan begitu mesra dan juga manja. Sedangkan Mas Andre sudah seperti patung, yang diam saja saat diapa-apain oleh perempuan itu.'Apakah itu pacarnya ya? Kok si Harimau ini diem saja, mau diapa-apain juga oleh perempuan ini. Bikin keki aku saja nih orang, aku sudah mirip seperti obat nyamuk saja di sini.' Aku, berkata dalam hati menanyai diri sendiri, tentang siapa perempuan ini.'Sebenarnya siapa sih orang itu? Awas saja kamu, Mas, kalau sampai kamu membuat aku kecewa. Aku nggak bakal maafin kamu! Baru juga satu hari kita menikah, kamu sudah belaga, Mas. Apa jangan-jangan, ini memang sifat asli kam
Sebenarnya Sonia ini orangnya cantik, tapi aku merasa tidak sreg saja sama dia. Apalagi saat melihat gayanya yang terlalu agresif kepada suamiku. Sonia bahkan menyangka, kalau aku ini adalah adiknya Mas Andre. Memangnya, wajah dan penampilanku kelihatan seperti anak kecil? Sehingga, aku dianggap adiknya Mas Andre oleh Sonia. Padahal, umurku dan Mas Andre hanya berbeda dua tahun. Bahkan sepertinya umurku sama sonia sepantaran, bisa jadi juga umur Sonia berada di bawahku."I ... ini," Mas Andre menggantung ucapannya, sebab ia keburu disela oleh Sonia."Ya sudahlah, Mas. Kamu nggak perlu menjelaskan siapa dia, sebab itu nggak penting juga buat aku. Aku hanya minta sama kamu, mumpung saat ini kita ketemu. Aku mau, kita membahas masalah kita. Karena waktu itu sempat tertunda, apalagi aku lihat, kalau kamu sepertinya sedang bersantai saat ini. Benar 'kan, Mas, apa yang aku katakan?" Sonia bertanya kepada Mas Andre, sambil bergelayut manj