Share

BAB 7

"Ya sudahlah, Mas, ayo kita pergi! Nggak ada gunanya lagi, kita berlama-lama disini. " Ratna mengajak Mas Bagas untuk pergi.

Tetapi sebelum mereka benar-benar pergi, aku segera menyuruhnya untuk tetap di tempat semula. Aku masih belum selesai bicara, masih ada hal yang ingin aku sampaikan lagi kepada mereka.

"Tunggu, kalian jangan pergi dulu! Aku belum selesai bicara, dasar pasangan tidak tahu etika! Kalian, jangan pernah meninggalkan tempat ini, sebelum aku perintahkan! Kalian berdua paham?" tanyaku. Aku meminta mereka, supaya tetap di tempat. Karena aku masih ada pembicaraan yang belum selesai.

"Apalagi sih, Anisa? Bukannya tadi kamu, yang menyuruh kami untuk segera pergi? Kenapa sekarang kamu malah melarang kami pergi?" Ratna bertanya kepadaku, ia juga malah membalikan semua ucapanku.

Ratna, sekarang berubah menjadi sangat sinis, jika sedang berbicara denganku. Sangat berbeda dari biasanya, dulu ia selalu lemah lembut dalam berkata. Mungkin karena niatnya untuk menguasai hartaku, tidak terlaksana. Sehingga, membuat sifat aslinya keluar. Ratna kini berubah, menjadi seorang wanita jahat yang tidak berakhlak.

"Bukannya apa-apa, Ratna. Aku cuma lupa, mengembalikan ini sama pacarmu." Aku memberitahu maksudku, kenapa aku melarang mereka pergi untuk kesekian kalinya. 

"Ini  Mas, aku kembalikan cincin pertunangan kita. Kini sudah tidak ada gunanya lagi melingkar di jariku, yang ada hanya akan membuat aku mengingat, semua kenangan buruk tentang  penghianatanmu kepadaku." Aku berkata sambil mencopot cincin, yang melingkar di jariku dan memberikannya kepada Mas Bagas.

"Kok ... dikembalikan sih, Nis! Udah biarin saja, biarkan cincinnya melingkar dijari manismu. Simpan saja buat kenang-kenanganan, supaya kamu tetap mengingat Mas, Anisa. Suatu saat nanti kamu akan mengingat, jika kita pernah saling suka." Mas Bagas menolak cincin yang aku kembalikan kepadanya.

Namun, aku pun tidak mau menyimpan barang, yang sekiranya sudah tidak aku butuhkan lagi. 

"Nggak usah, Mas. Aku masih mampu kok untuk membelinya. Bahkan, seratus cincin model begini pun, aku mampu membelinya. Jika perlu, dengan toko emasnya sekalian aku beli. Silakan, kamu ambil kembali cincin ini, barangkali kalian berdua butuh. Bukankah, kalian berdua juga masih  perlu biaya untuk pernikahan kalian nanti? Mungkin cincin ini bisa kalian jual, buat menambah biaya pernikahan kalian." Aku pun menolak menyimpan cincin, yang dulu diberikan Mas Bagas untukku.

Mas Bagas pun akhirnya mengambil cincin, yang aku berikan padanya. Ia menggenggam cincin itu, dengan tangan kanannya. Karena tangan kirinya digandeng terus, oleh Ratna. Sepertinya Ratna memang takut, jika Mas Bagas akan kabur meninggalkannya.

"Ya sudah, sekarang, kalian berdua boleh pergi! Karena urusanku dengan kalian telah usai," usirku. 

Aku menyuruh mereka untuk pergi. Setelah urusanku, aku anggap selesai. Mereka pun keluar dari ruangan dan diantarkan oleh para bodyguard Papa. Aku pun kembali menghampiri  Papa, yang sedang berbincang dengan Andre dan koleganya yang lain.

"Sayang, ayo ke sini! Sekarang, urusan sama Bagas dan Ratna sudah selesai bukan? Bahkan, mereka berdua juga sudah pergi dari sini. Kini kita tinggal melanjutkan lagi, acara yang tertunda ini." Papa memintaku, supaya mendekatinya. Beliau pun mengatakan, kalau acaranya akan tetap dilanjutkan.

"Iya Pah, urusanku sama kedua benalu itu, memang sudah selesai. Tapi kenapa, Pah? Kenapa Papa masih mau melanjutkan acaranya? Apa aku diharuskan menikah dengannya?" Aku bertanya kepada Papa, sambil menunjuk Andre.

Aku bertanya kepada Papa, sebab aku merasa heran dengan perkataan Papa. Masa iya sih, aku harus menikah dengan manusia es batu tersebut.

"Nggak sopan banget ya, kamu. Dasar anak manja! Aku punya nama tau, kamu jangan seenaknya saja panggil aku dengan sebutan dia. Baiklah, aku akan memperkenalkan namaku lagi, padamu. Namaku,Andre, aku pengusaha muda yang ganteng serta baik hati." Andre berkata, sambil mengulurkan tangannya kepadaku, tetapi aku tidak menerima uluran tangannya itu.

'Ih, kepedean banget dia itu. Siapa juga yang mau berkenalan dengannya? Bahkan dia menyebut, kalau dirinya ganteng dan baik hati. Padahal kenyataannya dia itu manusia es, yang enggak punya hati.' Aku bergumam dalam hati, mengomentari sikapnya Andre.

Aku tidak mau, kalau sampai aku dinikahkan dengan manusia es tersebut. Karena dia begitu menyebalkan menurutku.

"Terus aku harus manggil kamu apa?" tanyaku.

"Kamu harus panggil aku, dengan sebutan Mas Andre! Masa iya sih, sama penghianat saja kamu memanggilnya, Mas. Tapi kenapa sama aku, yang akan menjadi suamimu, kamu  tidak mau menyebut aku, dengan srbutab Mas? Aneh, memang kamu itu," ujar Mas Andre. MasAndre tidak suka, dengan perkataanku yang hanya menyebutnya dia.

"Nak Andre, Maafkan sikap Anisa ya! Mungkin, dia hanya belum terbiasa. Nanti, lama-kelamaan juga, Anisa pasti akan menyebutmu, Mas. Om yakin, kalau dia akan mengikuti alurnya," ucap Papa.

Ia meminta maaf kepada Mas  Andre, tentang kesalahan yang pernah aku lakukan pada Mas Andre tersebut.

"Ayo, semuanya, lebih baik sekarang kita kembali, ke acara yang tertunda! Kita akan menikahkan Nak Andre, dengan Anisa. Aku harap, dengan adanya pernikahan ini. Tidak akan ada lagi satu orang pun, yang akan memanfaatkan anakku ini" Papa mengajak kepada semua yang hadir untuk ke bali ke acara awal, yaitu pernikahanku dengan Mas Andre tersebut.

"Tapi, Pah. Aku, nggak mau menikah sama dia. Dia itu galak, Pah. Tadi, Papa lihat sendiri 'kan? Bagaimana saat ia berbicara sama aku?" Aku bertanya kepada Papa, supaya Papa dapat menilai sikap Andre sama aku, kemudian Papa tidak jadi menikahkanku dengannya.

Bersambung ...

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Isabella
lucu juga si Anisa nyebut Andrey manusia es
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status